Monday 24 August 2009

LAKSANAKAN atau LANJUTKAN ?

Dalam prosesi upacara bendera peringatan detik-detik kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64 pada hari Senin, 17 Agustus 2009 lalu terjadi satu perubahan yang unik. Selama ini, dalam setiap prosesi upacara bendera seorang komandan upacara akan melaporkan diri kepada inspektur upacara bahwa upacara siap untuk dilaksanakan. Menanggapi laporan komandan upacara, lazimnya sang inspektur upacara akan menjawab "laksanakan".

Namun, dalam prosesi upacara kenegaraan peringatan detik-detik kemerdekaan RI yang ke-64 pada hari Senin, 17 Agustus 2009 lalu, saat komandan upacara melaporkan diri, sang inspektur upacara menjawabnya dengan "lanjutkan."

Apakah itu sebuah ketidasengajaan atau memang telah terjadi perubahan ? Pasalnya, bila menilik makna kata "laksanakan" dan "lanjutkan" keduanya sungguh memiliki makna yang berbeda.

"Laksanakan" terdiri dari kata dasar laksana dengan akhiran "an". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "melaksanakan" berarti :

me·lak·sa·na·kan v 1 memperbandingkan; menyamakan dng: ia ~ lukisannya dng lukisan gurunya; 2 melakukan; menjalankan; mengerjakan (rancangan, keputusan, dsb): ia mengetahui teorinya, tetapi tidak dapat ~ nya; ia ~ tugasnya dng baik;

Sementara kata "lanjutkan" terdiri dari kata "lanjut" dengan akhiran "an". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "melanjutkan" berarti :

me·lan·jut·kan v 1 meneruskan (tt perkataan, perundingan, cerita, dsb); menyambung: mereka akan ~ pembicaraan itu minggu depan; 2 mempertinggi: krn ketiadaan biaya, dia tidak mampu ~ pendidikan anaknya ke sekolah yg lebih tinggi;

Pendek kata, secara etimologi kata "laksanakan" antara lain memiliki makna yang menjelaskan suatu keadaan yang belum terjadi untuk dilakukan. Sementara kata "lanjutkan" antara lain memiliki makna yang menjelaskan bahwa suatu keadaan telah berlangsung dan untuk diteruskan atau terus dilakukan.

Jadi, dalam konteks ini yaitu pelaksanaan upacara bendera kenegaraan, kata mana yang seharusnya lebih tepat dan relevan digunakan ya ? Ataukan ini sebuah gejala "penyederhanaan" dan "pengabaian", sebuah etika berkomunikasi dalam ranah politik yang sesungguhnya bisa jadi sangat prinsip ? Atau bahkan memang itulah bentuk nyata dari komunikasi politik itu sendiri ?

POSITIF-nya FACEBOOK ?

Seorang sahabat sekampung halaman yang terus terang jarang telepon walaupun rumah kita berdekatan, sesekali menelepon biasanya cuma untuk satu hal, menanyakan bila saya mengenal seseorang yang kebetulan satu alumni dengan saya saat SMA. Menanggapi kebiasaaannya yang satu ini, saya biasanya langsung bisa menebak, "Mesti kenalan nang facebook, kiyeh ..." Kontan, sang sahabat tertawa berderai-derai karena tebakan saya tepat mengenai sasaran.

Seperti biasa pula saya pun berkomentar tentang keheranan saya kenapa ia begitu gemar berfacebook-ria, karena menurut saya manfaat facebook tidak lebih dari untuk bersenang-senang saja sementara di sisi lain berpeluang bikin masalah. Tanpa saya duga, rupanya sang sahabat membuat sebuah pengakuan, bahwa sejak ia rajin berfacebook ria kebiasaannya keluyuran malam jadi jauh berkurang sehingga katanya sekarang suaminya semakin senang karena ia jadi semakin sering rumah.

Ternyata, ada juga hal positif yang ditimbulkan dari aktivitas keranjingan facebook. Tapiiiii, apa iya itu menjadi sebuah hal yang positif ? Karena ... komunikasi dengan media tidak sama dengan komunikasi langsung (tanpa media). Walau keduanya sama-sama merupakan komunikasi personal, tapi sifatnya sungguh berbeda. Bisa jadi ini adalah sebuah fenomena, bahwa manusia semakin ... merasa nyaman dengan kehidupannya sendiri, dan cenderung menjadi manusia hedonis yang mulai meninggalkan 'ritual-ritual' tradisional atau bersosialisasi dengan lingkungan melalui berbagai macam kegiatan macam arisan dan kumpul warga yang tentu lebih interaktif dan apa adanya. Keunggulan komunikasi langsung antara lain adalah bahwa masing-masing orang dapat mengetahui reaksi lawan biacara secara langsung, baik dari intonasi suaranya, gerak-geriknya, bahas tubuhnya, mimik wajahnya bahkan reaksi spontannya manakala mereka berbohong. Hal itu semua tidak mungkin terlihat saat manusia berkomunikasi melalui media bukan, bahkan dalam media facebook yang just in time sekalipun ....

Bagaimana menurut anda ?

Saturday 8 August 2009

PRITA BERDAMAI dengan OMNI

Wah, ini sebuah cerita atiklimaks. Akhirnya, Prita berdamai dengan Rumah Sakit OMNI, Rumah Sakit OMNI berdamai dengan PRITA. Keduanya sepakat mencabut segala urusan hukum dan pengadilan sehubungan dengan pertikaian keduanya beberapa waktu yang lalu soal pencemaran nama baik.

Sebelumnya, Prita sempat dalam posisi yang tidak punya bargaining lantaran pengadilan negeri/tinggi Tangerang membatalkan amar putusannya soal pembebasan Prita. Akibatnya, Prita pun kembali cuti bekerja karena mungkin Prita dianggap kembali harus menjalani tahanan kota. Prita yang berdomisili di Bintaro, Tangerang Selatan tidak bisa bekerja karena kantornya berada di Jakarta.

Kembali lagi, peran media sungguh besar dalam perjalanan kasus Prita vs OMNI ini. Betapa besar peran media dalam membantu penyelesaian kasus Prita. Karena publisitas media, Prita memperoleh simpati publik. Karena publisitas media pula, pihak Rumah Sakit OMNI, Pengadilan Negeri, juga Pengadilan Tinggi mendapat tekanan media sekaligus publik. Akibatnya, kelompok elit pun turun tangan sehingga kasus Prita segera mendapat penanganan dan berakhir dengan pembebasan yang berlangsung lumayan dramatis.

Saat kasus itu kembali menunjukkan kecenderungan ekskalasinya, kelompok elit pun buru-buru ambil jalan pintas. Kelompok elit dalam hal ini Pemda (Walikota) Tangerang berperan sebagai pihak ketiga, fasilitator, penengah, arbitrer di antara keduanya. Jadilah kelompok elit sebagai juru damai. Jadilah kedua pihak yang bersengketa sepakat mencabut segala urusannya di pengadilan dan memilih berdamai secara kekeluargaan. Maka awal Agustus lalu kisah pun berahir.

Kasus Prita vs Rumah Sakit OMNI merupakan contoh nyata bagaimana media sangat berperan dalam mempengaruhi porses pengambilan keputusan yang diambil oleh kelompok elit. Dengan keterlibatan media dalam mendorong terciptanya proses pemunculan pro dan kontra dari kelompok publik, media berhasil membawa agendanya sehingga mempengaruhi agenda publik dan agenda elit. Maka, kasus ini pun akhirnya terselesaikan dengan baik, berdamai.

FENOMENA MBAH SURIP

Keberadaan Mbah Surip sejak kemunculannya hingga akhir hayatnya sungguh fenomenal. Seseorang terdekat selalu saja bertanya, "Ada fenomena apakah sehubungan dengan keberadaan Mba Surip yang begitu terkenal dengan sangat cepat di seantero Indonesia ?"

Mbah Surip memang telah berpulang pada Selasa, 4 Agustus 2009 lalu. Satu hal yang sangat menggelitik adalah, kehadiran Mbah Surip (almarhum) dalam kehidupan showbiz tergolong biasa saja dengan 'jualannya' namun, popularitas yang diakibatkan oleh jualannya yang biasa saja itu sungguh luar biasa, melampaui ketenaran artis-artis yang terjun di dunia hiburan sebelumnya.

Dunia hiburan umumnya identik dengan keindahan, cantik atau tampan, disertai kualitas hasil karya yang fenomenal. Namun belakang muncul fenomena anyar, bahwa modal untuk terjun ke dunia hiburan bukan lagi soal keindahan, kecantikan dan ketampanan melainkan justru kondisi sebaliknya. Artinya, saat ini justru banyak pekerja seni yang ... maaf, tidak cantik, tidak ganteng, tidak seksi, tidak putih. Hal-hal yang tidak biasa itulah yang menjadi nilai lebih mereka.

Kembali lagi ke Mbah Surip, untuk sebagian besar para pekerja seni yang memulai kiprah berkesenian sejak lama, sosok Mbah Surip ternyata bukan orang baru. Mbah Surip rupanya sosok yang telah lama berkarya jauh hari dan tahun sebelum lagunya "Tak Gendhong" populer belum lama ini.

Mbah Surip ternyata banyak diketahui masyarakat seringkali nongkrong di seputaran Bulungan, Jakarta Selatan sejak bertahun-tahun lalu. Maka tek heran, pada akhir hayatnya pun ternyata Mbah Surip berada di kediaman salah satu pemain ketoprak humor, Mamik Prakoso dan dimakamkan di pemakaman Bengkel Theater di Depok milik WS. Rendra, penyair ulung, yang 3 (tiga) hari kemudian juga berpulang, pada hari Kamis malam, 6 Agustus 2009.

Lagu "Tak Gendhong" Mbah Surip, tergolong biasa saja, musikalitasnya juga biasa saja, sementara sosok Mbah Surip ya jelas sudah tua ... tidak seperti artis-artis pada umumnya yang menjual ketampanan atau kecantikannya. Pembawaannya ... ini dia ... begitu eksentrik, begitupun penampilannya dengan rambut gembelnya yang regae abis ... !!!

Maka, saat publik dikenalkan dengan sosok Mbah Surip yang muncul belum lama ini lalu tiba-tiba dikagetkan dengan berita kematiannya tentulah membuat sosok beliau tidak saja fenomenal tapi sekaligus kontroversial . Pasalnya, belum habis masyarakat terheran-heran dengan kehadirannya yang fenomenal, tiba-tiba sosoknya sudah berpulang. Jadilah, perilaku media pun semakin ... melengkapi fenomena itu. Berita kematian Mbah Surip diliput secara live, on the spot dan eksklusif oleh salah satu televisi swasta lebih dari 3 (tiga) jam dalam semalam ! Stasiun tersebut melakukan pemberitaan sejak kematiannya hingga prosesi pernikahan putrinya di depan jenazah dan upacara pemakamannya. Berita tumpahnya air mata dan tangis Megawati di sidang Mahkamah Konstitusi memprotes proses berlangsungnya hajat besar republik ini pada pileg & pilpress lalu pun lenyap bak ditelan bumi !

Begitulah perkembangan industri media yang mampu menciptakan hal yang pada dasarnya biasa saja, namun mampu diterima oleh publiknya ! Media mampu menciptakan opini publiknya sehingga tidak sekedar tahu dan kenal Mbah Surip, tapi juga bersikap positif terhadap kehadiran Mbah Surip, bahkan membeli kaset, menyanyikan lagu, dan berpenampilan, bersikap, dan tertawa lantang layaknya Mbah Surip ! Haahaahahaaaa ... !

Bayangkan, coba bayangkan ... bila kemampuan media massa yang sangat luar biasa ini disalahgunakan untuk menyampaikan informasi yang tidak bermanfaat atau bahkan provokatif ! Atau sederhananya, coba bayangkan, bila media massa tidak lagi memiliki idealisme dan mengabaikan tugas dan fungsi yang sebenarnya dalam melakukan kegiatan informasi, edukasi dan rekreasi ? Bukankah akibat yang akan ditimbulkannya akan sangat fatal bagi kemashalatan orang banyak ?

Coba perhatikan terpaan media massa saat ini, betapa banyak media massa yang melakukan fungsi menghibur tapi tidak mendidik dengan menyajikan sinetron yang menampilkan anak yang berani kepada orang tua, mertua yang kejam kepada menantunya, suami yang sadis kepada istrinya, dst. Padahal, media elektronik seperti televisi yang audiovisual memiliki kekuatan luar biasa dalam mempengaruhi perilaku masyarakat. Karena dengan menonton tv yang dilengakapi dengan cerita dan bergambar tidak memerlukan upaya apa-apa untuk memahami pesan yang disampaikannya. Semua begitu jelas dan lugas dalam sajian televisi.

Maka, bagaimana kebijakan politik sebuah pemerintahan suatu negara akan sangat mempengaruhi kebijakan bagi media massa dalam berkarya. Dengan dalih reformasi, kecenderungan pasar bebas ditambah kemajuan teknologi informasi saat ini versus tingkat kematangan masyarakat, kesiapan ekonomi dan kerawanan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh sebagian besar bangsa ini, maka inilah yang kita hadapi saat ini.

Jadi, apapun yang disajikan oleh media massa dan tersaji di hadapan masyarakat, berkualitas atau tidak berkualitas, masyarakat akan menelan semua informasi itu bulat-bulat tanpa menyaringnya lagi, karena bekal untuk itu tidak ada. Bila pendidikan rendah, maka kemampuan menganalisis dan menyaring segala sesuatu yang diterimanya pun akan rendah. Lama kelamaan apa yang disaksikan diterimanya akan terinternalisasi dan dianggap sebagai nilai-nilai baru yang layak dianut. Hasilnya, para remaja Indonesia tidak ragu lagi mengenakan pakaian super seksi ke manapun mereka pergi ....