Tuesday, 6 June 2017

BEDA GELOMBANG

TAKDIR ALLAH

Adalah sudah menjadi takdir Allah, bahwa berjalan 7 (tujuh) bulan terakhir ini tetiba daku berada di tengah-tengah orang-orang sholeh dan sholehah yang kaya akan ilmu Allah. Masya Allah. Alhamdulillah. Diawali dengan panggilan hati yang satu itu, maka daku pun kini berada di sini, berada di tengah-tengah mereka. Dan Sabtu, 3 Juni 2017 lalu, untuk yang kedua kalinya daku berkesempatan bergabung bersama adik-adik sholeh dan sholihah ini untuk menghelat kegiatan berbagi bersama anak-anak yatim piatu dan dhuafa ....

YATIM PIATU DHUAFA

Jadilah, rumah yatim piatu dhuafa Bahrul Ulum yang daku tawarkan ditetapkan menjadi pilihan. Beberapa kali sudah pernah bertandang ke sana, tapi belum pernah melihat situasi panti yang sebenarnya. Saat daku berkesempatan melihat lebih jauh kondisi panti sore itu, masya Allah, berasa diri ini ditampar-tampar. Sungguh, andai daku menjadi mereka, para yatim piatu dhuafa itu, bisa jadi daku akan lebih banyak menangis meraung-raung. Daku tidak tahan kotor dan sangat jijik bila berada di lingkungan yang kotor. Dan kondisi panti itu ... sungguh di luar batas kompromi yang daku punya ....

Saat daku kedua kali berkunjung kembali ke sana, menjelang maghrib hujan turun sangat deras. Aula di mana tempat daku duduk bersama Lisa dan Neneng sangat kotor dan kumuh, kecoa hilir mudik, karpet sangat kotor. Saat Lisa dan Neneng usai mengambil air wudhu di kamar mandi, keduanya tampak kehabisan kata menggambarkan situasi kamar mandi tersebut.

Air hujan dari area jemur pakaian mulai memasuki area aula di mana tempat kami duduk. Air hujan dari rembesan anak tangga di sisi selatan pun mulai mengalir menuju karpet yang kami duduki, basah di mana-mana. Sementara anak-anak yatim itu, lelaki-lelaki kecil itu, sibuk menghalau air, membuka tutup selokan kecil, membenahi talang air, di tengah derasnya guyuran air hujan. Mereka tampak gembira, namun daku menatap sedih ....

BAU OMPOL

Saat hari itu tiba, Sabtu, 3 Juni 2017, saya pun berada di sebuah kamar siswa perempuan. Kamar yang hanya tersedia 3 (tiga) ruang saja, dihuni masing-masing oleh 20 - 30 anak. Kamar yang daku singgahi terletak paling ujung dekat tangga turun menuju mushola, salah satu tempat tidurnya persis berada di sudut, berada di bawah jendela dekat pintu masuk kamar yang menghadap selatan. Seorang Teteh mengabarkan, tempat tidur itu bau ompol. Saat daku dan Teteh itu bertanya kepada salah satu siswa, siapa yang menempati tempat tidur itu, ternyata adalah seorang gadis muda berusia13 tahun yang rupanya masih mengompol.

Begitu baunya pesing pada matras latex itu, alhasil setiap malam tiba, si gadis kecil menggulung matras itu dan ia tidur di atas selembar triplek alas kasur ... masya Allah ... daku dan Teteh terbengong, pilu rasanya .... 

Sungguh, si Teteh sampai-sampai berulang kali nyaris muntah karena bau ompol yang luar biasa, terperangkap dalam kasur busa latex yang lembab. Daku ? Sudah barang tentu berdiri agak menjauh dari sana, sungguh daku sangat tidak tahan dengan kotor. Menyedihkan betul sikap daku ini ? Memang .... Namun akhirnya kami berdua berhasil mengeluarkan matras latex tersebut untuk dijemur di selasar balkon kamar. Alhamdulillah ....

Di kesempatan yang lain, seorang siswa perempuan tidak mendapatkan respon yang menyenangkan. Saat ice breaking berlangsung dan anak-anak diminta berpasangan, tak ada seorang pun yang mau berpasangan dengan anak ini. Teman terdekat yang ada disebelahnya memberikan punggungnya. Seorang Teteh memintanya bergeser ke belakang karena ada sekelompok siswa yang bertiga, sehingga akan dapat menjadi pasangannya.

Namun apa yang terjadi ? Setiap instruksi yang disampaikan, tetap tidak menjadikan sang teman baru ini berkenan untuk berinteraksi dengan anak ini. Maka jabat ala Umar pun tak dirasakannya. Ia terabaikan. Sang kawan baru memilih untuk mengacuhkannya. Lantaran apa ? Lantaran anak ini menderita bibir sumbing .... masya Allah ....

Ibunda tercinta pernah mengingatkan daku, berinteraksi dengan anak yatim penuh dengan godaan. Umumnya mereka nakal, karena kurang kasih sayang. Namun apa yang daku saksikan, sungguh menyedihkan. Pun telah daku telah meminta mereka untuk saling bermain bersama. Anak ini tetap terabaikan ....

Hikmah ... Tentu tidak semua interaksi anak-anak ini dapat terpantau oleh pengurus panti. Hingga hal-hal yang demikian terlampaui. Bahwa mengurus anak - anak yatim bukan melulu soal kebutuhan badaniah. Bahkan yang terkelola dalam sebuah panti dan pesantren sekaligus pun tak luput dari hal yang demikian. 

Fitrahnya, yatim atau bukan, mereka semua adalah manusia dengan segala sifatnya, baik dan buruknya. Maka pembully-an pun bisa pula terjadi di sana. Tapi terbayangkankah seorang yatim, dibully, lalu kepada siapa ia akan mengadu dan meminta pertolongan ? Betul, kepada Allah ... tapi sungguh dia hanyalah seorang anak yang belum genap 10 tahun usianya mungkin. Maka menjadi kewajiban kita, yang dewasa untuk menolongnya. Dan daku, tidak berhasil menolongnya ... astaghfirullahaladzim ....  

BEDA GELOMBANG

Menghabiskan waktu bersama para kekasih Rasulullah ini, anak-anak yatim piatu dan dhuafa tentu akan selalu mendatangkan banyak hikmah bagi mereka yang mau berfikir. Namun selain dari hal yang sangat haq itu, ada hikmah lain yang sangat berharga yang daku peroleh kali ini.

Bekerja sama dengan adik-adik penggiat majlis ilmu ini, anak-anak muda usia, yang rata-rata separuh umur daku ini, daku bagaikan sebuah radio yang beda gelombang yang berupaya keras mensejejarkan diri. Bila beda frekuensi, masih dapat digeser, 100 Fm ke 102 Fm. Tapi kalau beda gelombang, satu Fm yang lain Am, maka sungguh babak belur rasanya ....

Hal lain yang tidak bisa dihindari adalah kenyataan bahwa daku pun bukan insan yang datang dari komunitas yang sama dengan adik-adik yang sholeh dan sholihah ini. Daku hanyalah seorang outlier yang beruntung, berkesempatan menjadi new comer dalam majlis yang luar biasa ini. Daku bukan datang dari angkatan yang mana, kelas apa, tahun berapa sebagaimana waktu-waktu luar biasa yang telah mereka semua lalui hingga bisa berada bersama-sama di sini ....

Singkat kata, 'memalukan' ... itu saja mungkin kata yang paling tepat untuk menggambarkan tentang keberadaan daku dalam kegiatan ini dalam setiap prosesnya, yang seharusnya menjadi amal sholih daku yang sebaik-baiknya ....

TIDAK ADA YANG KEBETULAN

Bilamana berkegiatan dengan adik-adik ini yang pertama kali dulu sepertinya tidak sebagaimana kegiatan kali ini, adalah bersamaan waktunya saat ayahanda mendapatkan musibah dan sakit di kampung halaman. Maka, di setiap Senin hingga Kamisnya yang satu jamnya sebelum maghrib, adalah sebaik-baiknya waktu yang daku punya untuk mewujudkan ini, mendatangi panti dan berkoordinasi. Maka di setiap Jumat sore hingga Minggu tengah malam, adalah sebaik-baiknya waktu yang daku punya, untuk pulang kampung,  6  (enam) jam perjalanan, menemui orang tua, berbakti kepada ayahanda, yang hanya bisa daku temui di hari Sabtu, 3 (tiga) jam saja, tak lebih waktunya. Hanya itu saja ... Masya Allah ....

Maka, tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini kecuali dengan ijin Allah Ta'alla, yang telah menetapkan kisah atas diri masing-masing umat, 50.000 tahun sebelum umat diciptakan. Maka, bilamana segala keterbatasan ini menjadi amalan, semoga Allah ridho menjadikan ini hal yang mendatangkan manfaat bagi ayahandaku tercinta dan memudahkan segala urusannya dan sakitnya. Maka, bilamana segala kekhilafan ini termaafkan, cukuplah itu menjadi hadiah yang sangat indah atas segala ketidakberdayaanku di tengah-tengah ketetapan Allah yang ada padaku saat ini. Aamiin ... aamiin ... aamiin ... yaa Rabbal alamiin ...

Mensyukuri atas segala kesempatan yang menghampiri, atas pengertian semua sahabat di sekeliling, atas toleransi yang ekstra, semoga daku tergolong ke dalam orang-orang yang beruntung, mohon maaf lahir dan batin ....

Friday, 9 December 2016

WHY DO WE NEED PR ?

Kamis, 8 Desember 2016, paska Aksi Damai 212 menyisakan banyak pelajaran bagi semua pihak. Aksi Bela Islam yang digelar hari Jumat 2 Desember 2012 itu telah memberikan hikmah tidak saja bagi umat Islam Indonesia untuk semakin meningkatkan iman dan ketakwaannya, menyelaraskan hati, lisan dan perbuatannya tentang keimanannya serta meyakini secara kaffah tentang Rukun Iman dan Rukun Islam.

Aksi Bela Islam juga memberikan pelajaran berharga bagi kehidupan politik Indonesia bahwa betapa ada kekuatan yang jauh lebih besar dari sekedar kekuatan politis yang mampu menggerakan massa tanpa iming-iming imbal balik materi atau cenderamata yang selama ini menjadi "daya tarik" dunia politik Indonesia. Alih-alih cara yang demikian itu menghantarkan tingkat kematangan politik bangsa ini melalui cara-cara yang tidak patut dan menjadikan kehidupan politik sebagai hal yang sangat transaksional secara ekonomi.

Aksi Bela Islam pun mengajarkan kedisiplinan yang maha dasyat yang mampu dilakukan oleh massa. Aksi Bela Islam 212 lalu itu mampu menggerakan umat muslim untuk hadir dan memenuhi wilayah lapangan silang monas hingga cempaka putih, kawasan medan merdeka hingga jalan MH. Thamrin Jakarta, berdiam sejak subuh hingga lepas tengah hari. Hebatnya lagi, mereka semua  patuh dalam menjaga kebersihan, tertib dalam shalat, teduh dalam sikap serta komitmen secara masif tentang pengendalian diri dan emosi sehingga tidak terpancing pada gerakan agresif yang potensi akan terjadinya kerusuhan. Ya, mereka sungguh belajar dari Aksi Bela Islam sebelumnya, Aksi Damai 411 ....

Aksi Bela Islam tak urung membingungkan pelaku usaha, betapa begitu banyak logistic yang tersedia secara sukarela, tanpa banderol serupiah pun yang dikenakan kepada seluruh peserta Aksi Damai 212. Aksi Bela Islam ini justru menghadirkan sebaliknya, perkalian dari sedikit rupiah yang terbalas bertubi-tubi sebagai bayaran atas keikhlasan dan nawaitu yang tulus bagi siapapun yang rela membela agamanya, lila'hitala demi Allah ta'alla.

Dan kesemua hal yang sangat kompleks itu sungguh tidak mudah dilakukan dalam kondisi biasa, bilamana digerakkan oleh seorang manusia biasa. Memobilisasi manusia sedemikan banyaknya dengan persiapan begitu singkat, mengarahkan dengan tertib, mengendalikan perilaku, yang tentu bila dilakukan oleh sebuah event organizer, akan butuh extra effort untuk mewujudkan ini semua sebagaimana yang terjadi di hari Jumat 2 Desember 2016 lalu itu. Bayangkan, menghadirkan, menggerakkan dan mengendalikan jutaan orang dalam wilayah yang sangat luas, dalam kurun waktu kegiatan sangat lama, berjam-jam, diguyur hujan dan panas, tanpa protes dan putus asa sedikit pun.

LATAH SARI ROTI

Dari semua hal yang terjadi pada Aksi Damai 212 itu ada hal menarik menyoal pengadaan logistik yang dilakukan oleh banyak pihak secara suka rela alias gratis selama Aksi Bela Islam itu berlangsung. Banyak pihak juga peserta aksi itu sendiri yang sengaja menyempatkan diri untuk menyediakan makanan dan minuman bagi para peserta aksi yang telah mulai berdatangan dan berada di area aksi sejak sehari sebelum hari Jumat. Tak sedikit pula para pedagang kaki lima, bayangkan saja, pedagang kaki lima yang turut menyumbangkan barang dagangannya dan menyuguhkannya bagi para peserta aksi secara cuma-cuma, demi kecintaannya kepada Allah dan begitu besar keinginnya untuk dapat berjuang di jalan Allah sesuai dengan kemampuannya.

Maka di hari itu, konon ada seorang yang baik hati dengan niat yang sama, memborong sebuah gerobak roti (hawker tricycle) merek terkenal, dan berniat menyedekahkannya kepada para peserta aksi secara gratis. Maka dimintalah pedagang roti itu oleh si pembeli untuk memarkirkan gerobaknya di sekitar silang Monas dan memasang tulisan gratis agar para peserta aksi dapat menikmati roti tersebut secara cuma-cuma.

Namun apakah yang dilakukan oleh perusahaan roti dalam merespon kejadian tersebut ? PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk, produsen roti bermerek SARI ROTI yang diborong tersebut, justru merespon peristiwa itu dengan cara yang kontra produktif. Jadi pada hari Kamis, 8 Desember 2016, PT. Nippom Indosari Corpindo Tbk menerbitkan pengumuman melalui website resminya www.sariroti.com/post/berita-pers/pengumuman-1 mengklarifikasi kejadian tersebut. Pengumuman tersebut juga dikomunikasikan secara viral melalui aplikasi whatsapp yang  tersebar secara cepat dan meluas dalam waktu singkat di masyarakat. 

WHY DID THEY RESPONSE THAT WAY ?

Dari gejala yang berkembang, masyarakat telah menanggaapi secara negative, terkait bagaimana cara SR dalam menyikapi peristiwa ini. Upaya klarifikasi yang dilakukan SR meninggalkan kesan bahwa SR telah mereponnya secara berlebihan. Hal ini terbukti dengan respon yang ditunjukkan masyarakat luas yang cenderung apriori terhadap isi pesan yang disampaikan dalam pengumuman. Masyarakat bahkan telah tiba pada keputusan untuk melakukan boikot dan enggan membeli produk mereka lagi. Yang lebih buruk lagi adalah masyarakat saling memberikan himbauan untuk melakukan boikot ini secara massive.

Ada beberapa hal yang mungkin melatarbelakangi mengapa SR menyikapi peristiwa tersebut dengan cara yang begitu kering. Mungkin, PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk merasa perlu menyikapi hal ini karena didorong oleh rasa khawatir akan dituduh berpihak pada Aksi Bela Islam oleh komunitasnya. Mengapa khawatir, mungkin PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk dimiliki oleh pengusaha non muslim. Bagaimanapun tentu para pengusaha ini memiliki komunitas usaha tersendiri untuk kelancaran bisnisnya. Nah, bisa jadi hal inilah yang mendasari kekhawatiran PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk dalam memutuskan untuk merespon kejadian ini. Bila hal ini alasannya, bagaimanapun kekhawatiran yang dirasakan PT. Nippon Indosari Corpindo pun sungguh sangat bisa dimengerti tho ?

Tapi  persoalannya, mengapa PT. Nippon Indosari Corpindo merespon dengan cara seperti itu ? Mengapa merespon dengan bahasa yang begitu kering ? Nah, bila ini perkaranya, mungkin PT. Nippon Indosari Corpindo tidak mempunyai Public Relations atau fungsi manajemen komunikasi yang melembaga (state of being) dalam struktur organisasinya. Besar kemungkin mereka memiliki fungsi pamasaran dan penjualan atau bahkan periklanan. Namun fungsi komunikasi adalah fungsi manajemen yang berbeda dengan pemasaran dan penjualan. Keberadaan fungsi PR yang melembaga menjadi salah satu parameter tingkat kematangan organisasi mengenai betapa pentingnya fungsi PR bagi organisasi, terlebih bagi perusahaan retail seperti produsen SR ini.

Iya, Public Relations atau PR itu salah satu fungsi manajemen yang melakukan komunikasi kepada publik internal dan eksternal secara timbal balik atau 2 (dua) arah (two ways communication) agar terbentuk hubungan yang saling menguntungkan dan terwujudnya reputasi yang terpercaya.

Mengamati pesan yang dikomunikasikan SR melalui pengumuman resminya terkait dengan terdistribusinya produk SR pada Aksi Bela Islam 212 lalu memang terasa adanya ketegangan pada pesan yang disampaikan. Pesan yang tertulis begitu tegas, lugas, dengan "suhu" yang relatif tinggi. Padahal, kejadian tersebut sama sekali tidak berpotensi merugikan secara material bagi SR. Justru sebaliknya berpeluangkan meningkatkan dan menguatkan reputasi SR, seandainya mereka memahami ....

Sayangnya, SR justeru lebih mengkhawatirkan hal lain yang mungkin tidak terlihat jelas di mata pelanggan. Terkesan, SR kurang memahami konteks kegiatan usahanya di Indonesia. Bagaimana SR merespon kejadian ini memperlihatkan betapa SR seperti tidak menyadari bahwa sesungguhnya SR telah berhasil membangun kesadaran akan merek (brand awareness) di mata publik. Terbukti, donator yang memborong segerobak tersebut memilih SR bukan merek lain.

Padahal sebut saja merek "L" adalah pemain lama dalam bisnis roti yang juga memiliki model jualan menggunakan gerobak. Kompetitor SR ini juga berlabel halal serta memiliki tekstur roti ala roti jadul yang bisa jadi lebih sehat karena batas waktu kadaluwarsa yang relatif lebih cepat ketimbang roti produk SR. Tapi lihatlah betapa sang donator memilih SR, karena SR sudah berhasil membangun brand awareness itu tadi ....

Bilamana SR memahami konteks usahanya di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah Islam, maka SR akan jauh lebih memahami bagaimana merespon kejadian terdistribusinya produk SR pada Aksi Bela Islam 212 lalu. Artinya, bila SR memahami konteks, maka SR akan mengemas pengumumannya dengan bahasa yang lebih lembut, tidak dengan ketegangan, emosional serta suhu tinggi yang begitu terasa pada kalimat demi kalimat yang tersusun dalam pengumuman yang disampaikan.

Seandainya SR memahami konteks, seharusnya SR sangat diuntungkan dengan kejadian ini. Karena seandainya SR memahami konteks, tentu SR telah mengerti dan mempunyai social mapping tentang pemangku kepentingan (stakeholder)nya. Seandainya SR memahami konteks, SR bisa "memanfaatkan" kejadian ini sebagai iklan gratis untuk semakin memperkuat reputasinya, mengantarkannya sebagai dominant player, leader market yang reputable. Sayang SR tidak memahami hal itu, maka SR pun menuai akibatnya. Publik memboikot dari belanja produk SR dan beralih ke merek lain. Sayangnya ....

KENAPA HARUS PR

Karena PR berbeda dengan pemasaran (marketing) dan penjualan (sales). Karena PR adalah fungsi strategis yang memikirkan urusan komunikasi dan interaksi organisasi atau perusahaan dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder). Karena PR akan mempertimbangkan kapan bicara, bagaimana bicara, siapa bicara, melalaui apa bicara, di mana bicara, dst. dengan memperhatikan banyak aspek.

Karena PR bekerja berdasarkan data dan riset. Artinya berdasarkan data dan hasil riset itulah PR dapat memutuskan, berinteraksi dengan tetap berorientasi dengan publik yang dihadapinya, sesuai kharakternya. 

Sayangnya kini SR menghadapi krisis akibat kecerobohannya. Lambatnya SR dalam menyikapi kasus ini semakin memperburuk situasi yang dihadapi SR saat ini. Mungkin isu di permukaan tidak lagi terlalu sepanas di hari-hari sebelumnya. Namun di tingkat penjualan, SR bisa jadi mengalami penurunan drastis dengan himbauan yang telah beredar begitu luas di masyarakat untuk memboikot produk SR.

That's why we do need PR. Let PR handle it. Don't underestimate PR function. Legal approach always impact worse instead solve any crisis that is happened within the organization. Remember Prita's case with Omni Hospital couple years ago that is tried to be solved by legal approach ? They didn't make it at all.

Because PR shouldn't be lie. PR should be honest. PR works base on human relations. That's the thing that makes PR different to other function. Hence, better SR response the crisis and ask the expert to help them in order to recover their reputation immediately. Better SR not fight to the netizen. Better SR say sorry for its inconvenience response before and admit it as a misscommunication instead stay defend and keep the distance with its valuable customer. What do you think ?

Have a nice weekend everyone ... !!!

Wednesday, 19 March 2014

ANALISA DATA PENELITIAN KUALITATIF

Pada sebuah penelitian, kegiatan menyediakan, mengumpulkan dan memilah data adalah kegiatan yang sangat membutuhkan konsentrasi tinggi. Memang, setiap tahapan dalam penelitian adalah sama pentingnya. Hanya saja, pada tahap ini agak membutuhkan ketekunan.

Nah, dalam penelitian kualitatif, data dapat diperoleh dalam berbagai bentuk antara lain sebagai berikut :
1. Catatan yang dibuat saat melakukan observasi atau pengamatan;
2. Transkrip wawancara;
3. Dokumen;
4. Catatan harian (diary)
5. Jurnal

Selanjutnya, seluruh data dikompilasikan menjadi sebuah data besar selama pelaksanaan studi atau penelitian. Mengorganisir, menganalisa dan mengolah data menjadi rasional  merupakan sebuah tantangan khusus bagi para peneliti yang menggunakan metode kualitatif.

Berbeda dengan pendekatan kuantitatif yang menunggu hingga semua data terkumpul baru kemudian dilakukan analisis, pada studi kualitatif, analisa data dilakukan sejak awal pada proses pengumpulan dan berlanjut selama proses penelitian berlangsung.

Sementara pada penelitian kuantitatif, umumnya penelitian mengikuti pola deduktif dalam analisis datanya : Jadi hipotesis dikembangkan pada awal penelitian, baru kemudian data relevan dikumpulkan dan dianalisis untuk menentukan apakah hipotesis terpenuhi atau tidak.

Sebaliknya, para peneliti kualitatif menggunakan metode induktif : data dikumpulkan sesuai beberapa topic dan dikelompokkan dalam kategori yang layak dan sesuai, jadi penjelasan dimunculkan dari data itu sendiri.


MENYIAPKAN DATA

Untuk memfasilitasi bekerja dengan sejumlah besar informasi dalam menyimpulkan data pada analisis kualitatif, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :

1. Mengorganisir semua informasi secara sementara. Maksudnya, data yang ada disusun secara kronologis menurut tahapan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi selama penyelidikan/penelitian;

2. Memberi tanda atau kode setiap data atau informasi yang ada untuk mengenali nara sumbernya. Jadi harus dibuat banyak salinan dari catatan, transkrip dan dokumen lainnya;

3. Mengatur persiapan system kategori. Kategori-kategori ini mungkin dikembangkan dari data itu sendiri atau disarankan dari riset atau teori sebelumnya. Banyak peneliti memilih untuk melakukan persiapan pada data dan mencatat jenis kategori-kategori dalam kelompok tertentu.

4. Menyiapkan software atau program yang akan membantu mengorganisir data secara komputerisasi.

Secara teknis, banyak peneliti kualitatif lebih suka untuk memiliki ruangan khusus yang secara khusus disesusaikan untuk menganalisa data kualitatif. Biasanya ruangan tersebut memiliki petunjuk luar ruang atau persiapan lainnya untuk memperlihatkan data kualitatif secara visual. Semua sumber data dapat dengan mudah diperoleh. Kondisi semacam ini biasanya sangat membantu bagi beberapa anggota peneliti saat mereka bekerja dalam kelompok karena akan sangat efisien menampilkan data yang sama yang dapat disaksikan oleh banyak orang secara bersamaan.

Jadi, para peneliti adalah alat utama dalam pengumpulan dan analisa data kualitatif sehingga harus melakukan persiapan sebelum memulai penelitian. Maykut & Morehouse (1994) menggambarkan proses persiapan ini sebagai "epoche" yaitu sebuah proses di mana peneliti mencoba untuk menghilangkan atau setidaknya menjadi lebih menyadari kerugian atau kelemahan, sudut pandang, atau asumsi yang mungkin mempengaruhi analisa. Epoche membantu peneliti untuk memberikan sudut pandang pribadi sehingga fenomena atau gejala yang ditemui selama penelitian berlangsung dapat terlihat atau muncul dengan sendirinya.


TEKNIK ANALISIS

Pada dasarnya data kualitatif dapat dianalisa dengan banyak teknik berbeda. Namun ada 2 (dua) teknik yang paling dikenal :

1. CONSTANT COMPARATIVE TECHNIQUE

Menurut Glaser & Strauss (1967) dan dilanjutkan oleh Lincoln & Guba (1985), teknik ini terdiri dari 4 (empat) langkah :

1.1. Perbandingan peran dari peristiwa-peristiwa pada kategori-kategori;
1.2. Merinci dan memastikan kategori-kategori;
1.3. Mencari hubungan-hubungan dan tema-tema di antara kategori-kategori;
1.4. Menyederhanakan dan mengintegrasikan data pada struktur teori yang kuat



2. ANALYTICAL INDUCTION TECHNIQUE

Teknik analytical induction strategy merupakan gabungan konstruksi hipotesis dan data analisis. Menurut Stainback & Stainback (1988) menjelaskan langkah - langkah pada teknik ini :

2.1. Menetapkan sebuah topic dari sebuah hipotesis yang menarik & berkembang/dinamis;
2.2. Studi pada sebuah kasus untuk melihat apakah hipotesis terbukti. Bila tidak terbukti, rumuskan ulang;
2.3. Studi pada kasus-kasus lain hingga hipotesis dalam kondisi pasti;
2.4. Melihat pada 'kasus-kasus negatif' yang mungkin memunculkan kesimpulan terbalik dari hipotesis yang ada. Formulasi ulang hipotesis;
2.5. Lanjutkan hingga hipotesis cukup teruji.

Bahan : Mass Media Research an Introduction, Wimmer & Dominick

TUJUAN DAN FILOSOFI METODE PENELITIAN KUALITATIF

Para peneliti muda seringkali ipusingkan oleh pertanyaan yang sama manakala akan memulai sebuah penelitian. Metode peneliitian apa yang harus dipilih, metode kualitatif-kah atau kuantitatif ? Berikutnya, tak jarang para peneliti muda pun terburu-buru dalam menentukan metode penelitian yang akan dilakkukannya, tanpa memperhatikan obyek penelitian yang akan dilakukan.

Padahal, belum tentu obyek penelitian yang dilakukan cocok menggunakan metode penelitian yang dipilih. Alih-alih menganggap satu metode penelitian lebih mudah dilakukan dibandingkan metode yang lain, namun faktanya kebanyakan di antara peneliti mengalami kerancuan dalam hal ini lebih disebabkan karena kurang memahami tujuan dan filosofi penelitian ayang akan dilakukannya.

Maka sangatlah penting bagi para peneliti untuk selalu belajar dan mengetahui tujuan dan filosofi metode penelitian yang ada sehingga dapat menentukan metode penelitian secara layak, sesuai kebutuhan.


FILOSOFI KUALITATIF

Menurut Potter (1996), tidak ada definisi yang secara umum dapat diterima perihal kualitatif. Kata 'kualitatif' telah mulai digunakan untuk mengacu pada hal-hal berikut :

1. Filosofi lebih luas dan pendekatan pada riset;
2. Sebuah metodologi riset;
3. Teknik riset khusus

Menurut Nueman (1997) dan Blaikie (1993), ada 3 (tiga) pendekatan berbeda pada penelitian social. Ketiganya mewakili sebuah model atau paradigm dalam penelitian, serangkaian teori yang dapat diterima, prosedur dan asumsi tentang bagaimana para peneliti melihat dunia. Paradigma berdasarkan aksioma atau pernyataan yang secara universal diterima sebagai kebenaran. Pradigma menjadi penting karena berkaitan  dengan seleksi atau pemilihan dalam metode penelitian.

1. POSITIVISTIK (OBYEKTIVISME)

Adalah paradigma tertua dan masih digunakan secara luas dalam riset media massa. Diperoleh dari tulisan-tulisan filsuf seperti Comte & Mill, positivistic adalah paradigm yang paling sering digunakan dalam ilmu alam. Saat ilmu social dikembangnkan, para peneliti memodifikasikan teknik ini untuk kepentingan mereka. Paradigma positivistic meliputi konsep sebagai kuantifikasi, hipotesis dan mengukur obyek.


2. INTERPRETATIF (INTERPRETIF)

Penafsiran ilmu social diawali oleh Max Weber & Wilhelm Dilthey. Tujuan dari paradigma ini untuk mengetahui bagaimana perilaku alamiah keseharian manusia dalam memaknai dan mengintepretasikan setiap kejadian di lingkungan mereka.

Paradigma ini begitu popular pada riset media massa selama decade 1970-an dan 1980-an kemudian memperoleh kemajuan pesat pada 1990-an.


3. KRITIS

Paradigma kritis menggambarkan penggunaan model analisis pada kehidupan manusia. Para peneliti kritis tertarik pada konsep distribusi kekuatan (kekuasaan) dalam masyarakat dan ideology politik.


Paradigma Positivistik berbeda dari Paradigma Interpretatif pada 3 (tiga) dimensi :

1. Dua metode memiliki realitas filososfi yang berbeda. Bagi peneliti positivistic, realitas adalah obyektif; keberadaannya terpisah dari para peneliti dan dapat dilihat oleh semua orang yang lain. Dengan kata lain, hal itu berada di luar.

Sementara bagi peneliti interpretative, tidak ada realitas tunggal. Masing-masing pengamat (observer) menciptakan realitas sebagai bagian dari proses penelitian. Realita adalah subyektif dan keberadaannya hanya dalam referensi bagi observer.

Menurut peneliti interpretative, keberadaan realitas hanya bagi observer. Sebaliknya peneliti posistivistik meyakini bahwa realita dapat dibagi dalam komponen bagian-bagian, dan pengetahun mengenai ini semua diperoleh dengan mengamati masing-masing bagian tersebut.

Sementara peneliti interpretative menguji seluruh proses, meyakini bahwa realita adalah holistik, meneyeluruh dan tidak dapat dibagi-bagi.


2. Kedua metode memiliki sudut pandang berbeda dari setiap individu. Peneliti positivistik meyakini semua manusia pada dasarnya mirip dan melihat kategori-kategori umum untuk menyimpulkan perilaku atau perasaan mereka. Sementara peneliti interpretative meyakini bahwa manusia pada dasarnya berbeda dan tidak dapat dikotak-kotakan.

3. Peneliti positivistik bertujuan untuk menjeneralisasikan hukum umum perilaku dan menjelaskan banyak hak hal pada banyak dimensi. Sebaliknya, peneliti interpretative berusaha untuk menghasilkan penjelasan khusus tentang situasi atau individu tertentu. Jadi, bila peneliti positivistik berkonsentrasi pada area yang lebih luas, maka peneliti interpretative berkonsentrasi pada area yang lebih mendalam.



5 PERBEDAAN PENDEKATAN POSITIVISTIK vs INTERPRETATIF

Perbedaan praktis di antara ketiga pendekatan yang mungkin paling sering ditemui dalam proses penelitian. Kelima area penelitian besar berikut memperlihatkan perbedaan nyata antara pendekatan positivistik dan interpretative.

1. Peran peneliti

Positivistik mengupayakan obyektivitas dan dibedakan dalam data. Sementara interpretative adalah bagian integral dari data, kenyataannya tanpa partisipasi aktif peneliti, tidak ada data yang tersedia.

2. Disain

Bagi positivistik, disain dari sebuah studi dibatasi sebelum dimulai. Pada riset interpretative, disain meningkat selama proses penelitian; hal ini bias disesuaikan atau diubah sebagai progress penelitian.

3. Setting

Peneliti positivistik mencoba membatasi pencemaran dan kekacauan variable-variable dengan melakukan penyelidikan dalam kendali tertentu. Peneliti interpretative melakukan studi lapangan, kondisi lingkungan alam sekitar, mencoba memotret pergerakan normal dari setiap kejadian tanpa mengendalikan variable-variable tambahan.  

4. Alat ukur

Pada penelitian positivistik, keberadaan alat-alat ukur terpisah dari peneliti; pihak lainlah yang menggunakan data dalam penelitian. Pada penelitian interpretative, peneliti adalah alat; tidak ada individu yang dapat menggantikan. 

5. Kerangka teori

Bila peneliti posistivistik menggunakan penelitian untuk menguji, mendukung, atau menolak sebuah teori, Peneliti Interpretatif mengembangkan teori sebagai bagian dari proses penelitian - teori adalah data yang diarahkan dan digabungkan sebagai bagian dari proses penelitian, meningkat, bekembang dari data yang mereka kumpulkan.



DEFINISI RISET KUALITATIF

Bila penelitian kualitatif menggunakan sample dalam jumlah sedikit sehingga membatasi kemampuan peneliti dalam memberlakukan secara umum hasil penelitian dari seluruh populasi, kenyataannya adalah hal yang mudah untuk menambah jumlah sampel untuk menghindari masalah ini.

Bila jumlah sampel yang digunakan besar, maka perbedaan antara riset kualitatif dan kuantitaif harus berkaitan dengan hal-hal lainnya. Jadi penting untuk mengetahui perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif :

A. Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan melalui pertanyaan-pertanyaan yang fleksibel. Walaupun dasar rangkaian pertanyaan didisain untuk memulai proyek penelitian, namun peneliti dapat mengubah pertanyaan-pertanyaan tersebut atau menanyakan pertanyaan yang bersifat penyelesaian masalah kapan pun.

B. Penelitian Kuantitatif

Penelitian kuantitaif menggunakan pertanyaan-pertanyaan statis/tertutup atau standart Seluruh responden disodori pertanyaan yang sama. Wwalaupun pertanyaan yang bersifat penyelesaian masalah dapat didisain ke dalam daftar pertanyaan atau kuesioner, namun harus termasuk dalam daftar pertanyaan atau alat ukur sebelum proyek penelitian dimulai.


Walaupun penelitian kualitatif bisa jadi merupakan sebuah cara yang luar biasa dalam mengumpulkan dan menganalisa data, namun peneliti harus ingat bahwa hasil dari sejumlah studi memiliki keterbatasan interpretasi. Jadi, peneliti yang tertarik untuk menyimpulkan hasil secara umum harus menggunakan data yang besar atau mempertimbangkan metode yang lain.

Pada banyak kasus, penelitian kualitatif menggunakan sedikit sample - responden atau unit penelitian yang berarti tidak mewakili seluruh populasi di mana sampel tersebut diambil.

Penelitian kualitatif adalah sebuah alat penelitian media massa yang sangat bermanfaat bila batasannya diketahui.

Nah, seringkali peneliti terlalu terburu-buru menentukan pendekatan penelitian yang akan digunakan tanpa memperhatikan kebutuhan dan kondisi yang ada. Pada dasarnya sebuah penelitian dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kemampuan peneliti tanpa mengurangi kelayakan yang disyaratkan dalam penelitian itu sendiri. Perkaranya kini, kepada peneliti untuk mau mempelajari dan mengenali dengan seksama hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitiannya.

Sekali lagi, jangan takut dengan sebuah penelitian. Penelitian selalu menyenangkan dan menantang. Penelitian melatih kedisiplinan, ketekunan, keseriusan dan kesensitivitasan manusia dengan lingkungan yang ada. Selamat bekerja !

Monday, 17 March 2014

SAMPLING

Sampling adalah sebuah hal yang tak bisa dipisahkan dari sebuah penelitian. Secara sederhana, sampling adalah proses pengambilan sample (contoh) atau keterwakilan dari sebuah populasi obyek penelitian. Gampangnya, pada saat peneliti akan meneliti kharakteristik calon legislative (caleg) DPR RI, tentu peneliti tidak meneliti seluruh caleg yang ada. Bilamana hal itu dilakukan maka disebut sensus. Namun bilamana penelitian hanya dilakukan pada sebagian dari keseluruhan jumlah caleg, maka sebagian jumlah itulah yang disebut sample. Sementara proses menentukan sample itulah yang disebut sampling ....

POPULASI DAN SAMPEL

Sebuah POPULASI adalah sekelompok atau kelas dari subyek, variable, konsep atau fenomena (gejala). Sebuah proses yang menguji (meneliti) setiap anggota dari sebuah populasi disebut sensus.

Pengujian terhadap seluruh anggota populasi tidak dapat dilakukan karena terkendaa oleh waktu dan sumber daya. Studi terhadap setiap anggota populasi juga membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan kenyataannya dapat mengacaukan penelitian karena pengukuran terhadap sejumlah besar obyek yang diuji seringkali mempengaruhi kualitas pengukuran.

Sebuah SAMPLE adalah sebuah bagian dari populasi sebagai perwakilan dari keseluruhan populasi. Hal terpenting dalam pengertian ini adalah "perwakilan". Sebuah sampel bukan perwakilan dari populasi tanpa memperhatikan besaran jumlahnya, hal tersebut tidak cukup untuk menguji tujuan-tujuan penelitian karena hasilnya tidak dapat digeneralisasikan. Jadi, bila sebuah sampel dipilih menuruh petunjuk yang sesuai dan itu mewakili populasi, maka hasil dari studi menggunakan sampel tersebut dapat digeneralisasikan atau menggambarkan populasi.


PROBABILITY & NON PROBABILITY SAMPLES

A. PROBABILITY SAMPLE adalah sampel yang dipilih menurut panduan matematis yang mana peluang setiap unit untuk pemilihan diketahui.

B. NON PROBABILITY SAMPLE adalah sample yang tidak mengikuti panduan peluang matematis.


TIPS MENENTUKAN TEKNIK SAMPLING
Terdapat 4 (empat) hal penting yang harus dipertimbangkan saat memutuskan apakah menggunakan sebuah probability atau non probability sample, yaitu :

1. TUJUAN PENELITIAN (PURPOSE OF THE STUDY)

Beberapa studi penelitian didisain bukan untuk menggambarkan secara umum kondisi populasi (generalize) namun lebih untuk meneliti variable hubungan atau menggali  data lebih dalam (explor) untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan atau alat ukur. Nonprobability sample seringkali lebih cocok untuk situasi tersebut.

2. BIAYA dan NILAI (COST VERSUS VALUE)

Sampel harusnya menghasilkan nilai terbesar dari investasi terkecil. Bila biaya probability sasmple terlalu besar berkaitan dengan jenis dan kualitas dari informasi yag dikumpulkan, maka nonprobability sample adalah pilihan yang memungkinkan.

3. BATAS WAKTU (TIME CONSTRAINTS)

Banyak kasus di mana peneliti mengumpulkan data awal bekerja di bawah tekanan batas waktu oleh agen pembiayaan (sponsor agencies), arahan manajemen atau panduan publikasi. Manakala probability sampling seringkali membutuhkan waktu, maka nonprobability sampling mungkin memenuhi kebutuhan secara sementara.

4. BESAR tingkat KESALAHAN yang DITERIMA (AMOUNT of ACCEPTABLE ERROR)

Pada beberapa studi awal percontohan, di mana kendali atas kesalahan tidak terlalu dipertimbangkan, maka nonprobanility sample biasanya cukup sebagai pilihan.

Walaupun nonprobability sample tampaknya mungkin memenuhi kriteria pada beberapa kasus, namun seringkali yang terbaik adalah menggunakan probability sample, bila studi dilakukan untuk menjawab sebuah pertanyaan penelitian yang penting, atau sebuah hipotesis dan hasilnya akan digeneralisasikan untuk menggambarkan seluruh populasi.


JENIS - JENIS NONPROBABILITY SAMPLES

1. AN AVAILABLE SAMPLE (CONVENIENCE SAMPLE)

An available sample adalah sebuah sekumpulan (sampel) dari subyek yang tersedia dengan mudah ntuk diakses sebagai bahan penelitian, contohnya sekeleompok pelajar yang terlibat dalam kursus media massa atau para pengunjung mall. 

Walaupun available sample dapat sangat berguna dalam eksplorasi pengumpulan informasi dan mungkin menghasilkan data yang sangat bermanfaat secara cepat, namun sampel yang ada potensi bermasalah karena  kualitas penyimpangan sampelnya (sampling error) tidak dapat diketahui. 

An available sample adalah subyek perdebatan sengit pada banyak penelitian. Kritikan berpendapat bahwa terlepas dari hasil apa yang disimpulkan, available sample tidak mewakili populasi karenanya tidak memiliki validitas eksternal

2. A VOLUNTEER SAMPLE

A volunteer sample juga merupakan bentuk dari nonprobability sample.Rosenthal & Rosnow (1969) mengidentifikasi karakteristik subyek-subyek volunteer didasarkan pada beberapa studi dan menemukan pada beberapa subyek, dalam perbandingan dengan nonvolunteer, cenderung memperlihatkan tingkat pendidikan lebih tinggi, status jabatan pekerjaan lebih tinggi, kebutuhan untuk disetujui lebih besar, tingkat intelejensia lebih tinggi dan tingkat otoriterisme lebih rendah. Dengan kata lain, mereka lebih social, tidak konvensional, lebih sebagai anak pertama dan lebih muda.

Karakteristik ini artinya bahwa penggunaan volunteer sample mungkin secara signifikan membiaskan hasil studi penelitian dan mungkin menyebabkan ketidaktepatan (akurasi) perkiraan  dari parameter-parameter keragaman populasi (Rosenthal & Rosnow, 1969).


3. A PURPOSIVE SAMPLE

Purposive sample adalah subyek atau unsur-unsur terpilih dengan karakteristik atau kualitas tertentu dan menghilangkan yang tidak memnuhi kriteria yang telah ditentukan. Pruposive sampling seringkali digunakan pada studi periklanan di mana peneliti memilih subyek yang menggunakan jenis dari produk tertentu dan menanyakan pendapat mereka untuk membandingkan dengan sebuah produk baru.

4. A QUOTE SAMPLE

Subyek dipilih untuk memenuhi batas alokasi atau persentasi tertentu.

JENIS-JENIS PROBABILITY SAMPLES

1. SIMPLE RANDOM SAMPLE

Simple random sampling adalah sampel di mana setiap subyek atau unit dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Bila sebuah subyek atau unit diambil dari populasi dan dihilangkan dari seleksi berikutnya, maka prosedur tersebut dikenal sebagai random sampling without replacement, atau sampel acak tanpa penggantian.

Ada 2 (dua) hal yang harus diperhatikan dalam prosedur ini :
1. Setiap unit atau subyek dalam populasi harus memiliki peluang yang sama untuk dipilih;
2. Prosedur pemilihan harus bebas dari intervensi subyektivitas peneliti.

Tujuan dari random sampling adalah mengurangi kesalahan sampling (sampling error).

2. SYSTEMATIC RANDOM SAMPLE

Systematic random sampling yaitu sampel yang mana diperoleh setiap hitungan dengan selisih tertentu dari sebuah populasi. Artinya, setiap sampel dipilih dengan mekanisme penentuan selisih atau interval tertentu antara sampel pertama ke sampel kedua, ketiga, dan seterusnya.

Systematic random sampling biasanya digunakan pada penelitian media massa. Bila dibandingkan dengan simple random sampling, mekanisme ini menghemat biaya, waktu dan sumber daya (usaha). Tingkat akurasi dari prosedur systematic random sampling tergantung dari kecukupan dari sampling frame, atau kelengkapan daftar unit atau satuan dalam keseluruhan populasi.

Satu masalah terbesar berkenaan dengan systematic random sampling adalah periodisitas yang mana pengaturan atau perintah pada unit dalam daftar populasi dapat menyebabkan bias atau penyimpangan dalam proses seleksi.


3. STRATIFIED SAMPLE

A stratified sampling adalah pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan perwakilan yang cukup dari subsample. Karakteristik dari subsample (strata atau segmen) termasuk di dalamnya adalah : usia, gender, agama, tingkat pendapatan bahkan individu yang mendengarkan stasiun radio atau membaca majalah tertentu.

Stratified sampling menjamin bawa sebuah sample diambil dari kemiripan sebagian dari populasi, yang mana populasi memiliki kemiripan karakter. Homogenitas membantu peneliti dalam mengurangu tingkat kesalahan proses pengambilan sampel.

Stratified sampling dapat diaplikasikan pada 2 (dua) cara berbeda :
3.1. Proportionate stratified sampling;
3.2. Dispproportionate stratified sampling.

4. CLUSTER SAMPLE

Prosedur sampling pada umumnya adalah untuk memilih sebuah unit atau subyek pada waktu yang bersamaan, namun hal ini mensyaratkan peneliti untuk memiliki daftar populasi secara lengkap. Dalam beberapa kasus, tidak ada cara untuk memperoleh daftar tersebut. Satu cara untuk menghidari masalah tersebut adalah untuk memilih sampel dalam kelompok atau kategori, prosedur inilah yang disebut dengan cluster sampling.

Cluster sampling menghasilkan 2 (dua) kemungkinan kesalahan :
4.1. Kesalahan dalam menentukan pengenalan cluster;
4.2. Kesalahan dalam memilih dari cluster

Untuk membantu mengendalikan terhadap kesalahan ini, yang terbaik adalah untuk menggunakan area atau cluster yang kecil serta mengurangi jumlah unsur pada masing-masing cluster dan memaksimalkan jumlah cluster yang dipilih.

Pada banyak studi internasional, para peneliti menggunakan format cluster sampling  disebut multistage sampling, di mana individual pemilik rumah atau perseorangan (bukan kelompok) yang dipilih.


SAMPLE SIZE

Besaran jumlah sampel yang disyaratkan dalam sebuah studi penelitian tergantung sedikitnya satu atu lebih dari 7 (tujuh) factor-factor berikut :

1. Jenis proyek penelitian;
2. Tujuan proyek penelitian;
3. Kerumitan proyek penelitian;
4. Toleransi jumlah tingkat kesalahan/penyimpangan;
5. Batas waktu;
6. Anggaran biaya;
7. Penelitian sebelumnya dalam area yang sama.

MENENTUKAN BESARAN SAMPEL
Ada beberapa panduan prinsip-prinsip umum peneliti dalam membatasi besaran sampel yang diterima. Panduan ini tidak didasarkan pada teori matematis atau statistic, namun berguna sebagai hal-hal awal yang penting pada banyak kasus.

1. Pertimbangan utama dalam menentukan ukuran sampel digunakan dalam metode penelitian;
2. Para peneliti seringkali menggunakan sampel 50, 75 atau 100 per kelompok. Dasar gambaran ini digunakan untuk melihat kembali jumlah total sampel. Artinya, hal ini sangat relative dan tidak berlaku secara kaku;
3. Pertimbangan biaya dan waktu selalu mengendalikan ukuran sampel;
4. Studi multivariate selalu mensyaratkan sampel lebih besar daripada studi univariate karena mereka melibatkan analisa multiple rensponse data;
5. Pada studi panel, lokasi pusat pengujian, focus grup dan praseleksi proyek, para peneliti harus selalu memilih sampel lebih besar dibandingkan yang sesungguhnya disyaratkan. Hal ini untuk menggantikan sampel yang tidak dapat digunakan karena berbagai alasan;
6. Gunakan informasi yang tersedia pada publikasi-publikasi penelitian;
7. Umumnya, lebih besar sampel adalah lebih baik.

Jadi, hati-hatilah dalam melakukan penelitian. Ingat kebenaran sebuah penelitian terletak pada kepatuhan dalam memenuhi ketentuan dalam setiap tahap dari seluruh rangkaian metode yang ada, termasuk dalam penentuan sampel. Maka bila peneliti keliru dalam menentukan prosedur sampling, tentulah hasil penelitian menjadi bias.

Tak usah takut dengan sebuah metode penelitian. Penelitian adalah sebuah kegiatan yang menyenangkan. Dan ingat, masih sangat jarang tenaga ahli peneliti di Indonesia. Bilamana seorang peneliti konsisten dengan metode penelitian yang tengah dijalaninya, seringkali akan menemui hal-hal yang mengejutkan dan menarik dari data yang diolahnya. Jadi, selamat meneliti ilmuwan muda Indonesia !

Sumber : Mass Media Research an Introduction, by Roger D. Wimmer & Joseph R. Dominick

Tuesday, 11 March 2014

LAGI-LAGI SKKNI

Bagi pelaku kegiatan komunikasi khususnya kehumasan, Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia atau disingkat SKKNI Bidang Kehumasan rasanya bukanlah sebuah hal yang baru lagi. Namun, sejak disahkan SKKNI Bidang Kehumasan ini pada tahun 2008 lalu, nasib SKKNI Bidang Kehumasan ini sungguh membingungkan. Adakah yang menyadari betapa tak jelasnya aturan, regulasi, mekanisme, whatever, di Negara Indonesia tercinta ini ? Maka bila Ilmu Kehumasan tak bisa menjadi tuan rumah di profesinya sendiri, bisa jadi inilah penyebabnya ....

SKKNI RIWAYATMU DULU
Konon dulu SKNNI disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) pada 2008 lalu oleh sebuah tim yang terdiri dari berbagai unsur. Tim Penyusun terdiri dari para akademisi, praktisi dan juga jajaran Kementrian Kominfo. Namun anehnya, setelah SKKNI Bidang Kehumasan rampung disusun dan telah disahkan dan terdaftar di Departemen Tenaga Kerja, panduan penting itu tak kunjung berfungsi sebagaimana seharusnya.

Tak ada pula sosialisasi gencar yang menyebarluaskan keberadaan SKKNI Bidang Kehumasan ini pada bidang-bidang terkait, baik dunia kerja maupun pada institusi-institusi pendidikan. Padahal SKKNI Bidang Kehumasan ini bisa jadi adalah salah satu SKKNI yang paling relevan dengan Kementrian yang mempunyai akses paling mudah dan luas untuk melakukan proses sosialisasi itu, Kementrian Kominfo, tetapi mengapa tidak ya ?

SKKNI PUNYA SIAPA ?
Tiba-tiba, setelah lima tahun bergulir, sebuah organisasi profesi menyelenggarakan Sertifikasi Bidang Kehumasan dan sebuah buku mengenai SKKNI Bidang Kehumasan pun diluncurkan di sebuah acara bedah buku oleh organisasi profesi tersebut tak lama setelah lebaran 2013 lalu.

Etikanya, SKKNI adalah menjadi kewenangan pemerintah. Maka yang berhak melakukan sertifikasi atas profesi bidang tersebut dengan sendirinya adalah pemerintah. Kalaupun, adalah pihak ketiga yang kemudian berwenang melakukan sertifikasi tersebut, tentulah harus seijin dan atau atas nama pemerintah.

Berikutnya, bila seorang praktisi humas, merampungkan gelar kesarjanaannya di bidang kehumasan, menyelesaikan gelar masternya juga kehumasan atau komunikasi, kemudian mengikuti sertifikasi SKKNI Bidang Kehumasan ini, dan diberikan materi serta diuji oleh mereka yang sama sekali tidak memiliki latar belakang akademis ilmu komunikasi khususnya bidang kehumasan, lalu bagaimana pertanggungjawabannya ? Akankah mereka yang notabene secara akademis dan pengalaman sudah memiliki kualifikasi yang layak akan membiarkan pihak lain mengujinya, tidakkah itu sebuah pelecehan atas ilmu pengetahuan dan profesi ?

BUSINESS IS BUSINESS
Akhirnya, tiga kata sakti itulah kuncinya, business is business. Profesi kehumasan adalah profesi yang sangat menarik, menjanjikan, tapi sekaligus terlihat glamour, mudah, menyenangkan, ditambah kharakter profesi itu sendiri yang sangat terbuka dan multi disipliner, membuat profesi humas seringkali menjadi pelecehan oleh banyak pihak.

Cobalah simak setiap lowongan pekerjaan bagi profesi humas, begitu longgar kriteria yang disyaratkan. Apa bedanya dengan profesi akuntan, pengacara, dsb. Mengapa akuntan hanya boleh diisi oleh mereka yang benar-benar merampungkan sarjana akuntansi ? Sementara ada sebuah departemen komunikasi mempekerjakan seorang sarjana akuntasi sebagai petugas humas ? Dan mengapa, jabatan pengacara dan notaris hanya boleh diisi oleh mereka yang telah merampungkan gelar sarjana hukumnya ? Mengapa profesi humas tidak bisa ?

HUBUNGAN MASSAL
Demikianlah, humas akan tetap menjadi sebuah olok-olok profesi, seperti kebanyakan masyarakat bilang, humas : hubungan massal. Sayangnya, para ilmuwan komunikasi pun tampak enggan untuk menjadi pelopor yang melakukan pembenahan atas profesi ini. Tentu mengandalkan pemerintah untuk memikirkan perkembangan profesi ini sebagai sebuah profesi yang berfungsi sebagaimana seharusnya rasanya terlalu naif. Maka sudah selayaknya, bila para pelaku yang memiliki integritas itu sendirilah yang memulai melakukan pembenahan itu. Namun di mana mereka ? Mungkin mereka terlalu sibuk dengan ego pribadi untuk membangun personal brandingnya sendiri to be somebody.

Bagaimana dengan dunia pendidikan ? Tak kalah menyedihkan, dunia pendidikan tampaknya sudah melacurkan profesi ini dan menjadikan jurusan humas sebagai daya tarik yang mendatangkan banyak uang dengan ribuan mahasiswa baru, tanpa melakukan seleksi sumber daya manusia secara professional. Betul, setiap anak berhak untuk belajar, namun setidaknya aturan main selama proses belajar mengajar tetap harus memiliki idealisme dengan parameter yang relevan. Sayangnya, institusi pendidikan kini seolah tak peduli dengan kualitas yang seharusnya dikedepankan dalam melahirkan sarjana-sarjana baru yang mereka entaskan, khususnya sarjana komunikasi jurusan humas. Karena itu tadi, tak ada seleksi dan tak ada pula parameter ketat.

So, kini waktunya bagi kita untuk bercermin dan melakukan kontemplasi, kita berada di mana, kita merupakan produk yang mana, dan kita sebingung apa, ataukan kita sudah tak peduli ?


Monday, 12 March 2012

APAKAH RISET ITU?

Salah satu riset dalam kegiatan komunikasi adalah riset media massa. Ada banyak hal yang menarik yang, mendorong peneliti untuk melakukan riset media. Berbagai hal tersebut menyangkut pertanyaan2 mendasar yg menimbulkan keingintahuan yang sangat besar bg para pelaku komunikasi.


Pertanyaan2 penting seputar riset media massa;

1. Format seperti apa yg seharusnya diadopsi oleh stasiun radio?

2. Lagu2 mana yg seharusnya diperdengarkan di stasiun radio?

3. Tipe penyiar radio seperti apa yg diinginkan pendengar pada program pagi hari?

4. Bagaimana penonton mengevaluasi acara televisi?

5. Siapa yg seharusnya menjadi pembawa acara program permainan baru dalam siaran televisi?

6. Unsur2 apakah yang menyukswskan sebuah sampul majalah!

7. Mengapa para pegawai tidak membaca media intenal perusahaan mereka?


APAKAH RISET ITU?

Secara mendasar, riset atau penelitian mengandung makna "sebuah upaya untuk menemukan sesuatu". Riset dapat dilakukan secara informal, beberapa di antaranya dengan tahapan2 yg sangat khusus. Atau sebaliknya, sebuah riset dapat dilakukan secara formal, di mana peneliti mengikuti setiap tahapan dengan batasan yg sangat jelas & sesuai prosesur yang tepat.


Namun, tidak terpenuhinya seluruh prosedur dalam penelitian informal bukan berarti pendekatannya tidak benar. Selain itu, penggunaan prosedur secara tepat bukan otomatis membuat penelitian formal menjadi tepat.


Kedua prosedur bisa jadi baik juga buruk, tergantung persyaratan2 tertentu. Hal terpenting bagi para peneliti adalah (formal maupun formal) untuk memahami bahwa pendekatan yang tepat akan diikuti oleh hasil yang terbaik.


MEMULAI RISET

Ada 2 (dua) pertanyaan mendasar yg harus dipelajari oleh para peneliti pemula, yaitu ;

1. Bagaimana menggunakan metode penelitian & prosedur statistik;

2. Kapan menggunakan metode penelitian & prosedur statistik.


Walaupun mengembangkan metode & prosedur adalah hal yg sangat penting, namun perhatian utama bagi seorang peneliti adalah mengenai pelaksanaan penelitian. Bagi siapapun yang berhasrat menjadi peneliti media massa harus rela menyisihkan waktunya untuk belajar "apa yg dilakukan dalam metode riset, bukan bagaimana metode itu bekerja".


Memasuki pertengahan abad ke-20, sejumlah media massa besar mulai tergantung pada hasil penelitian pada setiap keputusan besar yang mereka buat. Peningkatan permintaan akan informasi telah menciptakan sebuah kebutuhan yg lebih akan profesi peneliti, baik pada area publik maupun privat.


Penelitian itu sendiri pada dasarnya melibatkan banyak kekhususan, yaitu ;

1. Direktur Peneliti, merencanakan & mengawasi proses studi & bertindak sebagai penghubung dengan manajemen;

2. Ahli Metodologi, menyediakan dukungan statistik;

3. Penganalisis Penelitian, mendisain & menafsirkan hasil studi;

4. Ahli komputer, menyediakan dukungan perangkat keras & lunak dalam menganalisa data.


Riset dalam media massa digunakan untuk memverifikasi atau menyangkal asumsi/dugaan perasaan atau intuisi para pengambil keputusan. Walau perasaan adakalanya benar, namun para pengambil keputusan membutuhkan informasi tambahan yg obyektif untuk mengevaluasi masalah, khususnya saat mereka membuat keputusan yg menyangkut sejumlah dana yg besar.


Riset tidak hanya terbatas untuk situasi pengambilan keputusan. Riset umumny juga digunakan dalam area teori untuk mengupayakan menggambarkan media, menganalisis efek media bagi pengguna media, memahami perilaku audiens, dan sebagainya.


Ada 2 (dua) hal penting untuk diketahui sebelum seseorang terjun dalam riset media;

1. Riset media dan kebutuhan akan peneliti berkualitas akan terus meningkat, namun sangatlah sulit menemukan peneliti berkualitas yg bersedia bekerja pada sektor publik maupun privat;

2. Sangat disarankan bagi para peneliti media untuk terus meningkatkan kemampuan dan menambah informasi tentang penelitian.


Dengan menjadi peneliti, sesungguhnya seseorang berkesempatan untuk menjadi lebih disiplin terhadap dirinya sendiri.

1# Merencanakan & mengawasi jalannya sebuah studi penelitian mendorong seseorang menjadi pemerhati/pengamat & lebih sensitif tehadap lingkungan.

2# Metodologi dalam sebuah riset sedikit banyak akan mempengaruhi seseorang agar bekerja secara sistematis, jujur dan sportif.

3# Menganalisis dan menafsirkan data mendorong seseorang agar mampu berpikir secara obyektif, berdasarkan apa yang ditemuinya, tanpa mengurangi atau menambahkan sesuatu yg lain.

4# Sementara penguasaan teknis yang lain, membuat seseorang agar menjadikan dirinya memiliki kemampuan yg seimbang, baik mengenai hal2 strategis maupun hal2 yg teknis.


Terlepas dari itu semua, menjadi peneliti membutuhkan disiplin dan komitmen yg tinggi. Jadi, siapa berani menjadi peneliti...?


Chapter 1: Science & Research, Mass Media Research, an Introduction, Seventh Edition, by Roger D. Wimmer & Joseph R. Dominick


Published with Blogger-droid v2.0.4

PERKEMBANGAN RISET MEDIA MASSA

Ada 4 (empat) fase dalam riset media massa, yaitu ; # Fase 1, Adanya daya tarik dari medium yang bersangkutan (obyek penelitian); # Fase 2, akumulasi dari informasi spesifik mengenai kegunaan & siapa pengguna medium tersebut. Fase ini berupaya menemukan fakta bagimana para pengguna medium ini memanfaatkan, edium pilihan mereka dalam kehidupan keseharian. # Fase 3, investigasi dampak sosial, psikologi & fisik dari medium. Fase ini antara lain berupaya, mengetahui berapa lama sesorang menghabiskan waktunya dengan medium pilihannya. Apakah medium tersebut telah mengubah pola pikir mereka, dll.; # Fase4, peneliti memimpin untuk menentukan bagaimana sebuah medium dapat ditingkatkan, baik manfaatnya maupun berkaitan dengan perkembangan teknologi. Penelitian adalah sebuah proses tanpa akhir. Seidaknya, ada 4 (empat) peristiwa besar atau kekuatan sosial yg telah mendorong penelitian media massa, yaitu ; 1. Perang Dunia I, yg dengan cepat melahirkan sebuah kebutuhan untuk memahami tentang alam propaganda. Sebuah teori media massa, dupisebut komunikasi "Hypodermic Needle Model" menegaskan, bahwa media massa hanya membutuhkan "tembakan" pesan pada sekelompok audiens sehingga pesan tersebut akan menghasupilkan dampak yg besar. Keyakinannya adalah kala semua orang berperilaku sama saat menghadapi media massa. 2. Realisasi Pengiklan di era 1950an & 1960an bahwa data penelitian sangat bermanfaat dalam pengembangan dalam mempengaruhi pelanggan potensial untuk membeli produk barang & jasa; 3. Meningkatnya minat masyarakat tentang dampak media bagi publik, khususnya anak2. Penelitian mengenai penayangan kekerasan di televisi masih menjadi sebuah pemikiran penting, sbg sebuah bukti dalam penelitian "Laporan Kekerasan Penayangan di Televisi UCLA" yg diterbitkan pd th 1998. 4. Meningkatnya persaingan di antaramedia untuk belanja iklan. Hampir semua manajer media saat ini sangat canggih dan menggunakan rencana jangka panjang, mengaturbberdasarkan tujuan & meningkatkan ketergantungannya pada dta utk mendukung proses pengambilan keputusan. Bahkan produser program berupaya mencari data yang paling relevan, sebuah pekerjaan ditambhkan untuk meningkatkan sisi kreativitas dari pengembangan program. Riset media massa modern saat ini trmasuk keragaman penelitian psikologi & sosiologi seperti halnya respon psikologis & emosional terhadap acara televisi, komersial, atau musik yg diputar di stasiun2 radio. Selain itu, modeling komputer & berbagai analisis canggih komputer lainnya saat ini begitu lazim digunakan di dalam penelitian media massa, menegaskan sejumlah hal seperti acara televisi yg potensial utk sukses. Riset media massa pun kini mendapatkan pengakuan dan penghargaan di dunia kerja. Chapter 1: Science & Research, "Mass Media Research an Introduction", Seventh Edition, Wimmer & Dominic


Published with Blogger-droid v2.0.4

Wednesday, 7 March 2012

RISET DALAM PROSES HUMAS (PUBLIC RELATIONS)

Cutlip, Center & Broom menggambarkan model 4 (empat) langkah dalam proses hubungan masyarakat (public relations), meliputi :

1. Menentukan masalah humas;

2. Merencanakan program humas;

3. Melakukan program humas melalui kegiatan & komunikasi;

3. Mengevaluasi program.


MENENTUKAN MASALAH HUMAS

Fase pertama dalam proses ini terdiri dari pengumpulan informasi yang membantu dalam menetukan & mengantisipasi kemungkinan masalah2 (problem) humas.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan pada tahap ini, yaitu:

1. Environmental Monitoring (boundary scanning);

2. Public Relations Audit;

3. Communications Audit;

4. Social Audit.


1. ENVIRONMENTAL MONITORING PROGRAM

Peneliti, dalam hal ini humas, menggunakan cara ini untuk mengamati kecenderungan opini publik & kegiatan sosial yang mungkin menimbulkan akibat nyata (signifikan) bagi organisasi/perusahaan.

Tehnik ini umumnya meliputi 2 (dua) fase;

1. Early warning
Tipologi monitoring menurut Gregory (2001) meliputi 4 (empat) sektor: politik, ekonomi, sosial dan gaya hidup.

Ada banyak teknik yang lazim diadopsi dalam fase Early Warning (peeingatan dini), antara lain ;
1.1. Gronstedt (1999) mengadopsi "SWOT", teknik analisis kekuatan (strengths) & kelemahan (weakness) sebuah organisasi yang menyandikannya dengan peluang (opportunities) & ancaman (threats) di lingkungan eksternal.
1.2. Broody & Stone (1989) menggunakan teknik "trigger event" dalam monitoring. Bahwa sebuah peristiwa atau kegiatan bisa jadi mengarah pada perhatian publik tentang sebuah topik atau isu (masalah) tertentu.
1.3. Dyer (1996) memperkenalkan sebuah model konseptual dari monitoring lingkungan menyangkut kecenderungan isu, peliputan media & jumlah (intensitas) peliputan. Model ini tergolong sangat berguna bagi para praktisi dalam membangun pola monitoring.
1.4. Precursor Analysis, mirip dengan analisi triger events. Teknik ini mengasumsikan bahwa para pemimpin membangun kecenderungan yg pada akhirnya berpengaruh pada seluruh masyarakat.

2. Penelusuran isu utama dalam opini publik.

Fase ini, meliputi studi panel longitudinal (panjang) di mana responden yang sama diwawancara beberapa kali dengan interval yang khusus, atau dengan membandingkan polling pendapat di mana sampel acak disurvey sebanyak 1 (satu) kali.

Beberapa teknik dalam fase ini yang pernah dilakukan antara lain;
2.1. Monitoring the Attitudes of the Public, yang dilakukan oleh The American Council on Life Inssurance. Studi skala nasional berkelanjutan ini mengukur perilaku konsumen yang mempengaruhibindustri asuransi dan mengamati hal2 menyangkut citra asuransi jiwa & bagaimana publik menanggapi nilai & produk asuransi;
2.2. Omnibus Survey, adalah sebuah jadwal wawancara perorangan reguler, dengan pertanyaan2 yang disiapkan oleh pelanggan yang beragam. Keragaman tersebut meliputi keragaman topik, peringkat opini publik, dll.
2.3. Public Opinion Surveys (umumnya untuk kampanye politik). Sejumlah teknik polling yang digunakan termasuk ;
       2.3.1. Baseline polling, yaitu analisis kecendurungan opini publik saat ini. Polling ini berguna bagi para kandidat dalam pemilihan umum;
       2.3.2. Threshold polling, survey berupaya untuk meningkatkan persetujan publik menyangkut perubahan kebijakan pelayanan, pajak, biaya, dll. Sejumlah polling juga dapat dilakukan untuk membangun posisi dalam beragam isu;
       2.3.3. Tracking poll, polling ini digunakan setelah sebuah baseline polling dilakukan dan dimanfaatkan untuk mengetahui kecenderungannya dlam beberapa waktu.

DATA BASE ON LINE
Pada dasarnya data base secara on line telah membuat studi monitoring menjadi lebih efisien. Sejumlah perushaan servis komersial bahkan melayani jasa monitoring internet.

2. AUDIT HUMAS (PUBLIC RELATIONS AUDIT)
Audit humas adalah sebuah studi komprehensif mengenai kedudukan humas dalam organisasi. Sejumlah studi digunakan untuk mengukur keberadaan organisasi baik secara internal (persepsi pegawai) maupun eksternal (opini pelanggan, pemegang saham, pemuka lingkungan, dsb.). Simon (1986) menjelaskan bahwa audit humas adalah sebuah alat penelitian yang digunakan secara khusus untuk menggambarkan, mengukur & meningkatkan kegiatan humas sebuah organisasi & untuk menyediakan acuan bagi program humas di masa yang akan datang.

Audit humas meliputi 2 (dua) langkah;
1. Mendata segmen publik internal & eksternal yang paling berpengaruh bagi organisasi. Fase ini disebut juga fase Identifikasi Pihak2 Kunci dalam Organisasi. Mereka meliputi pelanggan, pegawai, penanam modal, regulator & masyarakat. Fase ini biasanya dilakukan dengan cara wawancara perorangan dengan manajemen kunci di setiap departemen, sementara dengan publik ekstenal dilakukan dengan analisis isi;
2. Menegaskan bagaimana organisasi dilihat dalam sudut pandang masing2 kelompok audiens. Fase ini melibatkan pula pelaksanaan studi citra perushaan, yang dilakukan dengan menggunakan survey sampel audiens.

Daftar pertanyaan didisain untuk mengukur kedekatan publik dengan organisasi. Peringkatan skala seringkali digunakan dalam fase ini. Responden akan ditanyakan untuk memberikan peringkat mengenai persepsi, mereka tentang perusahaan dalam skala semantik (7 tingkatan) dari grafik Ideal Electric Company.

Peringkat responden menghasilkan grafik Actual Electric Company. Dengan membandingkan grafik keduanya, para peneliti humas dapat langsung mengetahui pada hal2 apa saja perusahaan memiliki pelayanan buruk & sebaliknya. Studi citra perusahaan dapat dilakukan sebelum kampanye humas dilakukan dan dilakukan kemudian setelah kampanye dilakukan untuk mengevaluasi efektivitasnya.

3. AUDIT KOMUNIKASI
Dibandingkan audit humas, audit komunikasi memiliki sasaran lebih tajam. Secara umum, ada 2 (dua) teknik penelitian yang digunakan;

1. READERSHIP SURVEY
Readership Survey Readership study didisain untuk mengukur berapa banyak orang yang membaca publikasi tertentu (newsletter pegawai, lapiran tahunan, dll.) & mengingat isi pesan yang disampaikan. Hasilnya digunakan untuk memperbaiki isi, tampilan dan metode distribusi dari publikasi tersebut.

2. READABILITY STUDY
  Readability Study Studi ini membantu perusahaan untuk mengetahui sejauh mana pembaca mengerti isi sebuah publikasi. Secara internal, audit ini juga termasuk analisis terhadap saluran2 komunikasi dalam organisasi.

4. AUDIT SOSIAL
Audit sosial adalah audit program monitoring lingkungan dalam skala lebih kecil. Audit ini didisain untuk mengukur kinerja sosial perusahaan, yang membantu seberapa baik kegiatan sosial perusahaan meningkatkan tanggung jawab perusahaan terhadap publik. Audit ini menghasilkan umpan balik menyangkut kegiatan sosial pendanaan (sponsorship), meliputi perekrutan, kebersihan lingkungan, & keselamatan pegawai. Audit sosial merupakan penelitian terbaru & hal yang paling menantang. Para peneliti saat ini masih memikirkan sejumlah pertanyaan menyangkut kegiatan mana yang diaudit, bagaimana mengumpulkan data, & bagaimana mengukur dampak dari program.
Published with Blogger-droid v2.0.4

Wednesday, 15 February 2012

"Punyamu mantap, ya?"

Selasa pagi, seorang pejabat setingkat kepala biro (manajer) berjalan mengekor saat saya menghampiri mesin dispenser di area pantry. Merasa tak nyaman dibuntuti, saya pun menepi dengan maksud memberi kesempatan yang bersangkutan agar dapat berjalan mendahului saya.

Segera setelah saya membalikkan badan, si pejabat serta-merta berkomentar, "Punyamu besar juga ya, mantap ya?" seraya matanya memperhatikan (maaf) dada saya dan kedua tangannya bergerak-gerak. Spontan, saya lngsung menjawab, "Istighfar pak, ditampar boleh tuh mulut, ga sopan, kurang ajar!" ujar saya keras-keras sambil berlalu meninggalkannya.

Saya sangat tersinggung dengan ucapannya.  Saya merasa sangat dilecehkan. Apa yang dipikirkan oleh dia? Tidakkah dia berpikir, ucapannya sangat kasar, amoral & tidak mencerminkan orang dewasa yang mengenal ajaran agama?

Dia berbicara kepada saya, perempuan, seorang istri, bersuami dan berkerudung. Sementara dia adalah seorang laki-laki, beristri yang juga berkerudung, beranak 4, satu di antaranya perempuan. Diapun seorang haji!

Saya tidak mengklaim bahwa saya orang baik. Tapi apa yang telah dilakukan & diucapkannya benar-benar tidak bisa dibenarkan apalagi saya terima. Apakah dia mengira, karena saya hanya seorang kroco mumet, staf biasa, yang secara kepangkatan jauh keberadaannya dari dia, lantas dia boleh bicara seperti itu?

BICARA & KRITIKLAH secara KONSTRUKTIF

Setiap manusia dilahirkan apapun kondisinya adalah pemberian. Manusia tidak tahu apakah dia akan dilahirkan tinggi, pendek, rupawan, hitam, berjerawat, putih, seksi ataupun gendut.

Sementara ketentuan perempuan agar menutup aurat jelas dalam Al Quran. Perempuan hendaknya menutup aurat hingga dadanya, agar menutup lekuk tubuhnya.

Namun tidak jarang perempuan berkerudung seringkali khilaf dalam cara berbusana sehingga tidak sesuai akidah. Banyak di antara kita mungkin, seringkali, masih berbusana ketat, berbahan tipis transparan atau bercelana panjang leging dengan warna kulit tak ubahnya pakaian senam yang seksi.

Menghadapi hal yang demikian ini, bicara & ingatkanlah mereka dengan santun, tapi jangan melecehkannya. Apalagi, bila perempuan yang berkerudung itu sudah bebusana muslim dengan baik.

Sesungguhnya perempuan memutuskan berbusana muslimah tidaklah mudah. Apalagi bagi mereka yang merasa memiliki keelokan baik wajah maupun tubuh serta rambut yang indah. Manakala perempuan memutuskan untuk berkerudung, inssya Allah semata-mata karena berusaha keras menjalankan ketentuan Allah SWT untuk mendapatkan keridhoanNya. Perempuan berkerudung selayaknya lebih dihargai & dihormati karena ia berupaya menjaga dirinya.

Berkaca dari pengalaman ini, sesungguhnya adalah manusianya, para lelaki itu yang memang tidak memiliki kesopanan. Bahkan saat berhadapan dengan perempuan yang berkerudung di depan matanya, pikirannya tetap tidak terkendali dan mesum bukan main. Sangat kampungan!

BUDAYA ORGANISASI
Pada waktu yang berbeda sebelumnya, seorang pejabat yang lain, seorang kepala unit (setingkat super intendent), berkomentar, "La kalau badannya sebesar kamu di tempat tidur bisa patah-patah ya kamu kalau (maaf) main sama saya?" ujarnya sambil tertawa-tawa disaksikan anak-anak buahnya. Saya pun berlalu karena tidak tahu harus merespon apa?

Ada lagi seorang pejabat yang lain, seorang kepala seksi (setingkat supervisor) yang setiap kali bertemu tidak bisa menahan diri untuk, menyentuh, memegang, mencolek, hingga berkomentar yang tidak sopan, maaf masih soal tubuh saya.

Seorang kepala seksi yang lain, juga seorang haji juga sama perilakunya. Setiap kali bicara selalu berusaha merapatkan tubuhnya dan memegang pundak atau pinggang, padahal saya sudah minggir-minggir berusaha menghindar. Sampai-sampai saya kesal dan menghardiknya, "Tidak semua orang perempuan suka dipegang-pegang! Saya masih punya wudhu dan saya berniat sholat sunnah!"

Pernah pula seorang pejabat kepala divisi (setingkat direktur muda) memegang kedua pipi & merangkul leher saya, padahal saya sudah mengingatkan bahwa saya sudah wudhu dan bersiap shalat sunnah. Menghadapi dia saat itu pun saya marah-marah karena merasa sangat tidak  dihargai.

Sesama pegawai yang lain, lelaki-lelaki itu, bahkan office boy, kadang memanggil saya dengan siulan/suitan, dan saya tidak menoleh sedikitpun. Saya tidak peduli, mereka mau bilang apa.

Hingga kini, bila pagi hari saya baru tiba di kantor dan saya tidak berjabat tangan pada setiap orang di ruangan, akan dianggap aneh & tidak sopan. Pejabat kepala biro yang sama pernah berteriak & memanggil saya agar berjabat tangan dengannya saat saya baru tiba di kantor dan 'hanya' mengucapkan "Assalamualaikum". Bahkan tak jarang "Assalamualaikum" saya pun tak dijawab oleh para lelaki di ruangan karena saya tidak berjabat tangan.

Saya bukan anti jabat tangan dengan orang lain, saya hanya pengen sholat sunnah. Kadang selesai sholat saya mengalah untuk berjabat tangan dan menghampiri mereka satu demi satu.

Budaya organisasi sesungguhnya dapat dibangun dengan nilai-nilai yang jauh lebih baik, sehingga, menciptakan perilaku seluruh anggotanya menjadi lebih beradab & bermartabat. Sekali lagi, saya tidak mengklaim diri saya sebagai orang baik. Tapi setidaknya setiap manusia berhak untuk diperlakukan dengan sopan & manusiawi. Dalam hal ini, bila para pemimpinnya berperilaku demikian, maka para pengikutnya harus bagaimana?

WASPADAI SEX ABUSE! SEX HARASMENT DI KANTOR

Seringkali banyak diantara kita, para perempuan, tidak menyadari banyak sikap yang ditujukan kepada kita tergolong perilaku pelecehan seksual yang sangat merendahkan. Alih-alih becanda, banyak perempuan mungkin menganggap hal yang demikian itu sebagai hal yang wajar.

Sesungguhnya, adalah perempuan sendiri yang dapat menentukan bagaimana agar para lelaki tak bertangung jawab ini dapat, menghargai kita. Well, no body is perfect. Tapi setidaknya kesungguhan setiap manusia untuk berubah menjadi lebih baik harusnya dihargai. Bagaimanapun pelecehan seksual terhadap siapapun tidak dapat dibenarkan. Jadi wahai para perempuan, jangan gentar untuk menghardik dan melawan orang-orang yang bersikap kurang ajar kepada kita. Tetap menjaga diri ya temans...!

Published with Blogger-droid v2.0.3