Monday 29 June 2009

TEORI AGENDA SETTING, Studi Kasus : Prita Mulyasari

Prita Mulyasari dinyatakan bebas, maka drama kasus facebook Prita pun berakhir, happy ending, bisa jadi nyaris persis, atau bahkan memenuhi sebagian besar harapan masyarakat.

Kasus penahanan Prita akibat curhatannya di facebook menjadi contoh kasus menarik yang menggambarkan bagaimana mekanisme teori Agenda Setting terjadi.
  1. Agenda Media. Kasus Prita bermula dari ekspos media mengenai penahanan yang dialaminya akibat curhatannya di media virtual, facebook. Pangkal permasalahannya adalah ketidakpuasan Prita dengan pelayanan sebuah rumah sakit int'l di tangerang. Singkat cerita, prita pun curhat dengan sepuluh orang temannya di facebook. Sampai di sini, curhatan Prita sebenarnya tidak ada bedanya saat seseorang berbagi pengalaman betapa enaknya makan soto jakarta di bilangan barito, jakarta selatan. Persoalan menyeruak saat curhatan Prita ternyata diteruskan oleh kesepuluh temannya, dan secara cepat terus menyebar hingga diketahui oleh pihak rumah sakit. Pihak rumah sakit semakin merasa dirugikan karena konon kabarnya curhatan Prita juga diteruskan dan terbaca oleh sekelompok pengguna facebook yang juga merupakan pelanggan utama (VVIP customer) rumah sakit tersebut. Akhirnya, Prita pun dijebloskan ke penjara, stelah sebelumnya dianggap tidak kooperatif dalam penyelesaian kasus ini dengan pihak rumah sakit. Prita, yang juga seorang ibu dari 2 (dua) anak balita, tentu menjadi berita yang punya news value tinggi bagi media. Maka, media pun mengagendakan kasus Prita ini sebagai pemberitaan utamanya.
  2. Agenda Publik. Begitu kasus Prita terekspos di media dan diketahui khalayak luas, publik pun bereaksi. Muncullah pro dan kontra. Tak terkecuali para calon presiden yang sedang berkampanye pun menjadikan derita Prita ini sebagai tunggangan politik. Maka sebagai akibatnya, kasus Prita semakin cepat bergulir, ekskalasi kasusnya pun berkembang sangat cepat. Akibatnya, berbagai pro dan kontra yang muncul dan pemberitaan media pun termasuk media virtual di mana Prita curhat yaitu facebook, menjadi pressure besar bagi berbagai pihak yang menyebabkan Prita berada di balik jeruji besi, baik kejaksaan, rumah sakit, maupun pengadilan bahkan kepolisian ! Sejumlah dukungan yang berpihak kepada Prita bermunculan. Hasilnya, Prita pun berhasil keluar dari penjara dan menjalani tahanan kota. Itu pun, masih terus menimbulkan pro dan kontra. Hasilnya, persidangan Prita pun digelar relatif cepat dari lazimnya penanganan kasus pada umumnya.
  3. Agenda Elit/Eksekutif. Mau tidak mau, tekanan publik dari berbagai kalangan baik dari masyarakat maupun para key person yang begitu besar akhirnya mempengaruhi para agenda eksekutif. Mereka pun akhirnya mengagendakan kasus Prita sebagai kasus yang harus diselesaikan dengan segera. Dan, bukan tidak mungkin, bahkan sebaliknya, bisa jadi tekanan publik yang begitu besar ini akhirnya mempengaruhi para elit mengambil keputusan sebagaimana fenomena yang tampak, bahwa publik menghendaki Prita bebas. Maka hasilnya, Prita pun bebas sesuai dengan agenda publik.

Demikianlah sebuah contoh kasus yang nyata bagaimana agenda media mampu mempengaruhi agenda publik dan akhirnya mempengaruhi agenda elit dalam pengambilan keputusan. Namun, kasus Prita ini menjadi sangat berbeda dan menarik karena di luar mekanisme Teori Agenda Setting, kasus Prita terinteverensi variabel lain, yaitu kondisi politik Indonesia yang tengah menghadapi pemilihan presiden. Kenyataannya, semua capres sama-sama merespon dan melakukan tindakan terhadap kasus Prita. Megawati langsung menyambangi Prita di rutan khusus wanita di Tangerang, Jusuf Kalla langsung memerintahkan kejaksaan dan Kapolri untuk mengusut ulang Kasus Prita, begitupun SBY melakukan tindakan yang pada intinya menjadikan kasus Prita ini sebagai jualan. Kini, Prita bahkan sudah menjadi juru kampanye Megawati di berbagai kesempatan. Menarik sekali bukan ?

Bila tidak ada interverensi para kandidat Capres, mungkin kasus Prita tidak akan bergulir secepat ini. Bila kasus Prita ini terjadi bukan di tengah-tengah masa kampanye pemilihan presiden, apakah akan sama nasib Prita seperti yang ia peroleh sekarang dengan kebebasannya ? Bila kasus ini terjadi di masa biasa di mana tidak terjadi agenda besar politik saat ini, apakah akan sama Teori Agenda Setting bekerja ?

Wednesday 17 June 2009

KERANJINGAN FACEBOOK

Dulu, waktu pertama kali 'belajar' soal facebook, terasa benar kalau media ini sangat menarik, karena ... interaktif. Tapi ... seminggu, dua minggu dijalani ... ternyata fb bikin 'addict' ! Kalau sudah begini, jelas ... ga' sehat. Apalagi setelah diamat-amati, gejalanya ... ternyata fb lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Makanya, sebelum berbahaya, segera saya tinggalkan. Hanya nice to know saja dan digunakan bila diperlukan.

Berdasarkan gejala yang ada, dari ratusan orang yang menjadi teman, mayoritas informasi yang hilir mudik dalam fb cuma cerita-cerita yang asli ga' penting. Bahkan kalau boleh jujur, tidak jarang banyak pula informasi yang sifatnya have fun atau istilah anak muda jaman sekarang "seru-seruan ajah ..." bahkan ada juha yang 'riya' alias pamer doank. Sementara informasi yang penting ga' seberapa banyak frekuensinya.

Frekuensi pengguna fb dalam memanfaatkan media itu antara hal-hal yang penting dengan hal-hal yang tidak penting pun dengan sendirinya dapat terlihat jelas dengan mengamati kualitas informasi yang hilir mudik itu tadi. Ironisnya, logikanya maka kondisi itulah yang lebih banyak menimbulkan addict di para pengguna fb. Kini, bahkan ada 'group' dalam fb yang mengundang para pengguna fb untuk bergabung dalam kelompok 'addict' yang tingkat ketagihannya mencapai lebih dari 70%. Itu kan' ajakan yang tidak bermanfaat dan hanya pembodohan masal belaka ? Sadis ya ?

Gejala lainnya, seorang pengguna fb yang tengah terjebak facebook addict, terpaksa mengisi pulsa hampir satu juta rupiah kurang dari sebulan karena selalu mencoba on line melalui telepon seluler miliknya. Tidak kalah sadis, orang yang bisa bertemu alias kopi darat karena memanfaatkan fb, ternyata cuma disia-sia teman lamanya, lantaran sang teman sanantiasa on line melalui smartphonenya sepanjang pertemuan mereka. Seorang ayah pun dihardik sang anak lantaran terlalu sibuk berfb. Sebuah arisan keluarga yang berhasil dipertemukan melalui fb juga terancam dibubarkan oleh sosok yang dituakan karena mayoritas anggota keluarga sibuk berfb sepanjang waktu arisan. Konyol sekali bukan ?

Makanya, tak heran bila MUI mengklaim haram penggunaan fb. Karena kita belum mampu menggunakan media virtual dan turunannya secara bijaksana. Persoalannya, sebagai media yang memanfaatkan media virtual, fb sangat mengandalkan pengawasan melekat di diri masing-masing penggunanya. Bila kesadaran individu masih sangat rendah, akibatnya sang pengguna pun tidak menyadari bahwa dirinya tengah terjebak fb. Parahnya lagi, sang pengguna pun tidak tahu dan tidak bisa mengenali nilai lebih dan kekurangan sebuah media. Akibatnya, kembali lagi terjebak dan terus terjebak.

Sesungguhnya fb dapat dimanfaarkan secara optimal dan dapat menjadi efektif bila tepat penggunaanya. Karena sifatnya yang interaktif, fb sangat berguna misalnya untuk mempertemukan keluarga yang tercerai berai, juga sebagai salah satu media dalam strategi pemasaran. Fb juga efektif untuk menshare informasi yang penting (misalnya kematian, sakit, rapat mendadak, menggalang dukungan-ingat kasus prita, kampanye) langsung ke banyak orang. Selain contoh-contoh sederhana itu, masih banyak kegunaan fb yang lain. Tapi masalahnya, tidak semua pengguna fb berkepentingan seperti itu bukan ? Selain itu adalah hak azasi masing-masing orang mau menggunakan harta bendanya sebagai apa. Nah kalau sudah begini ukurannya kan ya repot.

Masalahnya orang hidup bermasyarakat itu ya perlu diatur. Apalagi kalu menyangkut soal fb yang penggunaannya sangat personal begini, 'kan bisa-bisa jadi bahaya laten, yang tidak terlihat tapi ternyata menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap kehidupan bermasyarakat, bahkan berpeluang meruntuhkan nilai-nilai moral dan etika masyarakat yang baik, yang selama ini dijunjung tinggi sebagai kepribadian sebuah bahsa dan negara yang bermartabat. Jadi, jelas hal ini bukan masalah sepele.

Mungkin banyak orang tidak menyadari bahwa komunikasi personal melalui media virtual tidak akan pernah bisa menggantikan komunikasi personal face to face yang sebenarnya. Dalam komunikasi face to face masing-masing pelaku komunikasi dapat mengetahui kejujuran situasi dan pembicaraan yang sesungguhnya. Masing-masing dapat langsung melakukan konfirmasi terhadap keragu-raguan akan pesan, bahkan dapat mengendalikan kebohongan yang maungkin terjadi dengan mengamati bahasa tubuh, gerak-gerik dan ekspresi wajah lawan bicara.

Kalau orang sampai-sampai harus share pagi ini berapa banyak polisi tidur yang ia lewati dari rumah hingga kantornya, lalu apa coba ? Memang sih news value-nya tinggi, tapi so what gitu lho ? Just want to be looked different by other people ? Padahal, tidak jarang orang-orang yang terlihat bagaimana getoo lho di fb dan dunia maya ternyata personaliti aslinya sama sekali berbeda di kehidupan sosial ! Hal ini sudah banyak dibahas di berbagai media masa. Rasanya, sudah saatnya kita berani mengatakan tidak terhadap hal-hal yang tidak penting dan hanya menghabiskan waktu dan biaya saja. So guys, be careful and be wise !

Sunday 14 June 2009

KAMPANYE CAPRES vs MANOHARA !

Setengah tidak percaya & takjub, saya sedikit bengong saat menyimak berita minggu siang hari ini yang disiarkan salah satu stasiun televisi bahwa di salah satu kegiatan kampanye capres di cilincing ternyata membawa serta "Manohara, mom & friends" dalam rombongan kampanyenya ! Coba bayangkan ... ! Unbelievable !

Wuakakak ... saya sih tidak terlalu mengerti di sebelah mana relevansinya antara kampanye capres dengan Manohara. Tapi saya juga percaya, kalau dihubung2kan dan dicari2 alasannya pasti adalah hubunganannya. Wuakakakak ... sungguh lucu !

Tadinya, sebelum berita soal kampanye capres + manohara, di siaran berita yang sama juga diceritakan 'kesibukan' manohara yang lain. Kalau berita yang ini, lebih tidak penting lagi, manohara pergi ziarah ke banten, tentu bersama ibunya yang mengenakan seragam loreng merah itu loh ... ! Ya ampyun manohora ... penting banget ga' sih ... ?

Tapi asli ... kasus manohara ini memunculkan banyak fenomena yang menarik dan spektakuler ! Dari dugaan urusan kekerasan dalam rumah tangga, keterlibatan organisasi non partai, politik dalam negeri, politik antar negara tetangga, gosip di infotainment, mode - fashion hand bag & baju muslim, psikolog & guru sipritual, hingga kampanye capres !!!

Ya ampyun ... !!! Bila kasus manohara ini dimonitoring sejak pemberitaan yang pertama di-launch di media massa, kemungkinan kecenderungan beritanya bisa jadi sangat dinamis alias tidak langsung tertuju pada topik dengan arah tertentu. Hingga hari ini saja, setelah dua minggu manohara kembali ke Indonesia dan terbebas dari 'penjara'-nya, artinya sesungguhnya kasus tersebut sudah melampaui titik balik. Tapi anehnya, isunya belum kunjung berhenti dan masih saja bergerak. Menarik bukan ... ?

Pencitraan manohara di mata publik pun hingga saat ini masih menunjukkan kecenderungan yang terus bergerak. Hari-hari pertama, simpati publik begitu besar atas musibah yang menimpa manohara. Namun, memasuki hari keempat, simpati publik dan media mulai beralih lantaran (ibu) manohara terkesan kejar setoran terhadap liputan media. Kondisi ini diperburuk dengan insiden ditinggalkannya manohara oleh kuasa hukumnya yang tergolong pengacara profesional kelas atas. Sebelumnya sebuah NGO lokal soal perempuan sudah terlebih dulu meninggalkan manohara. Kedua insiden tersebut terjadi karena alasan yang sama, (ibu) manohara terkesan tidak serius dan lebih memprioritaskan safari infotainment ketimbang menyelesaikan masalahnya dengan segera.

Dalam kasus manohara ada banyak hal yang dapat dipelajari secara ilmiah dari sisi komunikasi. Pencitraan oleh publik & media serta sikap berbagai pihak pengambil keputusan terhadap manohara dapat terlihat dari peran media dalam memainkan agenda isu bagi publik sebagaimana tercermin dalam teori komunikasi "Agenda Setting".

Sebaliknya, image building yang dibangun ibunda manohara memperlihatkan bagaimana sang ibu secara tidak langsung melakukan fungsi PR. Bagaimana seseorang begitu berperan terhadap terbangunnya citra orang lain, akibat program yang dibuatnya. Saat program dan keputusan tindakannya dirasa kurang tepat, maka citra negatif melekat pada manohara.

Jadi, menarik bukan menelaah kasus manohara ini secara ilmiah dari sisi komunikasi ? Kadang, kita tidak pernah memperhatikan ada banyak hal atau contoh di sekitar kita mengenai proses komunikasi dan kehumasan yang sangat menarik dan fenomenal. Dan kasus manohara merupakan salah contoh kasus yang membuktikan bagaimana proses komunikasi berperan terhadap banyak hal, seperti pencitraan, pembentukan opini publik, proses pengambilan keputusan atas masalah tertentu oleh decision maker, hingga pembentukan trend setter dalam dunia fashion !

Yang paling spektakuler tentu saja adalah keterlibatan Manohara dalam kampanye salah satu pasangan capres ! Ternyata, kasus manohara dianggap punya nilai jual bagi kampanye salah satu capres. Bila kita menelaahnya secara ilmiah, dari kaca mata komunikasi, hal-hal yang menarik dalam mengemas pesan komunikasi antara lain adalah proximity, oddity, sensational, konflik, tragedi, dll. Maka, wajar bila kasus manohara menjadi komoditi yang pas bagi agenda kampanye pemenangan salah satu capres. Manohara ... oh manohara ... !

Friday 12 June 2009

DAMPAK ICT - TIK

Betapa ruwetnya hidup ini. Lantaran sebuah email, seorang ibu rumah tangga beranak 2 (dua) yang masih belita mendekam di penjara. Sekarang, cerita yang tidak kalah seru, gara-gara curhat di facebook, seorang guru PNS berstatus tersangka dan siap-siap 'juga' dijebloskan ke penjara. Lha kalau sudah begini, apa pula gunanya teknologi komunikasi ?

Sesungguhnya, di jaman yang sudah menjadikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi andalah hampir di segala aspek kehidupan, maka sesungguhnya bagaimana seharusnya manusia menempatkan TIK atau ICT (information - communication - technology) ini secara bijaksana ? Lha kalau segala hal yang berkaitan dengan ICT menjadi perkara 'kan ya jadi repot ... ?

Dari urusan dagang, cari jodoh, koran on line, tv on line, ngumpulin saudara atau kerabat yang tercerai-berai, nangkep koruptor hingga kampanye presiden saat ini mengandalkan ICT. Artinya, sesungguhnya ICT diciptakan untuk membantu berbagai proses dan aktivitas komunikasi antar manusia agar menjadi lebih cepat dan efisien.

Persoalannya, berbagai media hybrid atau canggih yang menjadi turunan dari produk ICT mempunyai kharakter, kekurangan, kelebihan dan peruntukan yang berbeda. Ironisnya, kondisi ini seringkali tidak dipahami baik oleh pengguna maupun berbagai pihak lainnya yang berkepentingan dengan penggunaan ICT, baik secara personal maupun institusional. Selain itu, namanya juga media, maka berbagai produk ICT itu pada dasarnya merupakan alat bantu, dalam hal ini sebagai wahana atau media komunikasi. Jadi, walaupun sama-sama menggunakan kemajuan ICT bukan berarti semua media itu merupakan media massa alias media yang ditujukan untuk berkomunikasi dengan masyarakat luas.

Pada awalnya, kemajuan ICT memang menghasilkan produk yang lebih membawa manfaat pada kepentingan komunikasi massa, seperti penggunaan ICT pada jaringan radio dan siaran televisi. Namun persoalannya saat ini perkembangan ICT telah berinovasi dan menciptakan berbagai media yang peruntukannya juga menyentuh bagi komunikasi secara personal, seperti penggunaan telepon seluler, surat elektronik atau e-mail, jejaring sosial virtual seperti friendster yang one way, multiplay dan blogspot yang semi interaktif hingga facebook yang interaktif atau two way communication secara just in time.

Jadi, yang perlu dipahami dengan kemajuan ICT saat ini adalah bahwa kemajuan ICT telah menciptakan dan menyediakan berbagai produk inovatif, yang dulunya hanya menghasilkan berbagi produk yang peruntukannya untuk komunikasi massa bagi kepentingan orang banyak, kini telah berhasil menghasilkan berbagai produk komunikasi interpersonal yang bermanfaat bagi kepentingan komunikasi antar personal.

Kedua perbedaan produk inovatif 'akibat' kemajuan ICT ini selayaknya tentu tidak mengubah hakekat fungsi media berdasarkan kelompok publiknya, apakah massal atau personal. Artinya, bahwa sebagai media massa maka pesan yang terkandung dalam produk ICT yang bersifat komunikasi massa maka menjadi pesan untuk konsumsi umum atau khalayak. Sebaliknya, ICT sebagai media personal (HP, email, dll.), maka pesan yang terkandung di dalamnya menjadi kepentingan personal pula.

Persoalan berikutnya, kini ICT menjadi sebuah kegiatan yang telah diandalkan sekaligus telah dimanfaatkan di berbagai aspek kehidupan perlu dikaji oleh banyak pihak yang meliputi kegiatan ICT itu sendiri. Artinya, kegiatan ini perlu pengkajian pakar komunikasi, teknologi, hukum, dll. untuk mengatur secara tegas batasan-batasan yang mana menjadi ruang publik dan yang mana yang menjadi ruang pribadi sesuai fungsi & kharakteristik masing-masing media tersebut secara ilmiah dan obyektif.

Begitulah keberadaan ICT saat ini, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta, tak cinta maka bisa menjadi bencana. Maka kuasailah teknologi, bila tidak kita akan tertinggal atau bahkan ditelikungi oleh teknologi, terjebak oleh teknologi. Ibarat menggunakan sebuah keris sakti, bila tidak mampu menguasai dan mengalahkan kharisma si keris, bahkan membuka dan mengeluarkan keris dari tempatnya dengan cara yang salah bisa-bisa akan melukai diri sendiri ....

SKKNI BIDANG KEHUMASAN

Efektif per tahun 2008 lalu, pemerintah dalam hal ini Menakertrans telah menetapkan Keputusan Menarkertrans No. : KEP. 039/MEN/II/2008 mengenai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Kehumasan.

SKKNI Bidang Kehumasan ini disusun oleh para pakar dan praktisi bidang komunikasi dan kehumasan diketuai oleh Menkominfo serta telah melalui proses pemikiran yang panjang.

SKKNI secara tegas dan jelas mengatur bahwa profesi hubungan masyarakat humas selayaknya memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah. Dalam SKKNI Bidang Kehumasan disebutkan bahwa profesi humas selayaknya memenuhi standar kompetensi yang meliputi :
  1. Kompetensi Umum (7 kompetensi)
  2. Kompetensi Inti (55 kompetensi)
  3. Kompetensi Khusus (9 kompetensi)

Berkaitan dengan penguasaan ketiga kompetensi yang secara keseluruhan berjumlah 71 kompetensi, artinya dalam pelaksanaannya di lapangan tentu setiap profesional humas akan membutuhkan proses untuk dapat memenuhi atau memiliki kualifikasi sesuai kompetensi yang disyaratkan oleh pemerintah. Untuk itu, SKKNI Bidang Kehumasn juga mengatur kualifikasi bagi profesional humas ke dalam 4 (empat) kategori, yaitu :

  1. Sertifikat III (Humas Junior)
  2. Sertfikat IV (Humas Madya)
  3. Sertifikat V (Humas Ahli)
  4. Sertfikat VI (Humas Manajerial)

Dengan diterbitkannnya Keputusan Menakertrans No. KEP. 039/MEN/II/2008 mengenai SKKNI Bidang Kehumasan ini diharapkan masa depan para profesional dan dunia kerja kehumasan di Indonesia dapat lebih terjamin dalam arti dihargai secara obyektif, sejajar dengan berbagai profesi lain dalam dunia kerja.

Persoalannya, keputusan ini hingga saat ini masih tidak mudah diperoleh baik melalui depkominfo sebagai penyusun maupun depnakertrans sebagai pihak yang legulator berkenaan dengan ketenagakerjaan di Indonesia. Idealnya, tentu SKKNI dapat diketahui secara mudah oleh yang berkepentingan dan mendapatkan porsi sosialisasi di berbagai media massa secara intensif agar dapat tersosialisasi dengan baik.

Bila upaya optimal tidak dilakukan, maka kondisi ini tentu dapat menyebabkan SKKNI ini tidak dapat diketahui oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Artinya, hasil kerja pemerintah yang sangat baik ini akan sia-sia atau kehilangan momentum untuk diketahui oleh publiknya secara tepat waktu, tepat sasaran dan tepat guna.

Padahal, bila SKKNI ini dapat tersosialisasi secara efektif, tentu akan semakin mempercepat proses pembenahan kinerja humas di lapangan atau dunia kerja. Selain itu, para akademisi pun dapat secara mudah mengajarkan kepada anak didik atau siswa untuk mulai memahami kualifikasi yang disyaratkan sebagai profesional humas sebagaimana diatur dalam SKKNI Bidang Kehumasan. Semoga, SKKNI Bidang Kehumasan ini dalam waktu dekat dapat semakin mudah diperoleh dan tersedia di berbagai jaringan informasi yang dapat diakses secara mudah oleh publik. Semoga !

Monday 8 June 2009

TERJEBAK SISTEM

Banyak organisasi atau perusahaan yang memiliki sistem yang baik dalam pengelolaannya. Sebaliknya, tidak sedikit pula organisasi atau perusahaan yang tidak memiliki sistem yang baik dalam pengelolaannya. Baik artinya di sini adalah bahwa pengelolaan organisasi atau perusahaan mengedepankan sistem yang berlandaskan profesionalisme dan kompetensi sumber daya manusia secara obyektif.

Bila, organisasi atau perusahaan dalam pengelolaannya tidak mengedapankan sistem yang berlandaskan profesionalisme dan kompetensi sumber daya manusia secara obyektif, maka pegawainyalah yang akan menjadi korban. Gejalanya yang muncul bisa sangat beragam, antara lain :
  1. Penempatan decision maker yang tidak tepat alias tidak "the right man on the right place";

  2. Muncul demotivasi pegawai secara ekstrim. Artinya, pegawai bekerja hanya menggugurkan kewajiban tanpa keinginan untuk membangun prestasi apalagi berprinsip efisiensi bagi operasional perusahaan;

  3. Muncul ketidakpedulian pegawai terhadap progress dan berbagai kegiatan organisasi atau perusahaan. Hal ini terlihat dari animo, antusiasme pegawai dalam berbagai kegiatan yang kurang menunjukkan respon positif. Selain itu, pegawai seringkali menolak terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan yang juga melibatkan para CEO;

  4. Jenjang karir tidak terlaksana secara obyektif;

  5. Kaderisasi tidak terwujud berdasarkan kompetensi obyektif;

  6. Pegawai tidak memiliki rasa "Sense of belonging" atau rasa memiliki terhadap organisasi atau perusahaan. Kondisi ini terlihat manakala pegawai tidak merasa bangga dengan nama besar organisasi atau perusahaan di mana ia bekerja, dll.

Sebaliknya bagi pegawai, sistem yang buruk menimbulkan sejumlah akses, antara lain :

  1. Pegawai tidak punya track record yang progresive saat ingin keluar dari '(un)comfort zone' dan berkompetisi dengan dunia luar.
  2. Pegawai tidak mampu berkompetisi dan dianggap bermasalah baik oleh organisasi atau perusahaan di mana ia bekerja saat ini atau juga oleh perusahaan calon perekrut di mana pegawai berupaya menjajal kemampuan. Padahal, kondisi stagnant yang menimpa pegawai merupakan kondisi kolektif yang menimpa sebagian besar pegawai. Akibatnya, kondisi ini menjadi penghalang bagi sebagian besar pegawai yang ingin melakukan perbaikan dan keluar dari zona 'tidak' nyaman.
  3. Tanpa disadari, sistem yang buruk dapat berpeluang untuk membuat pegawai menjadi mundur kompetensi-nya lantaran tidak pernah pernah diberi peluang yang proporsional, ayng sesuai dengan talentanya. Bila hal ini menimpa sebagian besar pegawai, artinya secara kolektif kondisi ini akan menjadi bahaya laten bagi organisasi atau perusahaan terhadap sebuah kemunduran secara institusional.
  4. Muncul ketidakpuasan pegawai terhadap manajemen. Pegawai yang tidak puas dapat terpengaruh kinerjanya. Mereka menjadi malas bekerja, orientasi hanya pada uang, kedekatan emosional tidak terbangun, dll;
  5. Muncul perpecahan di antara pegawai. Sistem yang buruk dalam sebuah organisasi atau perusahaan biasanya tetap akan mendatangkan keuntungan bagi sebagian orang. Biasanya lagi, orang-orang yang diuntungkan adalah orang-orang yang menurut sebagian besar orang tidak memiliki kopetensi atau kelayakan yang sesuai. Nah, kondisi inilah yang nantinya menyebakan timbulnya perpecahan, gap bahkan permusuhan di antara pegawai;
  6. Muncul ketidapercayaan pegawai terhadap manajemen. Ketidakpercayaan pegawai jelas menjadi ancaman sangat serius bagi manajemen. Bila pegawai tidak percaya lagi kepada manajemen, tentu akhirnya mereka tidak akan mendukung manajemen dalam mewujudkan berbagai agenda orgasiasi atau perusahaan.

Belajar dari kasus anak yang terisolir dan tidak dididik secara proporsional oleh orang tuanya selama bertahun-tahun dalam studi kasus ilmu psikologi komunikasi, menyebabkan anak tersebut tidak dapat berkomunikasi secara normal di usianya yang sebelas tahun.
Itu artinya, lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan dan potensi seseorang dalam hal kemampuan di segala hal. Bukan saja kemampuan berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain, namun kemampuan manusia dalam berpikir pun dapat terganggu bila tidak pernah dimanfaatkan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Kasus yang sama juga terjadi pada observasi mahasiswa yang diuji coba dan diperlakukan sebagai tahanan. Dengan kondisi dan perlakukan tertentu, mahasiswa yang pada dasarnya adalah mahasiswa yang rasional dan sangat berbakat atau pandai, pada akhirnya menjadi sosok yang liar dan tidak terkendali karena dalam periode waktu tertentu mengalami perlakuan tertentu secara intens. Dalam hal ini, para mahasiswa mengalami perlakuan kekerasan secara fisik dan mental, maka jadilah mereka manusia yang liar, keras, dan agresive.

Demikianlah kehidupan manusia. Bahwa fitrahnya, manusia adalah makhluk sosial yang butuh orang lain dan membutuhkan perlakuan yang yang manusiawi. Begitupun secara ilmiah, kondisi tersebut telah dibutktikan dalam berbagai riset ilmiah oleh para pakar komunikasi. Maka, bila ada pegawai yang tidak perform alias tidak berprestasi, tentu itu bukan harga mati disebabkan karena ybs memang tidak berprestasi.

Ada banyak hal yang harus dipelajari sebelum menyimpulkan dan untuk itu diperlukan observasi secara obyektif. Namun yang paling menyedihkan manakala pegawai telah menyadari kondisi yang tidak profesional dalam lingkungan kerjanya dan ybs menghendaki keluar dari 'zona "tidak" nyaman', ybs tidak berhasil menjual dirinya lantaran tidak memiliki nilai jual yang terbentuk karena sistem yang buruk itu tadi.

Dalam hal ini sangat tidak etis sekali bila pegawai terpaksa harus membeberkan keburukan organisasi atau perusahaan tempat ia bekerja selama ini. Namun di satu sisi, perusahaan perekrut kadang atau bahkan seringkali hanya mengukur, menilai calon pegawai berdasarkan ukuran-ukuran normatif saja. Bisa jadi, sebagai decision maker, mereka pun melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan organisasi atau perusahaan yang masih mengelola dan memimpin secara amatiran juga. Dan, karena keberadaaannya yang jauh di atas, mereka tidak pernah tahu kondisi yang sebenarnya.

Kedua hasil penelitian tersebut membuktikan betapa lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap kharakter seseorang, yang secara rasional, analoginya alasan seperti ini pun bisa terjadi dalam dunia kerja. Maka, agar tidak terjebak sistem, kenalilah segera situasi lingkungan kerja dalam batas toleransi waktu yang wajar atau normal agar anda tidak terlanjur terjebak dalam sistem. Maksimal, lima tahun anda bekerja tidak ada kemajuan dalam karir, anda harus waspada dan segera lakukan strategi yang tepat. Anda harus perjuangkan dan bela hak anda dengan tetap mengedapankan prinsip-prinsip keadilan dan proporsional sesuai kompetensi anda.

Wednesday 3 June 2009

PETAKA E-MAIL

Kali ini saya tertarik sekali dengan pemberitaan media hari ini, yaitu kasus seorang ibu bernama prita mulyasari yang dijebloskan ke penjara, gara-gara soal e-mail ! Untuk itu, saya ingin sekali menelaahnya, mendiskusikannya dari sisi komunikasi.

Pertama, saya tidak tahu persis duduk persoalannya. Tapi berdasarkan pemberitaan di berita pagi di sejumlah stasiun tv dikisahkan bahwa kasus prita berawal dari e-mail yang prita kirimkan entah kepada siapa mengenai pengalamannya berobat di sebuah rumah sakit swasta terkenal di bilangan tangerang. Singkat cerita, konon kabarnya prita mengalami salah diagnosa sehingga menderita bengkak-bengkak di tubuhnya. Pengalaman inilah yang ia ceritakan melalui e-mail, sekali lagi entah kepada siapa.

Melas sekali nasib ibu ini. Logikanya, seorang individu tentu akan kalah bandar dibandingkan dengan sebuah institusi besar, kecuali individu itu seorang konglomerat dengan duit berlimpah dan mampu membayar lawyer yang mahal. Padahal, yang prita lakukan adalah melakukan komplen yang lazim dilakukan secara konvensional dalam surat kabar maupun majalah dalam rubrik 'redaksi yang terhormat', dll.

Namun inti permasalahannya, sampai sejauh ini sebuah alamat e-mail & email merupakan sesuatu yang belum terlalu jelas batasnya, apakah tergolong media privasi atau umum. E-mail, bisa jadi merupakan evolusi dari surat konvensional menjadi surat elektronik, seiring dengan perkembangan teknologi. Gejala itu pula yang terjadi dengan sms. Mengapa batasan e-mail belum jelas, karena alamat e-mail, layaknya telepon seluler adalah media yang tidak mungkin dapat diakses bila si empunya media tidak mengijinkan dan memberikan alamat atau identitasnya kepada orang lain. Artinya, berdasarkan alasan ini maka jelas media ini tidak dapat dikategorikan sebagai media 'massa' murni, namun memang menggunakan perantara alias 'media' lagi, yaitu berupa area virtual.

Nah, berdasarkan gejala tersebut, manakala identitas alamatnya saja publisitasnya sangat tergantung ijin si empunya media, maka isinya pun dengan sendirinya bersifat sangat personal alias bukan menjadi konsumsi publik. Itulah sebabnya konon pemerintah kini sudah mengatur mengenai arus informasi melalui media virtual ini, khususnya komunikasi melalui internet, termasuk di antaranya e-mail.

Interaksi melalui e-mail maupun sms, memang sangat mengandung resiko. Artinya, pengguna media ini harus ekstra hati-hati dalam menggunakan media ini sebagai alat komunikasi. 'Kelemahan' dari kedua media elektronik ini disebabkan keduanya memiliki 'kekuatan' pembuktian yang kuat. Nah, bingung kan ? Kelemahan yang mengandung 'kekuatan' ? Ya, karena kedua media elektronik ini memiliki kemampuan dalam menguasai ruang dan waktu, dalam arti dapat menyimpan sejarah, kronologis proses komunikasi secara efisien. Itulah sebabnya, media ini bak pedang bermata dua, di satu sisi sangat 'rentan' namun di sisi lain mempunyai kekuatan hukum yang kuat, karena dapat dijadikan bukti hukum.

Bandingkan bila komunikasi yang berlangsung dilakukan menggunakan medium surat konvensional biasa. Maka intinya, surat ini tetap bersifat personal 'kan ? Dalam surat konvensional, isi surat tetap terjaga kerahasiaannya. Jikalau yang menerima surat akan mempublikasikannya, yang bersangkutan harus sedikit lebih repot untuk mengirimkannya ke media massa yang belum tentu dimuat atau merekam (scan) untuk dapat diakses di internet dan untuk itu ia harus punya komputer dan jaringan internet. Artinya, cara-cara ini jauh lebih repot kan ?

Sementara bila menggunakan sms atau e-mail yang notabene sudah online di media elektronik itu sendiri, maka proses publikasi akan jauh lebih mudah. Just in time, dalam waktu itu juga, isi surat dapat langsung dipublikasikan. Begitulah, sesungguhnya tidak ada yang mengubah esensi peruntukan isi pesan yang terkandung dalam kedua macam media itu. Intinya, baik surat konvensional maupun surat elekronik, isi pesan kedua-duanya merupakan bersifat personal. Yang membedakan kedua jenis media itu hanya pada alatnya, medianya, yaitu konvensional dan elektronik, tapi itu sekali lagi, tidak mengubah peruntukan isi pesannya, dari konsumsi pribadi menjadi konsumsi publik.

Demikianlah, hal-hal semacam ini juga acapkali terjadi dalam komunikasi dalam pekerjaan yang menimbulkan banyak kesalahpahaman. Apalagi bila komunikasi itu berlangsung dalam sebuah jaringan khusus atau mailinglist, maka semua isi pesan yang beredar benar-benar hanya menjadi konsumsi anggotanya, kecuali dengan kesepakatan. Masalahnya, tidak semua orang mempunyai etika, integritas, pemahaman dan kebaikan hati yang sama.

Terlepas dari semua kelebih dan kekurangnnya, hikmah yang dapat dipetik dari kasus ini adalah :
  1. Lebih berhati-hati dalam memanfaatkan kemajuan teknologi
  2. Jangan mudah percaya kepada orang lain dan berbagi berbagai persoalan kepada sembarang orang
  3. Jagalah amanah orang lain kepada kita
  4. Bahwa komunikasi virtual tidak dapat menggantikan komunikasi langsung khususnya komunikasi interpersonal
  5. Selektif & pelajari setiap perkembangan teknologi komunikasi khususnya interaksi virtual yang berkembang di dunia maya, lakukan obervasi secara rasional dan obyektif maksimal satu bulan sebelum terlambat dan menimbulkan ketagihan dan segera tinggalkan kebiasaan tersebut
  6. Berdasarkan regulasi yang memang belum terlalu dikenal masyarakat, telah diatur bahwa siapapun tidak dapat secara sembarangan meneruskan sebuah email milik seseorang kepada pihak lain tanpa ijin atau sepengetahuan pemilik email yang bersangkutan

Perkembangan kasus ini dalam pemberitaan tv siang ini (metro tv), dewan pers Indonesia telah memberikan dukungan penuh terhadap proses banding yang akan dijalani prita.

Semoga diskusi ini bermanfaat dan mendatangkan banyak hikmah bagi kita semua.

Tuesday 2 June 2009

MALING-SIA

Heboh kasus Manohara membuat saya kembali terinspirasi untuk senantiasa waspada dan merekam berbagai kecurangan yang senantiasa dilakukan negara tetangga jiran, maling-sia. Saya merasa tidak perlu menaruh hormat kepada negara tetangga itu dengan menyebutnya secara benar lantaran sudah begitu banyak kesalahan yang mereka lakukan kepada tanah air saya, Indonesia.

Berdasarkan kisah sejarah, sejak sebelum saya lahir hingga kini sepertinya sudah begitu banyak masalah yang ditimbulkan negara yang tidak tahu etika dan sopan santun itu kepada tanah air saya yang tercinta, Indonesia. Sejak presiden pertama hingga sekarang akan pilpres ke-7, maling-sia tetap saja mengganggu, mengusik, mencuri, menghianati, menginjak-injak, melawan, harga diri dan martabat bangsa Indonesia.

Tak heran, maling-sia menyebutkan dirinya sebagai truly asia, karena maling-sia notabene negara yang tidak punya budaya dan peradaban original yang kaya seperti yang dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jangankan kaya budaya, budaya orisinal saja maling-sia tidak punya, apalagi kaya ? Budaya melayu sebagai satu-satunya budaya (mungkin) yang dimiliki maling-sia, bukankah itu budaya yang tumbuh dan berkembang di ranah sumatera ? Itulah sebabnya maling-sia mengusung moto truly asia, karena konsepnya adalah mencuri semua budaya berbagai negara yang ada di asia ! Ironisnya, negara yang paling kaya budaya di asia salah satunya adalah Indonesia !

Propaganda maling-sia ini terlihat dari berbagai kampanye wisata yang menjual berbagai budaya yang identik dengan berbagai daerah di luar negara maling-sia. Mungkin kita masih ingat bagaimana maling-sia meng-klaim reog ponorogo sebagai budaya asli mereka, begitupun dengan lagu rasa sayange, rendang padang, hingga batik ! Selang hampir setahun kasus lagu itu berlalu, saat suami interview di perusahaan minyak milik maling-sia di bilangan sudirman, suami bercerita bahwa melalui public address perusahaan itu memperdengarkan berbagai lagu daerah Indonesia lainnya seakan-akan lagu-lagu itu adalah lagu-lagu daerah maling-sia ! Oalaaaaah, maling-sia, kagak ada matinya !

Belum lagi berjuta kasus penyiksaan TKI oleh warga negara maling-sia, sepertinya sudah tidak terhitung lagi dan kisahnya bisa jadi lebih mengharu biru dibandingkan cerita sinetron yang tidak mutu yang tayang di tv. Tiga belas tahun lalu, kasus sipadan ligitan jadi bukti betapa maling-sia begitu tamaknya sebagai sebuah negara, dan kini berniat mengulangi 'prestasi'nya dengan cara-cara yang nyaris sama. Ambalat yang kaya minyak, tentu menjadi daya tarik luar biasa bagi negara yang ga' mau modal itu. Ibarat pepatah jawa, maling-sia itu "keplok ora tombok," alias mau enak tapi ga' mau susah, ga' mau kerja keras, ga' modal gitu ... !

Fenomena kejahatan yang dilakukan maling-sia kepada kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam berbagai aspek ini ibarat benang kusut. Kita harus sportif mengakui bahwa kejahatan yang dilakukan oleh maling-sia karena di satu sisi pemerintah kita begitu lemah melindungi aset budaya dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mungkin, pemerintah kita lemah dalam menjalankan amanahnya karena mereka tidak peduli. Mungkin mereka tidak peduli karena mereka tidak punya cukup biaya. Mungkin mereka tidak punya cukup biaya karena anggaran tidak tersedia. Mungkin anggaran tidak tersedia karena para pemimpinnya tidak tahu. Mungkin para pemimpinnya tidak tahu karena tidak peduli. Begitu seterusnya seperti lingkaran setan. Sementara ratusan juta rakyat Indonesia tersakiti jiwanya, raganya, harga dirinya, martabatnya.

Demi Allah, demi rasullullah, saya sangat tidak ridho, tidak rela, tanah air terhina-hina oleh pihak manapun, tidak terkecuali maling-sia yang sama sekali tidak punya itikad baik kepada negara Indonesia. Saya yang besar di kota kecil, di kampung, yang sejak kecil hingga SMA tidak pernah absen upacara bendera di setiap hari senin, ikut paskibra, ikut pramuka, ikut les tari jawa klasik kuno, menguasai tari bali sejak taman kanak-kanak, belajar karawitan & menyanyi mocopat, sendratari ramayana, selama hampir dua belas tahun saya sekolah, karenanya saya sungguh merasa sedih. Saya pun besar dengan ikut bertegang-tegang menyaksikan pertandingan all england melaui tv, pertandingan sepak bola asia juga pertandingan tinju Ellyas Pical, sea games atau asian games di mana Indonesia masih sering mendominasi dan menjadi juara, tak ketinggalan menguber-uber tim uber dan thomas yang bertandang ke kota kelahiran saya sebagai kota penghasil pebulutangkis dan suttle kock terbaik tingkat dunia. Maka, jangan coba-coba mangadu rasa nasionalisme saya, karena saya begitu mencitai tanah air saya, Indonesia.

Bahkan sebelum orang-orang heboh menggunakan batik, saya sudah ke kantor dengan mengenakan batik dari selasa hingga jumat, dari motif truntum hingga sido mukti, dari batik sogan solo, putihan jogja hingga ndog remek batik khas tegalan tanah kelahiran saya, sejak 2002 ! Salah satu direktur saya sempat berkomentar, "Pakai batik, memang mau kondangan ?" tanyanya. Itulah cermin, seorang CEO saja cuma segitu saja nsaionalismenya terhadap budaya bangsanya. Mungkin masa kecil beliau tidak kaya budaya sebagaimana saya menghabiskan masa kecil saya.

Tak ayal, saat suami menjalani interview, adik saya dengan sangat emosional menghardik keras kakak iparnya itu, "Untuk apa kerja sama negara sombong !" Padahal suami saya, hanya ingin benchmark saja, sudah barang tentu dia tidak tertarik untuk bekerja bagi negara pencuri seperti maling-sia. Inssya Allah tidak. Saya berdua suami pun merasa sangat senang, menyaksikan setiap hari sebuah spbu milik maling-sia di dekat rumah yang sejak dibuka hampir setengah tahun lalu, hingga kini nyaris tidak ada yang beli dan kosong melompong !

Saya sangat berharap, sungguh sangat berharap, pemerintah kita dapat semakin gigih membela kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari penjajah model apapun, khususnya saat ini adalah merdeka dari intimidasi maling-sia. Saya pun sangat berharap, sangat-sangat berharap, dapat diberi kesempatan, diberi pencerahan untuk ikut membela kemerdekaan tanah air yang sangat saya cintai ini, dengan cara saya, sesuai kemampuan yang saya miliki.

Saya tidak habis pikir, bagaimana mungkin sebuah negara melakukan kejahatan secara berjamaah kepada negara lainnya yang konon kabarnya masih satu rumpun ? Apalagi mereka mayoritas pemeluk agama yang sama dengan mayoritas penduduk Indonesia dengan nilai-nilai yang tentu juga sama, khususnya dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, tentu maling-sia mengerti bagaimana caranya hidup bertetangga.

Di sisi yang lain, saya sungguh sangat bersyukur dilahirkan di sebuah negara yang sangat kaya, sangat besar, sangat indah, sangat ramah, sangat berani, sangat luar biasa. Right or wrong is my country ! Walaupun saya perempuan, walaupun saya takut berperang, inssya Allah Indonesia tetap akan saya bela, saya cinta hingga akhir hayat dan menutup mata. Inssya Allah. Begitu pun Islam mengajarkan kepada saya bahwasannya pergi berperang adalah kewajiban bagi setiap umat. Bagi saya, saat ini wajib berperang adalah melawan ketamakan negara tetangga jiran maling-sia yang sudah begitu tamak kepada tanah air tercinta Indonesia. Semoga, Allah senantiasa mengampuni dosa-dosa kita. Amin.