Saturday, 20 November 2010

STOP PENGIRIMAN TKI KE LUAR NEGERI, MUNGKINKAH ?

Lelah sekali rasanya mengetahui pemberitaan mengenai nasib TKI selama ini. Berpuluh tahun lamanya, kisah pilu mengenai nasib TKI di negeri seberang terus terjadi. TKI, yang didominasi para perempuan asal desa ini rela merantau ke negeri tetangga hinga nun jauh di Arab sana, hanya untuk menjadi seorang pembantu rumah tangga ! Mereka rela menjalani profesi berat itu di negeri orang karena berpeluang dibayar jauh lebih tinggi ketimbang di negerinya sendiri.

Alih-alih menghilangkan kesan 'rendahnya' pekerjaan para TKI wanita ini, pada jaman pemerintahan orde baru, Mien Sugandhi, sampai-sampai Menteri UPW (Urusan Peranan Wanita) saat itu menyebutnya sebagai NAKERWA (Tenaga Kerja Wanita). Tapi in this case, apalah artinya sebuah nama bila nasib mereka tetap sama saja ? Para pekerja wanita ini kerap mengalami penyiksaan dan perlakukan buruk baik secara mental maupun fisik oleh para majikannya. Kisah ini tentu tidak semua mengalami, namun setiap kali terjadi pemberitaan mengenai korban penyiksaan TKI di luar negeri, mereka umumnya telah mengalami penyiksaan yang sangat brutal dan tidak manusiawi.

Dihujami dengan hinaan dan tidak menerima bayaran selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bisa jadi itu adalah penyiksaan yang paling ringan. Namun yang lebih menyedihkan lagi, begitu banyak kisah para TKI ini yang mengalami pemukulan hingga cacat permanen, tidak diberi makan, disiram air panas, disuruh meminum air kencingnya sendiri, makan makanan basi, dikurung, diperkosa hingga dibunuh adalah kisah-kisah nyata lain yang sangat memilukan yang dialami oleh mereka. Tak jarang para TKI pun bunuh diri akibat tak mampu lagi menahan derita itu atau mati berkalang tanah, akibat mempertahankan harga dirinya dan memilih loncat dari ketinggian apartemen para majikannya ....

Nirmala Bonet, seorang mantan TKI dari Nusa Tenggara Timur beberapa tahun lalu ditemukan babak belur setelah berusaha melarikan diri dari rumah majikannya akibat tak tahan mengalami penyiksaan berkepanjangan. Sekujur tubuhnya lebam, wajahnya berantakan, rambutnya gundul, punggungnya penuh luka bakar bekas setrikaan ! Astaghfirullahalazim ! Seorang manusia mampu memperlakukan sesama manusia yang lain seburuk itu ! Entah sudah berapa banyak nama TKI yang pulang tinggal jasad terbujur kaku. Sementara banyak pula mereka yang sudah lagi tak bernyawa, masih pula tak ditemukan di mana jasadnya !

Kisah sedih terbaru saat ini adalah, seorang TKI pulang dalam keadaan buta setelah dipukul matanya oleh sang majikan di arab saudi. Ada lagi Sumiati, TKW asal Dompu, yang disiksa hingga digunting bibir atasnya oleh sang majikan ! Sementara Kimkim, seorang TKI yang lain asal Cianjur meninggal dunia. Di daerah pedesaan lainnya di Indonesia seorang ibu menanti kepulangan anak perempuannya yang telah hilang dan tak ada kabarnya sejak tahun 2007 silam !

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu, selayaknya tentu memilki data tentang keberadaan para TKI ini di setiap periodenya. Adakah evaluasi mengenai hal itu secara ilmiah dan obyektif selama ini ? Berapa jumlah TKI pada setiap periode tertentu di masing-masing negara tujuan ? Berapa banyak yang mengalami perlakuan buruk, berapa banyak yang mati dan berapa banyak yang berhasil ?

Menyediakan lapangan kerja bagi setiap warga negara seharusnya menjadi kewajiban bagi negara dna pemerintahnya. Para calon TKI itu pada dasanya, di lubuk hatinya yang terdalam tentu mereka sangat menyadari bahwa kepergiannya mengadu nasib keluar negeri ibarat membeli kucing dalam karung. Peluang berhasil dan tidak berhasil sama besar, atau bahkan mereka sudah tahu, jauh lebih besar peluang buruknya. Tapi merek tak punya pilihan sehingga mereka tetap memutuskan mengadu nasib ke luar negeri.

POTRET KEBIJAKAN ALA INDONESIA
Mengamati kebijakan yang dipilih oleh pemerintah dalam menyikapi berbagai kasus yang dihadapi sungguh sangat menarik. Mengapa, karena kadang atau bahkan seringkali pemerintah membuat kebijakan yang menyederhanakan atau bahkan sama sekali tidak bermutu dan mencerminkan kemalasan mereka untuk berpikir keras sehingga menghasilkan jalan keluar yang terbaik bagi bangsanya ! Coba kita ingat lagi berbagai kasus yang pernah ada di Indonesia dan ingatlah bagaimana pemerintah menanggapinya.
  1. KASUS TKI. Menanggapi kasus TKI, kini sang presiden pun 'turun' tangan. Beliau beride untuk membekali para TKI ini dengan telepon seluler ! Tujuannya, tentu agar mereka dapat berkomunikasi dengan keluarga, agen, KBRI terdekat, kepolisian setempat dan berbagai nomor penting lainnya bilamana mereka mengalami perlakukan yang tidak semestinya. Dalam kasus TKI ini, yang dibutuhkan oleh mereka adalah telepon seluler, jaminan kemanan, atau pekerjaan ? Diberi telepon seluler pun  apakah itu akan menjamin keseriusan para petugas di lapangan dalam merespon setiap insiden ? Kita tahu, aparat kita, dari pejabat pembuat KTP hingga sertfikat tanah semuanya tak jelas, "berapa rupiah maunya ?" Apalagi hal yang seperti ini ? Kalau para TKI ini tak pernah dibayarkan gajinya, bagaimana mereka akan telepon ? Kalau majikannya menyita telepon mereka, bagaimana mereka akan telepon ?
  2. KEMACETAN IBUKOTA. Lihat saja cara pemerintah menangani kemacetan ibukota. Pemerintah sibuk memberlakukan 3 in 1 yang juga tak kalah sibuk ditelikungi oleh para pengendara, penikmat jalan protokol yang jauh lebih cerdik daripada pemerintah. Akibatnya, muncul persoalan baru yang lain, yaitu keberadaan para joki 3 in 1. Tak berhasil menuntaskan kemacetan, pemerintah pun berencana menaikkan harga parkir hingga Rp. 10.000,- di jam pertama dan bila dikalikan 20 hari kerja maka penduduk Jakarta dipaksa menganggarkan biaya parkir hingga Rp. 2 jt per bulan sementara alternatif transportasi publik tidak memadai ! Oh la laaaaaaa !
  3. BANTUAN TUNAI LANGSUNG. Masih ingat kebijakan pemerintah memberikan pengalihan dana subsidi bbm secara langsung kepada masyarakat ? Pemerintah memilih memberikan rupiah yang nilainya tak seberapa kepada masyarakat miskin per kwartal atau periode tertentu. Secara teknis, caranya lebih tak masuk akal lagi, mereka dibiarkan mengantri, berdesak-desakan, pingsan, mungkin bahkan hingga mati ! Mereka tak boleh diwakilkan, harus dengan tanda pengenal, berapa pun usianya, tetap harus antri ! Memberikan bantuan dalam bentuk uang tunai saja sudah aneh, masih ditambah pula dengan prosedur yang tidak manusiawi, sungguh kebijakan pemerintah itu sangat menggelikan dan tak bisa dipercaya ! Pada prakteknya di lapangan uang-uang itupun masih disunat oleh "pejabat" setempat di lapangan, sehingga jumlahnya tak utuh lagi ! Begitu halnya juga dengan raskin !
  4. PENEGAKAN HUKUM. Sementara kiprah pemerintah dalam dunia peradilan lebih menggelikan lagi. Begitu banyak contoh yang secara gamblang mempertontonkan betapa tidak pasnya aparat hukum dalam menyelesaikan berbagai kasus, karena mereka adalah tokoh sentral di dalamnya ! Sebutlah soal KPK, Century hingga Gayus semuanya ibarat opera sabun. Setiap kali proses kasus ini memanas dan bergulir cepat di media, setiap kali itu juga penangkapan gembong teroris terjadi di mana-mana dan disiarkan secara langsung selama berjam-jam. Maka rakyat pun "hilang ingatan" akan masalah besar sebelumnya.
  5. PRIVATISASI BUMN. Belum lagi penjualan aset-aset strategis negara dengan judul privatisasi ! Benar-benar pengelolaan negara ala makelar yang telah dianut oleh bangsa ini. Satu demi satu kekayaaan bangsa Indonesia tergadaikan. Kemiskinan dan hutang yang membelit menyebabkan negara ini memilih jalan pintas,menjual satu demi satu asetnya untuk bertahan hidup. Terakhir, pemerintah melakukan IPO saham PT. KS. Walau telah dikritisi banyak pihak, pemerintah tetap melenggang dan bersikeras dengan alasan pembatalan IPO akan beresiko pada pengenaan denda yang besar. Padahal bila PT. KS dikuasai sahamnya oleh asing dan nasib suply bahan baku strategis Indonesia di masa datang Indonesia menjadi tak jelas, berapa pula nilai kerugian yang dihadapi ? Sebuah keputusan atas pilihan yang sangat aneh !  
  6. PENGALIHAN PELANGGAN PENGGUNAAN BBM SUBSIDI. Saat pemerintah bermanuver dengan pengalihan bbm bersubsidi kepada bbm non subsidi terhadap para pelanggan dengan cara yang buruk, lihatlah hasilnya kini. Para pelanggan itu bukan beralih kepada bbm non subsidi milik pemerintah, namun justru beralih kepada bbm pesaing yang kualitasnya lebih jauh dengan harga yang jauh lebih mahal ! Sebulan kemudian, sang kompetitor pun ringan menaikkan harga bbmnya tanpa demo, tanpa clash action. Kini, 3 (tiga) bulan kemudian, bbm sang kompetitor kembali menaikkan harga jualnya untuk yang kedua kalinya, juga nyaris tanpa masalah dan tentu saja bahkan tanpa biaya kehumasan ! Tanpa biaya pemasaran, mereka hanya menuai keuntungan dari buruknya manajemen yang dilakukan oleh pihak lain, dalam hal ini pemerintah dalam upayanya mengalihkan penggunaan bbm subsidi kepada bbm non subsidi di antara para pelanggannya. Cerdas bukan ?
  7. KASUS LAPINDO. Kasus ini sungguh menarik. "Musibah" ini akhirnya tampak menjadi sebuah "musibah" yang sengaja dipelihara. Pasalnya, keuntungan yang diraih di balik musibah ini sungguh sangat besar, uatamanya bagi kepentingan pihak tertentu. Dan masih banyak contoh hal yang lain.

MANAGEMENT CRISIS ALA INDONESIA
Tapi benarkah selalu cara-cara seperti itu yang mampu dilakukan bangsa sebesar ini terhadap setiap persoalan serius yang dihadapinya ? Termasuk dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi para TKI warga negaranya yang konon adalah pahlawan devisa selama berpuluh tahun ? Dalam hal ini pemerintah tak ubahnya sebagai makelar yang memperjualbelikan bangsanya untuk mendapatkan keuntungan besar dengan modal dan resiko yang harus para pekerja itu tanggung sendiri !

Memang, untuk kasus kemacetan ibukota mungkin lebih banyak menjadi porsi pemda DKI Jakarta. Tapi bila pemerintah pusat merespon permasalahan TKI yang sangat pelik ini pun ternyata dengan solusi memberikan telepon seluler maka itu merupakan cermin betapa identiknya pola pikir para pemimpin negeri ini di setiap levelnya !

Lihatlah, betapa dangkalnya pola pikir para pemimpin kita ? Mengapa pemerintah tidak memilih untuk melakukan atau memutuskan hal-hal yang lebih mendasar dalam menyelsaiakn masalah yang dihadapi ? Sebut saja, pendidikan adalah investasi ! Negeri jiran itu, yang dulu belajar dari Indonesia, kini mereka jauh melampaui Indonesia karena kebijakan pemerintahnya untuk berinvestasi pada SDM yaitu pendidikan !

Tapi yang dilakukan Indonesia justru sebaliknya, memberlakukan institusi pendidikan sebagai BHMN sehingga mereka harus mencari dana sendiri dan akibatnya institusi pendidikan favorit pun membuka kran sebesar-besarnya sehingga SDM yang berkesmpatan belajar di sana bukan lagi SDM pilihan yang berkualitas, tapi mereka yang kaya namun bukan mereka yang terbaik yang layak berada di sana. Mereka tak lagi punya idealisme, tapi sibuk mencari uang untuk bertahan hidup dan bukan lagi mendidik !

Dalam kasus TKI ini, tak mungkin rasanya pemerintah berani menghentikan pengiriman TKI sementara angkatan kerja berpendidikan di dalam negeri saja sudah demikian tinggi dan tidak terakomodasi. Menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan tentu bukan hanya meneyediakan lapangan pekerjaan semata. Pemerintah dapat mengupayakan memberikan pelatihan dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan.

Artinya, sudah selayaknyalah bila pemerintah berpikir lebih rasional, dengan sudut pandang yang jauh lebih terbuka dan visioner dalam segala hal. Sebaliknya tidak selayaknya pemerintah menyelesaikan segala persoalan secara ringan saja, tanpa menyentuh persoalan yang mendasar. Bisa jadi, mengucurkan kredit usaha kecil secara mudah tanpa berbelit rasanya menjadi jauh lebih rasional ketimbang mengucurkan dana kepada penjahat kerah putih sang koruptor.

Mungkin bila pemerintah melakukan reaksi jemput bola, memonitor keberadaan TKI di setiap tempat bekerjanya, jauh lebih rasional bagi kebutuhan mereka, walaupun pasti jauh lebih repot ! Tapi memang cara seperti itulah yang dilakukan di banyak negara maju dalam melakukan monitor terhadap permasalah yang menyangkut nasib dan nyawa manusia. Contohnya memonitor keberadaan anak di bawah umur yang menjadi anak angkat sebuah keluarga. Dalam hal ini, petugas sosial akan mengawasi secara periodik keberadaan mereka dan melakukan wawncara secara mendalam.

Prinsipnya, pemecahan masalah apapun sebaiknya menyentuh akar permasalahannya dan bukan hanya menyelesaikannya secara sementara. Tidak cepatnya pemerintah dalam merespon kasus TKI ini membuat posisi tawar (bargaining position) tersendiri bagi negara pengguna TKI. Apalagi begitu seringnya kasus serupa terjadi dan pemerintah Indonesia masih saja mengirimkan TKI nya ke luar negeri membuat para negara kaya ini semakin yakin, bahwa hal ini dapat mereka lampaui secara mudah.

Well, kita semua tahu, persoalan TKI dan berbagai masalah lainnya yang dihadapi bangsa ini bukan perkara mudah. Itulah sebabnya penyelesaiannya pun jangan dianggap mudah dan memilih cara-cara yang tidak efektif menyelesaikan akar permasalahan yang sebenarnya. Kalau pemerintah pusing karena terlalu banyak pekerjaan, umumkan saja, mintalah bantuan kepada bangsanya. Di tengah-tengah negara yang carut marut ini, saya percaya masih ada segelintir atau bisa jadi masih banyak pemuda bangsa ini yang rela menyumbangkan pemikirannya tanpa pamrih !

Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum bila kaum itu sendiri tidak berupaya keras untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Tidak ada tentara kalah perang, tidak ada anak buah yang bodoh, yang ada hanyalah para pemimpin yang tidak amanah yang menyebabkan kehnacuran di muka bumi. Maka pilihlah pemimpin yang amanah, maka serahkanlah segala seuatu persoalan kepada ahlinya, maka jadilah makmum yang baik, pengikut yang mematuhi pimpinannya dan mengingatkannya secara bijak bila mereka salah, maka jadilah bangsa yang mencintai tanah airnya ....

No comments:

Post a Comment