Wednesday 19 March 2014

ANALISA DATA PENELITIAN KUALITATIF

Pada sebuah penelitian, kegiatan menyediakan, mengumpulkan dan memilah data adalah kegiatan yang sangat membutuhkan konsentrasi tinggi. Memang, setiap tahapan dalam penelitian adalah sama pentingnya. Hanya saja, pada tahap ini agak membutuhkan ketekunan.

Nah, dalam penelitian kualitatif, data dapat diperoleh dalam berbagai bentuk antara lain sebagai berikut :
1. Catatan yang dibuat saat melakukan observasi atau pengamatan;
2. Transkrip wawancara;
3. Dokumen;
4. Catatan harian (diary)
5. Jurnal

Selanjutnya, seluruh data dikompilasikan menjadi sebuah data besar selama pelaksanaan studi atau penelitian. Mengorganisir, menganalisa dan mengolah data menjadi rasional  merupakan sebuah tantangan khusus bagi para peneliti yang menggunakan metode kualitatif.

Berbeda dengan pendekatan kuantitatif yang menunggu hingga semua data terkumpul baru kemudian dilakukan analisis, pada studi kualitatif, analisa data dilakukan sejak awal pada proses pengumpulan dan berlanjut selama proses penelitian berlangsung.

Sementara pada penelitian kuantitatif, umumnya penelitian mengikuti pola deduktif dalam analisis datanya : Jadi hipotesis dikembangkan pada awal penelitian, baru kemudian data relevan dikumpulkan dan dianalisis untuk menentukan apakah hipotesis terpenuhi atau tidak.

Sebaliknya, para peneliti kualitatif menggunakan metode induktif : data dikumpulkan sesuai beberapa topic dan dikelompokkan dalam kategori yang layak dan sesuai, jadi penjelasan dimunculkan dari data itu sendiri.


MENYIAPKAN DATA

Untuk memfasilitasi bekerja dengan sejumlah besar informasi dalam menyimpulkan data pada analisis kualitatif, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :

1. Mengorganisir semua informasi secara sementara. Maksudnya, data yang ada disusun secara kronologis menurut tahapan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi selama penyelidikan/penelitian;

2. Memberi tanda atau kode setiap data atau informasi yang ada untuk mengenali nara sumbernya. Jadi harus dibuat banyak salinan dari catatan, transkrip dan dokumen lainnya;

3. Mengatur persiapan system kategori. Kategori-kategori ini mungkin dikembangkan dari data itu sendiri atau disarankan dari riset atau teori sebelumnya. Banyak peneliti memilih untuk melakukan persiapan pada data dan mencatat jenis kategori-kategori dalam kelompok tertentu.

4. Menyiapkan software atau program yang akan membantu mengorganisir data secara komputerisasi.

Secara teknis, banyak peneliti kualitatif lebih suka untuk memiliki ruangan khusus yang secara khusus disesusaikan untuk menganalisa data kualitatif. Biasanya ruangan tersebut memiliki petunjuk luar ruang atau persiapan lainnya untuk memperlihatkan data kualitatif secara visual. Semua sumber data dapat dengan mudah diperoleh. Kondisi semacam ini biasanya sangat membantu bagi beberapa anggota peneliti saat mereka bekerja dalam kelompok karena akan sangat efisien menampilkan data yang sama yang dapat disaksikan oleh banyak orang secara bersamaan.

Jadi, para peneliti adalah alat utama dalam pengumpulan dan analisa data kualitatif sehingga harus melakukan persiapan sebelum memulai penelitian. Maykut & Morehouse (1994) menggambarkan proses persiapan ini sebagai "epoche" yaitu sebuah proses di mana peneliti mencoba untuk menghilangkan atau setidaknya menjadi lebih menyadari kerugian atau kelemahan, sudut pandang, atau asumsi yang mungkin mempengaruhi analisa. Epoche membantu peneliti untuk memberikan sudut pandang pribadi sehingga fenomena atau gejala yang ditemui selama penelitian berlangsung dapat terlihat atau muncul dengan sendirinya.


TEKNIK ANALISIS

Pada dasarnya data kualitatif dapat dianalisa dengan banyak teknik berbeda. Namun ada 2 (dua) teknik yang paling dikenal :

1. CONSTANT COMPARATIVE TECHNIQUE

Menurut Glaser & Strauss (1967) dan dilanjutkan oleh Lincoln & Guba (1985), teknik ini terdiri dari 4 (empat) langkah :

1.1. Perbandingan peran dari peristiwa-peristiwa pada kategori-kategori;
1.2. Merinci dan memastikan kategori-kategori;
1.3. Mencari hubungan-hubungan dan tema-tema di antara kategori-kategori;
1.4. Menyederhanakan dan mengintegrasikan data pada struktur teori yang kuat



2. ANALYTICAL INDUCTION TECHNIQUE

Teknik analytical induction strategy merupakan gabungan konstruksi hipotesis dan data analisis. Menurut Stainback & Stainback (1988) menjelaskan langkah - langkah pada teknik ini :

2.1. Menetapkan sebuah topic dari sebuah hipotesis yang menarik & berkembang/dinamis;
2.2. Studi pada sebuah kasus untuk melihat apakah hipotesis terbukti. Bila tidak terbukti, rumuskan ulang;
2.3. Studi pada kasus-kasus lain hingga hipotesis dalam kondisi pasti;
2.4. Melihat pada 'kasus-kasus negatif' yang mungkin memunculkan kesimpulan terbalik dari hipotesis yang ada. Formulasi ulang hipotesis;
2.5. Lanjutkan hingga hipotesis cukup teruji.

Bahan : Mass Media Research an Introduction, Wimmer & Dominick

TUJUAN DAN FILOSOFI METODE PENELITIAN KUALITATIF

Para peneliti muda seringkali ipusingkan oleh pertanyaan yang sama manakala akan memulai sebuah penelitian. Metode peneliitian apa yang harus dipilih, metode kualitatif-kah atau kuantitatif ? Berikutnya, tak jarang para peneliti muda pun terburu-buru dalam menentukan metode penelitian yang akan dilakkukannya, tanpa memperhatikan obyek penelitian yang akan dilakukan.

Padahal, belum tentu obyek penelitian yang dilakukan cocok menggunakan metode penelitian yang dipilih. Alih-alih menganggap satu metode penelitian lebih mudah dilakukan dibandingkan metode yang lain, namun faktanya kebanyakan di antara peneliti mengalami kerancuan dalam hal ini lebih disebabkan karena kurang memahami tujuan dan filosofi penelitian ayang akan dilakukannya.

Maka sangatlah penting bagi para peneliti untuk selalu belajar dan mengetahui tujuan dan filosofi metode penelitian yang ada sehingga dapat menentukan metode penelitian secara layak, sesuai kebutuhan.


FILOSOFI KUALITATIF

Menurut Potter (1996), tidak ada definisi yang secara umum dapat diterima perihal kualitatif. Kata 'kualitatif' telah mulai digunakan untuk mengacu pada hal-hal berikut :

1. Filosofi lebih luas dan pendekatan pada riset;
2. Sebuah metodologi riset;
3. Teknik riset khusus

Menurut Nueman (1997) dan Blaikie (1993), ada 3 (tiga) pendekatan berbeda pada penelitian social. Ketiganya mewakili sebuah model atau paradigm dalam penelitian, serangkaian teori yang dapat diterima, prosedur dan asumsi tentang bagaimana para peneliti melihat dunia. Paradigma berdasarkan aksioma atau pernyataan yang secara universal diterima sebagai kebenaran. Pradigma menjadi penting karena berkaitan  dengan seleksi atau pemilihan dalam metode penelitian.

1. POSITIVISTIK (OBYEKTIVISME)

Adalah paradigma tertua dan masih digunakan secara luas dalam riset media massa. Diperoleh dari tulisan-tulisan filsuf seperti Comte & Mill, positivistic adalah paradigm yang paling sering digunakan dalam ilmu alam. Saat ilmu social dikembangnkan, para peneliti memodifikasikan teknik ini untuk kepentingan mereka. Paradigma positivistic meliputi konsep sebagai kuantifikasi, hipotesis dan mengukur obyek.


2. INTERPRETATIF (INTERPRETIF)

Penafsiran ilmu social diawali oleh Max Weber & Wilhelm Dilthey. Tujuan dari paradigma ini untuk mengetahui bagaimana perilaku alamiah keseharian manusia dalam memaknai dan mengintepretasikan setiap kejadian di lingkungan mereka.

Paradigma ini begitu popular pada riset media massa selama decade 1970-an dan 1980-an kemudian memperoleh kemajuan pesat pada 1990-an.


3. KRITIS

Paradigma kritis menggambarkan penggunaan model analisis pada kehidupan manusia. Para peneliti kritis tertarik pada konsep distribusi kekuatan (kekuasaan) dalam masyarakat dan ideology politik.


Paradigma Positivistik berbeda dari Paradigma Interpretatif pada 3 (tiga) dimensi :

1. Dua metode memiliki realitas filososfi yang berbeda. Bagi peneliti positivistic, realitas adalah obyektif; keberadaannya terpisah dari para peneliti dan dapat dilihat oleh semua orang yang lain. Dengan kata lain, hal itu berada di luar.

Sementara bagi peneliti interpretative, tidak ada realitas tunggal. Masing-masing pengamat (observer) menciptakan realitas sebagai bagian dari proses penelitian. Realita adalah subyektif dan keberadaannya hanya dalam referensi bagi observer.

Menurut peneliti interpretative, keberadaan realitas hanya bagi observer. Sebaliknya peneliti posistivistik meyakini bahwa realita dapat dibagi dalam komponen bagian-bagian, dan pengetahun mengenai ini semua diperoleh dengan mengamati masing-masing bagian tersebut.

Sementara peneliti interpretative menguji seluruh proses, meyakini bahwa realita adalah holistik, meneyeluruh dan tidak dapat dibagi-bagi.


2. Kedua metode memiliki sudut pandang berbeda dari setiap individu. Peneliti positivistik meyakini semua manusia pada dasarnya mirip dan melihat kategori-kategori umum untuk menyimpulkan perilaku atau perasaan mereka. Sementara peneliti interpretative meyakini bahwa manusia pada dasarnya berbeda dan tidak dapat dikotak-kotakan.

3. Peneliti positivistik bertujuan untuk menjeneralisasikan hukum umum perilaku dan menjelaskan banyak hak hal pada banyak dimensi. Sebaliknya, peneliti interpretative berusaha untuk menghasilkan penjelasan khusus tentang situasi atau individu tertentu. Jadi, bila peneliti positivistik berkonsentrasi pada area yang lebih luas, maka peneliti interpretative berkonsentrasi pada area yang lebih mendalam.



5 PERBEDAAN PENDEKATAN POSITIVISTIK vs INTERPRETATIF

Perbedaan praktis di antara ketiga pendekatan yang mungkin paling sering ditemui dalam proses penelitian. Kelima area penelitian besar berikut memperlihatkan perbedaan nyata antara pendekatan positivistik dan interpretative.

1. Peran peneliti

Positivistik mengupayakan obyektivitas dan dibedakan dalam data. Sementara interpretative adalah bagian integral dari data, kenyataannya tanpa partisipasi aktif peneliti, tidak ada data yang tersedia.

2. Disain

Bagi positivistik, disain dari sebuah studi dibatasi sebelum dimulai. Pada riset interpretative, disain meningkat selama proses penelitian; hal ini bias disesuaikan atau diubah sebagai progress penelitian.

3. Setting

Peneliti positivistik mencoba membatasi pencemaran dan kekacauan variable-variable dengan melakukan penyelidikan dalam kendali tertentu. Peneliti interpretative melakukan studi lapangan, kondisi lingkungan alam sekitar, mencoba memotret pergerakan normal dari setiap kejadian tanpa mengendalikan variable-variable tambahan.  

4. Alat ukur

Pada penelitian positivistik, keberadaan alat-alat ukur terpisah dari peneliti; pihak lainlah yang menggunakan data dalam penelitian. Pada penelitian interpretative, peneliti adalah alat; tidak ada individu yang dapat menggantikan. 

5. Kerangka teori

Bila peneliti posistivistik menggunakan penelitian untuk menguji, mendukung, atau menolak sebuah teori, Peneliti Interpretatif mengembangkan teori sebagai bagian dari proses penelitian - teori adalah data yang diarahkan dan digabungkan sebagai bagian dari proses penelitian, meningkat, bekembang dari data yang mereka kumpulkan.



DEFINISI RISET KUALITATIF

Bila penelitian kualitatif menggunakan sample dalam jumlah sedikit sehingga membatasi kemampuan peneliti dalam memberlakukan secara umum hasil penelitian dari seluruh populasi, kenyataannya adalah hal yang mudah untuk menambah jumlah sampel untuk menghindari masalah ini.

Bila jumlah sampel yang digunakan besar, maka perbedaan antara riset kualitatif dan kuantitaif harus berkaitan dengan hal-hal lainnya. Jadi penting untuk mengetahui perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif :

A. Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan melalui pertanyaan-pertanyaan yang fleksibel. Walaupun dasar rangkaian pertanyaan didisain untuk memulai proyek penelitian, namun peneliti dapat mengubah pertanyaan-pertanyaan tersebut atau menanyakan pertanyaan yang bersifat penyelesaian masalah kapan pun.

B. Penelitian Kuantitatif

Penelitian kuantitaif menggunakan pertanyaan-pertanyaan statis/tertutup atau standart Seluruh responden disodori pertanyaan yang sama. Wwalaupun pertanyaan yang bersifat penyelesaian masalah dapat didisain ke dalam daftar pertanyaan atau kuesioner, namun harus termasuk dalam daftar pertanyaan atau alat ukur sebelum proyek penelitian dimulai.


Walaupun penelitian kualitatif bisa jadi merupakan sebuah cara yang luar biasa dalam mengumpulkan dan menganalisa data, namun peneliti harus ingat bahwa hasil dari sejumlah studi memiliki keterbatasan interpretasi. Jadi, peneliti yang tertarik untuk menyimpulkan hasil secara umum harus menggunakan data yang besar atau mempertimbangkan metode yang lain.

Pada banyak kasus, penelitian kualitatif menggunakan sedikit sample - responden atau unit penelitian yang berarti tidak mewakili seluruh populasi di mana sampel tersebut diambil.

Penelitian kualitatif adalah sebuah alat penelitian media massa yang sangat bermanfaat bila batasannya diketahui.

Nah, seringkali peneliti terlalu terburu-buru menentukan pendekatan penelitian yang akan digunakan tanpa memperhatikan kebutuhan dan kondisi yang ada. Pada dasarnya sebuah penelitian dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kemampuan peneliti tanpa mengurangi kelayakan yang disyaratkan dalam penelitian itu sendiri. Perkaranya kini, kepada peneliti untuk mau mempelajari dan mengenali dengan seksama hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitiannya.

Sekali lagi, jangan takut dengan sebuah penelitian. Penelitian selalu menyenangkan dan menantang. Penelitian melatih kedisiplinan, ketekunan, keseriusan dan kesensitivitasan manusia dengan lingkungan yang ada. Selamat bekerja !

Monday 17 March 2014

SAMPLING

Sampling adalah sebuah hal yang tak bisa dipisahkan dari sebuah penelitian. Secara sederhana, sampling adalah proses pengambilan sample (contoh) atau keterwakilan dari sebuah populasi obyek penelitian. Gampangnya, pada saat peneliti akan meneliti kharakteristik calon legislative (caleg) DPR RI, tentu peneliti tidak meneliti seluruh caleg yang ada. Bilamana hal itu dilakukan maka disebut sensus. Namun bilamana penelitian hanya dilakukan pada sebagian dari keseluruhan jumlah caleg, maka sebagian jumlah itulah yang disebut sample. Sementara proses menentukan sample itulah yang disebut sampling ....

POPULASI DAN SAMPEL

Sebuah POPULASI adalah sekelompok atau kelas dari subyek, variable, konsep atau fenomena (gejala). Sebuah proses yang menguji (meneliti) setiap anggota dari sebuah populasi disebut sensus.

Pengujian terhadap seluruh anggota populasi tidak dapat dilakukan karena terkendaa oleh waktu dan sumber daya. Studi terhadap setiap anggota populasi juga membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan kenyataannya dapat mengacaukan penelitian karena pengukuran terhadap sejumlah besar obyek yang diuji seringkali mempengaruhi kualitas pengukuran.

Sebuah SAMPLE adalah sebuah bagian dari populasi sebagai perwakilan dari keseluruhan populasi. Hal terpenting dalam pengertian ini adalah "perwakilan". Sebuah sampel bukan perwakilan dari populasi tanpa memperhatikan besaran jumlahnya, hal tersebut tidak cukup untuk menguji tujuan-tujuan penelitian karena hasilnya tidak dapat digeneralisasikan. Jadi, bila sebuah sampel dipilih menuruh petunjuk yang sesuai dan itu mewakili populasi, maka hasil dari studi menggunakan sampel tersebut dapat digeneralisasikan atau menggambarkan populasi.


PROBABILITY & NON PROBABILITY SAMPLES

A. PROBABILITY SAMPLE adalah sampel yang dipilih menurut panduan matematis yang mana peluang setiap unit untuk pemilihan diketahui.

B. NON PROBABILITY SAMPLE adalah sample yang tidak mengikuti panduan peluang matematis.


TIPS MENENTUKAN TEKNIK SAMPLING
Terdapat 4 (empat) hal penting yang harus dipertimbangkan saat memutuskan apakah menggunakan sebuah probability atau non probability sample, yaitu :

1. TUJUAN PENELITIAN (PURPOSE OF THE STUDY)

Beberapa studi penelitian didisain bukan untuk menggambarkan secara umum kondisi populasi (generalize) namun lebih untuk meneliti variable hubungan atau menggali  data lebih dalam (explor) untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan atau alat ukur. Nonprobability sample seringkali lebih cocok untuk situasi tersebut.

2. BIAYA dan NILAI (COST VERSUS VALUE)

Sampel harusnya menghasilkan nilai terbesar dari investasi terkecil. Bila biaya probability sasmple terlalu besar berkaitan dengan jenis dan kualitas dari informasi yag dikumpulkan, maka nonprobability sample adalah pilihan yang memungkinkan.

3. BATAS WAKTU (TIME CONSTRAINTS)

Banyak kasus di mana peneliti mengumpulkan data awal bekerja di bawah tekanan batas waktu oleh agen pembiayaan (sponsor agencies), arahan manajemen atau panduan publikasi. Manakala probability sampling seringkali membutuhkan waktu, maka nonprobability sampling mungkin memenuhi kebutuhan secara sementara.

4. BESAR tingkat KESALAHAN yang DITERIMA (AMOUNT of ACCEPTABLE ERROR)

Pada beberapa studi awal percontohan, di mana kendali atas kesalahan tidak terlalu dipertimbangkan, maka nonprobanility sample biasanya cukup sebagai pilihan.

Walaupun nonprobability sample tampaknya mungkin memenuhi kriteria pada beberapa kasus, namun seringkali yang terbaik adalah menggunakan probability sample, bila studi dilakukan untuk menjawab sebuah pertanyaan penelitian yang penting, atau sebuah hipotesis dan hasilnya akan digeneralisasikan untuk menggambarkan seluruh populasi.


JENIS - JENIS NONPROBABILITY SAMPLES

1. AN AVAILABLE SAMPLE (CONVENIENCE SAMPLE)

An available sample adalah sebuah sekumpulan (sampel) dari subyek yang tersedia dengan mudah ntuk diakses sebagai bahan penelitian, contohnya sekeleompok pelajar yang terlibat dalam kursus media massa atau para pengunjung mall. 

Walaupun available sample dapat sangat berguna dalam eksplorasi pengumpulan informasi dan mungkin menghasilkan data yang sangat bermanfaat secara cepat, namun sampel yang ada potensi bermasalah karena  kualitas penyimpangan sampelnya (sampling error) tidak dapat diketahui. 

An available sample adalah subyek perdebatan sengit pada banyak penelitian. Kritikan berpendapat bahwa terlepas dari hasil apa yang disimpulkan, available sample tidak mewakili populasi karenanya tidak memiliki validitas eksternal

2. A VOLUNTEER SAMPLE

A volunteer sample juga merupakan bentuk dari nonprobability sample.Rosenthal & Rosnow (1969) mengidentifikasi karakteristik subyek-subyek volunteer didasarkan pada beberapa studi dan menemukan pada beberapa subyek, dalam perbandingan dengan nonvolunteer, cenderung memperlihatkan tingkat pendidikan lebih tinggi, status jabatan pekerjaan lebih tinggi, kebutuhan untuk disetujui lebih besar, tingkat intelejensia lebih tinggi dan tingkat otoriterisme lebih rendah. Dengan kata lain, mereka lebih social, tidak konvensional, lebih sebagai anak pertama dan lebih muda.

Karakteristik ini artinya bahwa penggunaan volunteer sample mungkin secara signifikan membiaskan hasil studi penelitian dan mungkin menyebabkan ketidaktepatan (akurasi) perkiraan  dari parameter-parameter keragaman populasi (Rosenthal & Rosnow, 1969).


3. A PURPOSIVE SAMPLE

Purposive sample adalah subyek atau unsur-unsur terpilih dengan karakteristik atau kualitas tertentu dan menghilangkan yang tidak memnuhi kriteria yang telah ditentukan. Pruposive sampling seringkali digunakan pada studi periklanan di mana peneliti memilih subyek yang menggunakan jenis dari produk tertentu dan menanyakan pendapat mereka untuk membandingkan dengan sebuah produk baru.

4. A QUOTE SAMPLE

Subyek dipilih untuk memenuhi batas alokasi atau persentasi tertentu.

JENIS-JENIS PROBABILITY SAMPLES

1. SIMPLE RANDOM SAMPLE

Simple random sampling adalah sampel di mana setiap subyek atau unit dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Bila sebuah subyek atau unit diambil dari populasi dan dihilangkan dari seleksi berikutnya, maka prosedur tersebut dikenal sebagai random sampling without replacement, atau sampel acak tanpa penggantian.

Ada 2 (dua) hal yang harus diperhatikan dalam prosedur ini :
1. Setiap unit atau subyek dalam populasi harus memiliki peluang yang sama untuk dipilih;
2. Prosedur pemilihan harus bebas dari intervensi subyektivitas peneliti.

Tujuan dari random sampling adalah mengurangi kesalahan sampling (sampling error).

2. SYSTEMATIC RANDOM SAMPLE

Systematic random sampling yaitu sampel yang mana diperoleh setiap hitungan dengan selisih tertentu dari sebuah populasi. Artinya, setiap sampel dipilih dengan mekanisme penentuan selisih atau interval tertentu antara sampel pertama ke sampel kedua, ketiga, dan seterusnya.

Systematic random sampling biasanya digunakan pada penelitian media massa. Bila dibandingkan dengan simple random sampling, mekanisme ini menghemat biaya, waktu dan sumber daya (usaha). Tingkat akurasi dari prosedur systematic random sampling tergantung dari kecukupan dari sampling frame, atau kelengkapan daftar unit atau satuan dalam keseluruhan populasi.

Satu masalah terbesar berkenaan dengan systematic random sampling adalah periodisitas yang mana pengaturan atau perintah pada unit dalam daftar populasi dapat menyebabkan bias atau penyimpangan dalam proses seleksi.


3. STRATIFIED SAMPLE

A stratified sampling adalah pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan perwakilan yang cukup dari subsample. Karakteristik dari subsample (strata atau segmen) termasuk di dalamnya adalah : usia, gender, agama, tingkat pendapatan bahkan individu yang mendengarkan stasiun radio atau membaca majalah tertentu.

Stratified sampling menjamin bawa sebuah sample diambil dari kemiripan sebagian dari populasi, yang mana populasi memiliki kemiripan karakter. Homogenitas membantu peneliti dalam mengurangu tingkat kesalahan proses pengambilan sampel.

Stratified sampling dapat diaplikasikan pada 2 (dua) cara berbeda :
3.1. Proportionate stratified sampling;
3.2. Dispproportionate stratified sampling.

4. CLUSTER SAMPLE

Prosedur sampling pada umumnya adalah untuk memilih sebuah unit atau subyek pada waktu yang bersamaan, namun hal ini mensyaratkan peneliti untuk memiliki daftar populasi secara lengkap. Dalam beberapa kasus, tidak ada cara untuk memperoleh daftar tersebut. Satu cara untuk menghidari masalah tersebut adalah untuk memilih sampel dalam kelompok atau kategori, prosedur inilah yang disebut dengan cluster sampling.

Cluster sampling menghasilkan 2 (dua) kemungkinan kesalahan :
4.1. Kesalahan dalam menentukan pengenalan cluster;
4.2. Kesalahan dalam memilih dari cluster

Untuk membantu mengendalikan terhadap kesalahan ini, yang terbaik adalah untuk menggunakan area atau cluster yang kecil serta mengurangi jumlah unsur pada masing-masing cluster dan memaksimalkan jumlah cluster yang dipilih.

Pada banyak studi internasional, para peneliti menggunakan format cluster sampling  disebut multistage sampling, di mana individual pemilik rumah atau perseorangan (bukan kelompok) yang dipilih.


SAMPLE SIZE

Besaran jumlah sampel yang disyaratkan dalam sebuah studi penelitian tergantung sedikitnya satu atu lebih dari 7 (tujuh) factor-factor berikut :

1. Jenis proyek penelitian;
2. Tujuan proyek penelitian;
3. Kerumitan proyek penelitian;
4. Toleransi jumlah tingkat kesalahan/penyimpangan;
5. Batas waktu;
6. Anggaran biaya;
7. Penelitian sebelumnya dalam area yang sama.

MENENTUKAN BESARAN SAMPEL
Ada beberapa panduan prinsip-prinsip umum peneliti dalam membatasi besaran sampel yang diterima. Panduan ini tidak didasarkan pada teori matematis atau statistic, namun berguna sebagai hal-hal awal yang penting pada banyak kasus.

1. Pertimbangan utama dalam menentukan ukuran sampel digunakan dalam metode penelitian;
2. Para peneliti seringkali menggunakan sampel 50, 75 atau 100 per kelompok. Dasar gambaran ini digunakan untuk melihat kembali jumlah total sampel. Artinya, hal ini sangat relative dan tidak berlaku secara kaku;
3. Pertimbangan biaya dan waktu selalu mengendalikan ukuran sampel;
4. Studi multivariate selalu mensyaratkan sampel lebih besar daripada studi univariate karena mereka melibatkan analisa multiple rensponse data;
5. Pada studi panel, lokasi pusat pengujian, focus grup dan praseleksi proyek, para peneliti harus selalu memilih sampel lebih besar dibandingkan yang sesungguhnya disyaratkan. Hal ini untuk menggantikan sampel yang tidak dapat digunakan karena berbagai alasan;
6. Gunakan informasi yang tersedia pada publikasi-publikasi penelitian;
7. Umumnya, lebih besar sampel adalah lebih baik.

Jadi, hati-hatilah dalam melakukan penelitian. Ingat kebenaran sebuah penelitian terletak pada kepatuhan dalam memenuhi ketentuan dalam setiap tahap dari seluruh rangkaian metode yang ada, termasuk dalam penentuan sampel. Maka bila peneliti keliru dalam menentukan prosedur sampling, tentulah hasil penelitian menjadi bias.

Tak usah takut dengan sebuah metode penelitian. Penelitian adalah sebuah kegiatan yang menyenangkan. Dan ingat, masih sangat jarang tenaga ahli peneliti di Indonesia. Bilamana seorang peneliti konsisten dengan metode penelitian yang tengah dijalaninya, seringkali akan menemui hal-hal yang mengejutkan dan menarik dari data yang diolahnya. Jadi, selamat meneliti ilmuwan muda Indonesia !

Sumber : Mass Media Research an Introduction, by Roger D. Wimmer & Joseph R. Dominick

Tuesday 11 March 2014

LAGI-LAGI SKKNI

Bagi pelaku kegiatan komunikasi khususnya kehumasan, Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia atau disingkat SKKNI Bidang Kehumasan rasanya bukanlah sebuah hal yang baru lagi. Namun, sejak disahkan SKKNI Bidang Kehumasan ini pada tahun 2008 lalu, nasib SKKNI Bidang Kehumasan ini sungguh membingungkan. Adakah yang menyadari betapa tak jelasnya aturan, regulasi, mekanisme, whatever, di Negara Indonesia tercinta ini ? Maka bila Ilmu Kehumasan tak bisa menjadi tuan rumah di profesinya sendiri, bisa jadi inilah penyebabnya ....

SKKNI RIWAYATMU DULU
Konon dulu SKNNI disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) pada 2008 lalu oleh sebuah tim yang terdiri dari berbagai unsur. Tim Penyusun terdiri dari para akademisi, praktisi dan juga jajaran Kementrian Kominfo. Namun anehnya, setelah SKKNI Bidang Kehumasan rampung disusun dan telah disahkan dan terdaftar di Departemen Tenaga Kerja, panduan penting itu tak kunjung berfungsi sebagaimana seharusnya.

Tak ada pula sosialisasi gencar yang menyebarluaskan keberadaan SKKNI Bidang Kehumasan ini pada bidang-bidang terkait, baik dunia kerja maupun pada institusi-institusi pendidikan. Padahal SKKNI Bidang Kehumasan ini bisa jadi adalah salah satu SKKNI yang paling relevan dengan Kementrian yang mempunyai akses paling mudah dan luas untuk melakukan proses sosialisasi itu, Kementrian Kominfo, tetapi mengapa tidak ya ?

SKKNI PUNYA SIAPA ?
Tiba-tiba, setelah lima tahun bergulir, sebuah organisasi profesi menyelenggarakan Sertifikasi Bidang Kehumasan dan sebuah buku mengenai SKKNI Bidang Kehumasan pun diluncurkan di sebuah acara bedah buku oleh organisasi profesi tersebut tak lama setelah lebaran 2013 lalu.

Etikanya, SKKNI adalah menjadi kewenangan pemerintah. Maka yang berhak melakukan sertifikasi atas profesi bidang tersebut dengan sendirinya adalah pemerintah. Kalaupun, adalah pihak ketiga yang kemudian berwenang melakukan sertifikasi tersebut, tentulah harus seijin dan atau atas nama pemerintah.

Berikutnya, bila seorang praktisi humas, merampungkan gelar kesarjanaannya di bidang kehumasan, menyelesaikan gelar masternya juga kehumasan atau komunikasi, kemudian mengikuti sertifikasi SKKNI Bidang Kehumasan ini, dan diberikan materi serta diuji oleh mereka yang sama sekali tidak memiliki latar belakang akademis ilmu komunikasi khususnya bidang kehumasan, lalu bagaimana pertanggungjawabannya ? Akankah mereka yang notabene secara akademis dan pengalaman sudah memiliki kualifikasi yang layak akan membiarkan pihak lain mengujinya, tidakkah itu sebuah pelecehan atas ilmu pengetahuan dan profesi ?

BUSINESS IS BUSINESS
Akhirnya, tiga kata sakti itulah kuncinya, business is business. Profesi kehumasan adalah profesi yang sangat menarik, menjanjikan, tapi sekaligus terlihat glamour, mudah, menyenangkan, ditambah kharakter profesi itu sendiri yang sangat terbuka dan multi disipliner, membuat profesi humas seringkali menjadi pelecehan oleh banyak pihak.

Cobalah simak setiap lowongan pekerjaan bagi profesi humas, begitu longgar kriteria yang disyaratkan. Apa bedanya dengan profesi akuntan, pengacara, dsb. Mengapa akuntan hanya boleh diisi oleh mereka yang benar-benar merampungkan sarjana akuntansi ? Sementara ada sebuah departemen komunikasi mempekerjakan seorang sarjana akuntasi sebagai petugas humas ? Dan mengapa, jabatan pengacara dan notaris hanya boleh diisi oleh mereka yang telah merampungkan gelar sarjana hukumnya ? Mengapa profesi humas tidak bisa ?

HUBUNGAN MASSAL
Demikianlah, humas akan tetap menjadi sebuah olok-olok profesi, seperti kebanyakan masyarakat bilang, humas : hubungan massal. Sayangnya, para ilmuwan komunikasi pun tampak enggan untuk menjadi pelopor yang melakukan pembenahan atas profesi ini. Tentu mengandalkan pemerintah untuk memikirkan perkembangan profesi ini sebagai sebuah profesi yang berfungsi sebagaimana seharusnya rasanya terlalu naif. Maka sudah selayaknya, bila para pelaku yang memiliki integritas itu sendirilah yang memulai melakukan pembenahan itu. Namun di mana mereka ? Mungkin mereka terlalu sibuk dengan ego pribadi untuk membangun personal brandingnya sendiri to be somebody.

Bagaimana dengan dunia pendidikan ? Tak kalah menyedihkan, dunia pendidikan tampaknya sudah melacurkan profesi ini dan menjadikan jurusan humas sebagai daya tarik yang mendatangkan banyak uang dengan ribuan mahasiswa baru, tanpa melakukan seleksi sumber daya manusia secara professional. Betul, setiap anak berhak untuk belajar, namun setidaknya aturan main selama proses belajar mengajar tetap harus memiliki idealisme dengan parameter yang relevan. Sayangnya, institusi pendidikan kini seolah tak peduli dengan kualitas yang seharusnya dikedepankan dalam melahirkan sarjana-sarjana baru yang mereka entaskan, khususnya sarjana komunikasi jurusan humas. Karena itu tadi, tak ada seleksi dan tak ada pula parameter ketat.

So, kini waktunya bagi kita untuk bercermin dan melakukan kontemplasi, kita berada di mana, kita merupakan produk yang mana, dan kita sebingung apa, ataukan kita sudah tak peduli ?