Sunday 29 March 2009

TIPS MELAKUKAN PENELITIAN

  1. Lakukan penelitian terhadap hal yang benar-benar menarik minat anda.
  2. Amati permasalah yang ada, setelah itu baru tentukan pendekatan dan metode penelitian sesuai permasalahan yang ada, apakah kualitatif atau kuantitaf. Jangan sebaliknya !
  3. Patuhi prosedur dalam metode penelitian, jangan sekali-kali memotong, mempermudah, mengurangi prosedur penelitian karena akan membuat hasil penelitian anda menjadi bias.
  4. Peneliti mempunyai otoritas untuk membatasi wilayah, area, atau waktu penelitian, tapi bukan memotong metodeloginya.
  5. Lakukan teknik sampling dengan benar, apakah dari kelompok acak atau non acak.
  6. Bila melakukan teknik sampling seacara acak, tentukan besaran sampel dari populasi dengan persentase (%) bukan besaran jumlah (misalnya 10, 25, 23, 73, dst) dari populasi. Penentuan teknik sampling yang salah akan membuat penelitian anda menjadi bias.
  7. Tentukan karakter populasi, sampel & responden dengan pertimbangan yang paling relevan, sehingga hasil penenelitian dapat menggambarkan kausalitas atau hubungan permasalahan secara komperehensif.
  8. Ingat : semakin heterogen populasi, semakin banyak sampel yang dibutuhkan. Semakin homogen populasi, semakin sedikit sampel yang dibutuhkan.
  9. Bila menggunakan instrumen kuesioner, proses pengisian kuesioner oleh responden sebaiknya dalam pengawasan atau ditunggu. Bila kuesioner ditinggal kemungkinan bias sangat besar karena bisa saja pengisian kuesioner dilakukan oleh orang lain (keluarga terdekat, anak buah, dll).
  10. Sabar dan tekun serta nikmati penelitian anda. Penelitian adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan. Bila anda mampu melakukan penelitian dengan benar, anda mampu mengalahkan diri sendiri dengan kejujuran.
  11. JADILAH PENELITI SEJATI

SELAMAT MENELITI !

TIPS MEMBUAT KUESIONER

  1. Pastikan format pertanyaan sesuai kebutuhan, terbuka (isian) atau tertutup (pilihan)
  2. Jangan mengarahkan pertanyaan pada sikap tertentu
  3. Jangan menyusun kalimat pertanyaan terlalu panjang
  4. Jangan mengajukan pertanyaan terlalu banyak, yang penting mampu menjaring unsur-unsur yang akan diteliti
  5. Bila menggunakan skor, pastikan menggunakan ukuran yang sesuai metodelogi apakah likert (1 - 5), apakah semantik (1 - 7)
  6. Jangan menggunakan font & ukuran yang terlalu kecil

Saturday 28 March 2009

RISET HUBUNGAN MASYARAKAT (HUMAS)

Proses hubungan masyarakat menegaskan model 4 (empat) langkah penting, meliputi :
  1. MENENTUKAN RUMUSAN MASALAH HUMAS
  2. MERENCANAKAN PROGRAM HUMAS
  3. MENGIMPLEMENTASIKAN PROGRAM MELALUI KEGIATAN & KOMUNIKASI
  4. EVALUASI PROGRAM

Langkah pertama dalam proses humas yaitu pengumpulan informasi untuk membantu merumuskan dan mencegah kemungkinan munculnya masalah-masalah humas. Beberapa teknik yang sangat berguna dalam tahap ini adalah :

  1. Environmental Monitoring Program (boundery scanning)
  2. Public Relations Audit (audit humas)
  3. Communication Audit (audit komunikasi)
  4. Social Audit (audit sosial)

Audit Program Monitoring Lingkungan berguna dalam mengukur isu yang berkembang mengenai sebuah organisasi. Audit ini meliputi 2 (dua) tahap yaitu Early Warning Phase dan Tracking Public Opinion Phase.

Public Relations Audit berguna dalam mengukur citra organisasi melalui berbagai cara dan kegiatan.

Audit Komunikasi berguna untuk mengukur efektivitas media komunikasi yang digunakan humas dalam menyampaikan pesan-pesannya kepada publik. Pengukuran ini ndapat dilakukan terhadap media komunikasi cetak maupun eletronik. Audit Komunikasi meliputi 2 (dua) pendekatan, Teori Cloze Procedure & Teori Flasch. Cloze Procedure mengukur keterbacaan pesan melalui teks berdasarkan penggunaan satuan kata, sementara Teori Flasch, berdasarkan penggunaan satuan suku kata dalam sebuah pesan.

Audit Sosial berguna dalam mengukur kebijakan organisasi yang berdampak pada lingkungan atau publik di sekitarnya.

Audit Humas : CITRA PERUSAHAAN XXX MELALUI KEGIATAN OPEN HOUSE DI MATA PELANGGAN UTAMA

ABSTRAKSI
Pengukuran citra sebuah organisasi dapat dilakukan melalui berbagai cara atau kegiatan, salah satunya, melalui kegiatan "open house". Perusahaan XXX mempunyai program humas eksternal open house dan telah menyelenggarakan kegiatan ini secara rutin. Kegiatan open house terbuka bagi berbagai kelompok publik eksternal, baik dari kelompok pelanggan, pemerintah, media massa, hingga pelajar (SD sd. perguruan tinggi).
Sebagai sebuah organisasi yang mencari laba, maka citra perusahaan XXX di mata pelanggan utama menjadi sangat penting. Untuk itulah, pengukuran citra melalui kegiatan open house perusahaan XXX di mata pelanggan utama menjadi salah satu tolok ukur penting citra perusahaan di mata publik eksternalnya. Berdasarkan pertimbangan itulah, audit humas ini mengukur citra perusahaan xxx melalui kegiatan open house, meliputi hal-hal sebagai berikut :
  1. Persiapan penyelenggaraan kunjungan;
  2. Situasi lobi di area kunjungan ;
  3. Kronologi proses kegiatan perusahaan;
  4. Situasi kerja;
  5. Kondisi area peninjauan;
  6. Penayangan video company profile;
  7. Kompetensi petugas humas;
  8. Alokasi waktu;
  9. Fasilitas humas;
  10. Fasilitas umum

Penelitian ini menggunakan metode Audit Hubungan Masyarakat, dengan instrumen lembar kuesioner. Pengukuran citra dilakukan dengan cara penilaian yang dilakukan oleh responden terhadap setiap kegiatan open house yang meliputi sepuluh variabel di atas. Penyusunan sejumlah pertanyaan disajikan secara tertutup dengan peluang pemberian skor menggunakan skala semantik (1 - 7). Untuk menjaga reliabilitas penilaian responden, maka pembagian kuesioner dilakukan setelah serangkaian kegiatan open house diselenggarakan.

Berdasarkan hasil audit, dapat disimpulkan bahwa citra perusahaan xxx melalui kegiatan open house di mata pelanggan utamanya cenderung rendah. Hal ini terbukti dari rendahnya penilaian responden terhadap seluruh variabel yang diukur.

Audit Hubungan Masyarakat - ideal electric company, mengisyaratkan skor 7 bagi citra yang dikategorikan baik. Sementara berdasarkan hasil audit diperoleh bahwa dari sepuluh variabel yang dikur, diketahui bahwa actual electric company sebagian besar variabel menunjukkan skor jauh di bawah ideal, yaitu berkisar di angka 4.5 - 5.5 (100%).

Audit Program Monitoring Lingkungan : KECENDERUNGAN ISU & ARAH ISU DILIHAT DARI SUMBER BERITANYA

Analisis Isi Kasus Bupati Kampar dalam Pemberitaan Harian Kompas

ABSTRAK
Kasus Bupati Kampar (2004) berawal dari pengusiran yang dilakukan Bupati Kampar, JN terhadap salah seorang guru teladan Tingkat Nasional yang juga seorang Kepala Sekolah SMU Negeri 2 Air Tiris (AL). Seperti yang diterbitkan oleh Harian Kompas (11 Feb), peristiwa itu terjadi di tengah-tengah dialog antara Bupati dengan para guru se-Kabupaten Kampar pada Kamis, 5 Februari 2004. Tindakan pengusiran yang dilakukan oleh Bupati menyebabkan munculnya berbagai persoalan atau isu sehubungan dengan peristiwa tersebut.
Sesuai gejala yang ditemui, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sebagian dari Metode Audit Program Monitoring Lingkungan atau Environment Monitoring Audit Program, yaitu pada Tahap Peringatan Dini (Early Warning Phase). Sebagai penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kecenderungan pendapat umum yang dimuat dalam media massa dalam hal ini Harian Kompas, maka penelitian ini dilakukan dengan mengadopsi analisis isi, dengan tetap mengacu pada gejala-gejala pendapat umum, yaitu adanya isu (tahap munculnya isu), adanya pro dan kontra (tahap diskusi) dan adanya sejumlah orang penting (tahap upaya kesepakatan).
Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persoalan unjuk rasa merupakan isu yang paling sering muncul dalam berita kasus Bupati Kampar. Sementara kecenderungan arah isu pemberitaan tersebut sebagian besar menunjukkan arahnya adalah negatif. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemerintah daerah merupakan pihak yang paling sering muncul sebagai sumber berita dalam kasus ini.
Berkaitan dengan fungsi pes dan kinerja para editor media massa, hasil penelitian ini memperlihatkan adanya proses penetapan agenda (Agenda Setting) dan Teori Struktural Fungsional yang dilakukan harian Kompas dalam memberitakan kasus ini. Jadi, terjadi sinergi antara agenda media massa, agenda publik dan agenda keijakan saat agenda kebijakan yang dibuat oleh elit didasarkan oleh agenda publik yang tercermin dan disalurkan media massa sesuai agenda pemberitaan media massa tersebut.
Hasil penelitian ini pun menunjukkan kesesuaian dengan kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan kasus ini. Isu unjuk rasa sebagai isu yang paling sering muncul telah menjadi pertimbangan utama Mendagri dalam memenuhi tuntutan untuk menonaktifkan Bupati dan Wakil Bupati Kampar.
Atas dasar temuan ini, disarankan untuk menerapkan Audit Program Monitoring Lingkungan khususnya tahap Peringatan Dini (Early Warning Phase) untuk mengetahui gejala awal khususnya mengenai pendapat umum atau peristiwa-peristiwa sosial lainnya yang mungkin memiliki pengaruh penting bagi sebuah organisasi atau institusi.

Audit Komunikasi : KETERBACAAN TEKS MAJALAH XXX BAGI KARYAWAN PT. XXX

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Menyongsong era keterbukaan dan globalisasi saat ini, informasi menjadi sebuah kebutuhan yang diprioritaskan. PT. xxx menerbitkan medium internal yang berfungsi sebagai sarana komunikasi antar karyawan. Medium internal PT. xxx adalah buletin xxx.
Berawal dari berbagai gejala yang ditemui, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : "BAGAIMANA KETERBACAAN TEKS MAJALAH XXX BAGI KARYAWAN PT. XXX".


B. TUJUAN & KEGUNAAN PENELITIAN
  1. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan keterbacaan teks majalah xxx bagi karyawan PT. xxx.
  2. Kegunaan penelitian ini secara akademis untuk menambah wawasan kajian mengenai isi media cetak, khususnya tentang pemahaman isi tekstual media cetak (keterbacaan). Kegunaan penelitian secara praktis adalah untuk memberi masukan majalah xxx mengenai keterbacaannya, khususnya pertimbangan dalam pembuatan teks.

C. KERANGKA TEORI
Penelitian mengenai keterbacaan teks ini meliputi beberapa hal penting :
  1. Buletin - Majalah : Terdapat perbedaan antara buletin dan majalah. Bila mengacu pada definisi secara teoritis, maka medium internal yang diterbitkan PT. xxx lebih tepat disebut sebagai majalah.
  2. Keterbacaan Teks : Penelitian ini menggunakan rumusan hasil penelitian Wilson L. Taylor (1953) yang disebut "Cloze Prosedur".

D. KESIMPULAN
Sesuai hasil penelitian, maka peneliti menyimpulkan bahwa keterbacaan teks majalah xxx bagi karyawan PT. xxx cenderung rendah (82%). Hal ini terlihat pada seluruh kelompok populasi yaitu pada karyawan dengan latar pendidikan SD (100%), SLTP (100%), SLTA (86%) & perguruan tinggi (66%).
Dugaan Taylor dalam Cloze Procedure adalah bahwa keterbacaan teks dapat dipengaruhi beberapa faktor, meliputi : organisasi teks secara keseluruhan, struktur kalimat, kelayakan kosakata, kesederhanaan kosakata dan redundancy kata. Artinya, dalam penelitian ini diduga, faktor-faktor tersebutlah yang mempengaruhi keterbacaan majalah xxx bagi karyawan PT. xxx.

Friday 27 March 2009

STANDAR KOMPETENSI HUMAS

Efektif per Februari 2008 lalu, Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi (Depnakertrans) telah menetapkan Keputusan Menteri Nomor : KEP. 39/MEN/II/2008 tentang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Kehumasan. SKKNI Bidang Kehumasan disusun oleh Tim Panitia Kerja yang beranggotakan para profesional akademisi maupun praktisi bidang Komunikasi dan diketuai langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informasi, Republik Indonesia. SKKNI Bidang Kehumasan merupakan terobosan yang sangat positif bagi perkembangan profesi humas di Indonesia.

DAMPAK PROFESI MULTI-ENTRY
Globalisasi yang terjadi di seluruh belahan dunia saat ini telah menghilangkan sekat-sekat geografis sehingga mengakibatkan dunia seolah menjadi sebuah wilayah tanpa batas. Kehidupan yang serba mengglobal ini pada gilirannya mempengaruhi segala aspek kegiatan dunia usaha dan berbagai profesi di dalamnya tidak terkecuali profesi public relations.
Di Indonesia, ilmu Public Relations (PR) atau Kehumasan bisa jadi merupakan sebuah ilmu yang relatif baru dikenal dibandingkan berbagai disiplin ilmu yang lain. Namun di dunia, khususnya di negara-negara maju, Public Relations atau hubungan masyarakat (humas) merupakan profesi yang sangat bergengsi dan terus berkembang (emerging profession) secara pesat. Sayangnya, di Indonesia, public relations menjadi sebuah profesi yang multi-entry dicipliner di mana siapapun dapat memasuki profesi ini tanpa mengsyaratkan penguasaan keilmuan tertentu, yaitu ilmu komunikasi.
Saat ini, keberadaan profesi PR di dunia usaha pun terus mengalami peningkatan. Artinya, dunia usaha sedikit demi sedikit telah menyadari peran strategis PR tidak saja dalam membangun citra organisasi dan reputasi, tapi juga berkontribusi dalam penyelenggaraan tata kelola organisasi yang baik (Good Corporate Governance). Namun di lain pihak, peran para praktisi PR dalam institusi/organisasi di Indonesia pada umumnya belum berada di posisi dominan dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan yang berhubungan dengan peran strategis PR itu sendiri.
Dalam struktur organisasi, kedudukan departemen atau bagian PR belum berada pada level pimpinan/manajemen atau masih jauh dari pengambil keputusan. Kondisi tersebut, menyebabkan PR tidak dapat melaksanakan fungsi strategisnya sebagai salah satu fungsi manajemen. Akibatnya, penempatan SDM yang menjalankan fungsi PR belum didasarkan pada kompetensi PR dan hanya cenderung sebagai pelengkap saja.
Padahal, pada situasi yang sangat kompetitif saat ini, para profesional PR perlu melakukan perbaikan untuk meningkatkan kompetensi baik secara individul maupun institusional. Hal ini wajib diupayakan agar para profesional PR dapat berkontribusi lebih optimal sehingga mendapatkan penghargaan lebih baik sebagai profesional di dunia usaha. Hal inilah yang melatarbelakangi disusunnya Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Kehumasan oleh pemerintah, dalam hal ini disusun oleh Departemen Komunikasi & Informasi Republik Indonesia dan ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi Republik Indonesia.

KOMPETENSI vs PROFESI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kompetensi adalah 1) kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu); 2 Ling kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara abstrak atau batiniah. Gati Gayatri, Kepala Puslibang Profesi, DEPKOMINFO dalam presentasinya mengenai “Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Profesi CIO” menjelaskan bahwa Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pelatihan ekstensif, studi, dan penguasaan pengetahuan khusus, dan biasanya memiliki asosiasi profesional, kode etik, dan proses sertifikasi atau perijinan. Profesionalisme – elitisme power yang didefinisikan sendiri oleh komunitas profesi yang bersangkutan.
Adapun indikator profesi adalah :
1. Aplikasi ketrampilan berdasarkan pengetahuan khusus
2. Persyaratan pendidikan dan pelatihan tingkat lanjut atau “advanced”
3. Ujian formal kompetensi dan admisi yang terkontrol
4. Keberadaan asosiasi profesi
5. Keberadaan pedoman perilaku (code of conduct) atau etika
6. Keberadaan komitmen atau tuntutan atau rasa tanggungjawab untuk melayani publik.
Sementara indikator profesionalisme adalah :
1. Terlatih dengan baik (well-trained);
2. Sangat berkualitas;
3. Mampu bekerja keras dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan clients;
4. Dapat dipercaya (sesuai dengan gelar yang dimiliki)
Artinya, sebagai sebuah profesi, Public Relations atau Humas juga mempunyai koridor keilmuan tertentu yang perlu dihargai sebagaimana profesi lainnya seperti dokter, pengacara, psikolog, psikiater, insinyur, yang tidak sembarang orang dapat mengambil alih atau meng-hand-over pekerjaan atau profesi mereka tanpa memiliki keahlian khusus mengenai bidang itu. Mengapa, karena profesi PR juga memiliki persyaratan-persyaratan keilmuan yang tidak dapat diperoleh hanya dengan kursus singkat satu bulan atau seminar 1 hari, sebagaimana berbagai profesi lain mengsyaratkan proses pembelajaran yang sangat spesifik dan tidak sederhana.

SKKNI KEHUMASAN
SKKNI Bidang Kehumasan memuat mengenai 2 (dua) hal besar ; yaitu Daftar Unit Standar Kompetensi Bidang Kehumasan dan sertifikasi atau penggolongan petugas humas sesuai kompetensi.
Daftar Unit Standar Kompetensi Bidang Kehumasan terdiri dari 3 (tiga) kelompok, yaitu :
1. Kelompok Kompetensi Umum, terdiri dari 7 (tujuh) kompetensi
2. Kelompok Kompetensi Inti, terdiri dari 54 (lima puluh empat) kompetensi
3. Kelompok Kompetensi Khusus, terdiri dari 9 (sembilan) kompetensi

Sementara itu, berkaitan dengan penggolongan petugas humas, KEP Menarkertrans No. KEP. 39/MEN/II/2008 menetapkan sebagai berikut :
1. Sertifikat III (Humas Junior)
2. Sertfikat IV (Humas Madya)
3. Sertifikat V (Humas Ahli)
4. Sertfikat VI (Humas Manajerial)


Secara detail, kriteria masing-masing kompetensi dari setiap kelompok kompetensi maupun sertifikasi dijelaskan dan dapat dipelajari dalam KEP Menakertrans No. Kep. 39/MEN/II/2008. Rincian ini untuk mencegah terjadinya mutitafsir mengenai penyelenggaraan sebuah kegiatan sekaligus sebagai penyeragam tentang sebuah kompetensi bagi seluruh profesional humas di Indonesia.

SKKNI, SKI, KPI
Bila membandingkan Daftar Unit Kompetensi Bidang Kehumasan dengan implementasi di dunia emprisi selama ini maka terlihat, mungkin masih banyak pekerjaan yang sangat penting dan strategis yang belum terjangkau oleh banyak biro komunikasi di berbagai institusi di Indonesia. Sekedar mengingatkan saja, bahwa menurut Edward Louis Bernays & Ivy Lee, keduanya dikenal sebagai Bapak Humas Modern, menegaskan :
“... public relations as a management function which tabulates public attitudes, defines the policies, procedures and interests of an organization. . . followed by executing a program of action to earn public understanding and acceptance".
Today, "Public Relations is a set of management, supervisory, and technical functions that foster an organization's ability to strategically listen to, appreciate, and respond to those persons whose mutually beneficial relationships with the organization are necessary if it is to achieve its missions and values." Essentially it is a management function that focuses on two-way communication and fostering of mutually beneficial relationships between an organization and its publics.”


Jelaslah, bahwa public relations pada dasarnya adalah sebuah fungsi manajemen yang mengelompokan sikap publik, merumuskan kebijakan-kebijakan, prosedur dan minat atau tujuan organisasi ... diikuti oleh pelaksanaan program untuk menghasilkan pengertian dan penerimaan publik.
Saat ini, public relations adalah sebuah kesatuan dari manajemen, pengawasan dan fungsi-fungsi teknis yang membantu kemampuan sebuah organisasi untuk mendengarkan secara strategis, menghargai dan merespon kepada pihak-pihak di mana hubungan saling menguntungkan bagi organisasi menjadi penting jika hal itu dimaksudkan untuk mencapai misi-misi dan nilai-nilai perusahaan. Secara mendasar, hal ini merupakan fungsi manajemen yang memfokuskan dalam komunikasi dua arah dan membantu hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan publiknya.
Pada dunia empiris, SKKNI Bidang Kehumasan yang digulirkan pemerintah ini tentu menjadi sebuah panduan yang sangat membantu bagi dunia kerja khususnya dalam meningkatkan citra profesi humas itu sendiri. Artinya, SKKNI Bidang kehumasan sangat berguna dan memudahkan dalam menentukan peta kekuatan SDM, maupun SKI atau KPI dalam dunia kerja khususnya bagi profesi humas di berbagai instansi. Tidak hanya itu, dengan mengacu pada SKKNI maka institusi dapat menempatkan atau mengembalikan pekerjaan-pekerjaan yang bisa jadi selama ini bukan menjadi urusan kehumasan. Akhirnya, berbekal KEP Menakertrans No. 39/MEN/II/2008 ini maka institusi pun dapat memberikan apresiasi, reward (penghargaan) kepada setiap profesional PR secara obyektif, jujur dan transparan sesuai kompetensi atau sertifikasi tersebut.
Di Indonesia, mungkin belum semua profesi memiliki standar kompetensi kerja nasional karena pemerintah mungkin juga belum menetapkan untuk itu. Namun, SKKNI Bidang Kehumasan selayaknya disambut positif dunia usaha di Indonesia karena sangat bermanfaat dalam meningkatkan profesionalisme PR maupun institusional di seluruh Indonesia. Di masa yang akan datang, pemerintah akan terus melakukan pengembangan dan perbaikan SKKNI Bidang Kehumasan secara periodik mengikuti perkembangan jaman.
IT'S NOW OR NEVER
SKKNI Bidang Kehumasan sudah selayaknya disambut gembira oleh para praktisi kehumasan. Keberadaan SKKNI Kehumasan jelas sangat membantu profesi humas agar menjadi tuan rumah di bidang keilmuannya sendiri. Sebagaimana diketahui bersama, begitu banyak praktisi humas yang tidak memiliki latar belakang akademis yang relevan dengan profesi kehumasan. Akibatnya, para sarjana komunikasi pun terlewati oleh berbagai profesi lain yang dianggap mampu sebagai substitusi dan mengambil alih kue para praktisi humas yang berbekal akademis kehumasan atau komunikasi.
Sebaliknya, SKKNI Bidang Kehumasan pun dapat menjadi bumerang, bila para intelektual komunikasi tidak mampu bersaing dengan para praktisi humas yang sudah ada yang notabene memiliki kemampuan setara atau bahkan lebih baik dari para intelektual humas itu sendiri.
RESEARCH IS A MUST
Pekerjaan kehumasan pada dasarnya mengutamakan dan berorientasi pada riset. Artinya, nilai lebih inilah yang dimiliki para praktisi humas yang berlatar belakang ilmu komunikasi khususnya ilmu kehumasan. keunggulan ini tentu tidak dimiliki oleh praktisi lain yang tidak berlatar belakang akademis komunikasi atau kehumasan. Riset pula-lah yang menjadi salah satu kompetensi yang harsu dikuasai oleh profesional humas pada tingkat ahli dan manajerial.
Persoalannya, gejala yang ditemui saat ini di dunia pendidikan bidang komunikasi di Indonesia, tidak semua institusi pendidikan yang melahirkan sarjana komunikasi memiliki kemampuan yang digdaya mengenai riset komunikasi. Akibatnya, saat ini banyak sarjana komunikasi yang tidak menguasai riset komunikasi. Tentu, hal ini menjadi tugas rumah tersendiri yang sangat serius bagi para praktisi komunikasi di Indonesia. Bila hal ini tidak diperhatikan, maka SKKNI Bidang Kehumasan pun akan menjadi tidak berguna, karena sangat sedikit praktisi kehumasan yang mampu memenuhi kriteria kompetensi yang disyaratkan dalam SKKNI Bidang Kehumasan.
Tidak ada kata terlambat untuk belajar, it is never to late to learn. Jadi, mumpung segalanya sudah begitu sangat mudah, mengapa tidak segera kita lakukan perbaikan ? Bila tidak dimulai sekarang, bisa-bisa nanti insan humas profesional seperti kisah kutu yang berada di dalam kotak korek api. Ingin tahu ceritanya ? Selamat mencari tahu !