Tuesday, 1 December 2009

PR di INDONESIA

Sejak kemunculannya pertama kali sebagai sebuah profesi, keberadaan PR tidak bisa terlepas dari pengaruh dunia empiris. Pendek kata, perkembangan dan kemajuan profesi PR sangat dipengaruhi dunia empiris. Dan yang paling menarik dalam hal ini adalah, bahwa perkembangan profesi PR di Indonesia berlangsung sangat lambat dan memprihatinkan.

Kharakter dunia empiris yang digeluti oleh para profesional atau praktisi PR sangat mempengaruhi perkembangan kompetensi, wawasan dan pengetahuan para praktisi yang bersangkutan. Sederhananya, kondisi empiris tersebut mempengaruhi besaran perbandingan das sein dan das solen-nya (teori dan praktek-nya).

Hipotesisnya bisa jadi cenderung seperti ini : semakin baik pemahaman kondisi empiris tentang PR, maka semakin optimal para profesional PR bekerja. Konsekuensinya, maka kompetensi, wawasan dan pengetahuan para profesional PR pun semakin bertambah dan terbuka lebar.

Sebaliknya, ternyata hipotesis tersebut juga berpeluang menjadikan semakin terspesialisasinya para profesional PR sehingga membuat kompetensinya menjadi kurang komperehensif. Artinya, PR hanya menguasai melulu soal komunikasi dan PR. Padahal dalam dunia empiris, PR berkepentingan dengan banyak pihak sehingga membutuhkan pengetahuan yang memadai tentang banyak hal.

Intinya, PR perlu menguasai soal bidang usaha yang digeluti perusahaan baik produk maupun prosesnya. Persoalannya, kala menduduki posisi yang lebih strategis maka cara pandang PR pun menjadi lebih luas dan multidimensi. Artinya, bisa jadi PR pun harus tahu soal keuangan, hukum, dll. Para profesional & praktisi PR yang berlatar belakang ilmu komunikasi tentu sudah dibekali dengan berbagai ilmu tersebut. Masalahnya, bagaimana dengan yang lainnya ?

Dunia PR sungguh menarik. Namun mengapa perkembangannya (di Indonesia) justru berbanding terbalik ? Di antara berbagai profesi berlatar belakang ilmu sosial, keberadaan PR terbilang sangat memprihatinkan. Perdebatan di antara para praktisi PR tentang keberadaaan PR yang tidak berkesudahan, sementara pemahaman dunia kerja terhadap profesi PR pun tidak kunjung membaik.

Belajar tiada henti tentang komunikasi dan PR pun akhirnya seperti tidak berarti, saat PR dihadapkan tentang banyaknya urusan dalam dunia kerja yang ternyata bisa jadi tidak dikuasai PR sama sekali, apalagi bila disandingkan dengan perkembangan dunia usaha dan teknologi komunikasi saat ini. Lalu, apakah PR masih punya arti ?

No comments:

Post a Comment