Wednesday 3 June 2009

PETAKA E-MAIL

Kali ini saya tertarik sekali dengan pemberitaan media hari ini, yaitu kasus seorang ibu bernama prita mulyasari yang dijebloskan ke penjara, gara-gara soal e-mail ! Untuk itu, saya ingin sekali menelaahnya, mendiskusikannya dari sisi komunikasi.

Pertama, saya tidak tahu persis duduk persoalannya. Tapi berdasarkan pemberitaan di berita pagi di sejumlah stasiun tv dikisahkan bahwa kasus prita berawal dari e-mail yang prita kirimkan entah kepada siapa mengenai pengalamannya berobat di sebuah rumah sakit swasta terkenal di bilangan tangerang. Singkat cerita, konon kabarnya prita mengalami salah diagnosa sehingga menderita bengkak-bengkak di tubuhnya. Pengalaman inilah yang ia ceritakan melalui e-mail, sekali lagi entah kepada siapa.

Melas sekali nasib ibu ini. Logikanya, seorang individu tentu akan kalah bandar dibandingkan dengan sebuah institusi besar, kecuali individu itu seorang konglomerat dengan duit berlimpah dan mampu membayar lawyer yang mahal. Padahal, yang prita lakukan adalah melakukan komplen yang lazim dilakukan secara konvensional dalam surat kabar maupun majalah dalam rubrik 'redaksi yang terhormat', dll.

Namun inti permasalahannya, sampai sejauh ini sebuah alamat e-mail & email merupakan sesuatu yang belum terlalu jelas batasnya, apakah tergolong media privasi atau umum. E-mail, bisa jadi merupakan evolusi dari surat konvensional menjadi surat elektronik, seiring dengan perkembangan teknologi. Gejala itu pula yang terjadi dengan sms. Mengapa batasan e-mail belum jelas, karena alamat e-mail, layaknya telepon seluler adalah media yang tidak mungkin dapat diakses bila si empunya media tidak mengijinkan dan memberikan alamat atau identitasnya kepada orang lain. Artinya, berdasarkan alasan ini maka jelas media ini tidak dapat dikategorikan sebagai media 'massa' murni, namun memang menggunakan perantara alias 'media' lagi, yaitu berupa area virtual.

Nah, berdasarkan gejala tersebut, manakala identitas alamatnya saja publisitasnya sangat tergantung ijin si empunya media, maka isinya pun dengan sendirinya bersifat sangat personal alias bukan menjadi konsumsi publik. Itulah sebabnya konon pemerintah kini sudah mengatur mengenai arus informasi melalui media virtual ini, khususnya komunikasi melalui internet, termasuk di antaranya e-mail.

Interaksi melalui e-mail maupun sms, memang sangat mengandung resiko. Artinya, pengguna media ini harus ekstra hati-hati dalam menggunakan media ini sebagai alat komunikasi. 'Kelemahan' dari kedua media elektronik ini disebabkan keduanya memiliki 'kekuatan' pembuktian yang kuat. Nah, bingung kan ? Kelemahan yang mengandung 'kekuatan' ? Ya, karena kedua media elektronik ini memiliki kemampuan dalam menguasai ruang dan waktu, dalam arti dapat menyimpan sejarah, kronologis proses komunikasi secara efisien. Itulah sebabnya, media ini bak pedang bermata dua, di satu sisi sangat 'rentan' namun di sisi lain mempunyai kekuatan hukum yang kuat, karena dapat dijadikan bukti hukum.

Bandingkan bila komunikasi yang berlangsung dilakukan menggunakan medium surat konvensional biasa. Maka intinya, surat ini tetap bersifat personal 'kan ? Dalam surat konvensional, isi surat tetap terjaga kerahasiaannya. Jikalau yang menerima surat akan mempublikasikannya, yang bersangkutan harus sedikit lebih repot untuk mengirimkannya ke media massa yang belum tentu dimuat atau merekam (scan) untuk dapat diakses di internet dan untuk itu ia harus punya komputer dan jaringan internet. Artinya, cara-cara ini jauh lebih repot kan ?

Sementara bila menggunakan sms atau e-mail yang notabene sudah online di media elektronik itu sendiri, maka proses publikasi akan jauh lebih mudah. Just in time, dalam waktu itu juga, isi surat dapat langsung dipublikasikan. Begitulah, sesungguhnya tidak ada yang mengubah esensi peruntukan isi pesan yang terkandung dalam kedua macam media itu. Intinya, baik surat konvensional maupun surat elekronik, isi pesan kedua-duanya merupakan bersifat personal. Yang membedakan kedua jenis media itu hanya pada alatnya, medianya, yaitu konvensional dan elektronik, tapi itu sekali lagi, tidak mengubah peruntukan isi pesannya, dari konsumsi pribadi menjadi konsumsi publik.

Demikianlah, hal-hal semacam ini juga acapkali terjadi dalam komunikasi dalam pekerjaan yang menimbulkan banyak kesalahpahaman. Apalagi bila komunikasi itu berlangsung dalam sebuah jaringan khusus atau mailinglist, maka semua isi pesan yang beredar benar-benar hanya menjadi konsumsi anggotanya, kecuali dengan kesepakatan. Masalahnya, tidak semua orang mempunyai etika, integritas, pemahaman dan kebaikan hati yang sama.

Terlepas dari semua kelebih dan kekurangnnya, hikmah yang dapat dipetik dari kasus ini adalah :
  1. Lebih berhati-hati dalam memanfaatkan kemajuan teknologi
  2. Jangan mudah percaya kepada orang lain dan berbagi berbagai persoalan kepada sembarang orang
  3. Jagalah amanah orang lain kepada kita
  4. Bahwa komunikasi virtual tidak dapat menggantikan komunikasi langsung khususnya komunikasi interpersonal
  5. Selektif & pelajari setiap perkembangan teknologi komunikasi khususnya interaksi virtual yang berkembang di dunia maya, lakukan obervasi secara rasional dan obyektif maksimal satu bulan sebelum terlambat dan menimbulkan ketagihan dan segera tinggalkan kebiasaan tersebut
  6. Berdasarkan regulasi yang memang belum terlalu dikenal masyarakat, telah diatur bahwa siapapun tidak dapat secara sembarangan meneruskan sebuah email milik seseorang kepada pihak lain tanpa ijin atau sepengetahuan pemilik email yang bersangkutan

Perkembangan kasus ini dalam pemberitaan tv siang ini (metro tv), dewan pers Indonesia telah memberikan dukungan penuh terhadap proses banding yang akan dijalani prita.

Semoga diskusi ini bermanfaat dan mendatangkan banyak hikmah bagi kita semua.

No comments:

Post a Comment