Saturday 23 May 2009

PERAN PUBLIC RELATIONS

Profil Profesi Public Relations di USA :
  • Merupakan emerging profession alias profesi yang terus mengalami perkembangan
  • (Konsekuensi logisnya) profesi public relations (PR) mempunyai sebutan (general affairs, corporate communication, dll. ) sekaligus peran yang sangat beragam
  • Menjadi pekerjaan terbaik pada era '90-an
  • Pada tahun 1968 hanya 25% perempuan yang menekuni profesi PR, di tahun 1990 lebih dari 66% praktisinya adalah perempuan
  • 92% bachelor, 25% master, 2% doctor

PROFIL PROFESI PUBLIC RELATIONS di INDONESIA menunjukkan gejala sbb :

  1. Masih ditemui peran PR yang bersifat methods of communication dan belum state of being (melembaga). Artinya peran PR sesungguhnya telah dilakukan namun baru sebatas metode, cara atau aktivitas yang kadang bercampur dengan peran-peran dalam organisasi yang lain (pemasaran, hukum, SD, dll.). Jadi, peran PR belum melembaga secara spesifik atau terpisah dengan tanggung jawab khusus mengenai kehumasan.
  2. Profesi PR menjadi multi entry dicipliner proffesion di mana setiap orang dengan background apapun dapat memasuki profesi ini tanpa mengsyaratkan kompetensi khusus baik khususnya secara akadmis.
  3. Decision Maker atau pejabat PR tidak ditampuk oleh SDM yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang kehumasan. Akibatnya, peran PR menjadi tidak optimal.
  4. Peran PR terhambat oleh komitmen manajemen organisasi. Pemahaman top level management yang terbatas mengenai peran PR menyebabkan PR juga tidak dapat berperan secara optimal. Jadi PR hanya dianggap sebagai buffer atau penyangga, pendukung dalam suatu rangkaian fungsi manajemen belaka.
  5. Keberadaan PR jauh dari top level management. Akibatnya, PR tidak memiliki kewenangan yang sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi ini menyebabkan PR tidak dapat memainkan peran strategisnya. Sebaliknya, peran PR akhirnya hanya sebatas pelaksana atau teknis komunikasi saja.

PR ASSIGNMENT :

  1. Writing & editing
  2. Media relations & Media Mapping
  3. Research
  4. Management & Administration
  5. Conselling
  6. Special event
  7. Speech
  8. Production
  9. Training
  10. Contact

PR's ROLE (PERAN PR) :

  1. Teknisi Komunikasi
  2. Expert Prescriber
  3. Fasilitator Komunikasi
  4. Fasilitator Pemecah Masalah

Pada perkembangannya, peran PR tergolong dalam 2 (dua) PERAN DOMINAN :

  1. Teknisi PR : melakukan pekerjaan tradisional PR yang bersifat teknis sperti menulis, klipping, atau hal-hal yang berkaitan dengan tim kreatif dan bukan yang berkaitan dengan proses strategis serta pengambilan keputusan
  2. Manajer PR : merupakan peran yang meliputi expert prescriber (pakar perumus), fasilitator komunikasi & fasilitator pemecah masalah. Pada kelompok ini, peran PR meliputi proses manajemen strategis seperti penyusunan program kerja, melakukan fungsi mediator bagi kedua publiknya dan sebagai advisor dalam proses pengambilan keputusan atau pemecah masalah

SYARAT PROFESIONALISME :

  1. Membutuhkan pendidikan spesial, berbasis teori & pengetahuan unik
  2. Menyediakan pelayanan unik, esensial & diakui oleh komunitas
  3. Mengutamakan pelayanan publik & tanggung jawab sosial di atas kepentingan pribadi
  4. Memberikan otonomi kepada praktisi dgn tanggung jawab
  5. Berlakukan aturan & standar kinerja mel. asosiasi

Thursday 21 May 2009

OPEN HOUSE PROGRAMS DURING 13rd SEAPAVAA 2009

Masih dalam serangkaian kegiatan 13rd SEAPAVAA CONFERENCE & GENERAL ASSEMBLY 15-20 May 2009, seluruh peserta konferensi mengikuti sejumlah kunjungan "open house" ke berbagai tempat. Yang menarik dari kegiatan kunjungan "open house" ke berbagai tempat penting yang berkaitan dengan kegiatan audio visual archive, secara kehumasan ternyata tidak semua tempat yang kami kunjungi memiliki prosedur yang baik. Dari 4 (empat) tempat yang kami kunjungi, hanya 1 (satu) tempat yang telah menyelenggarakan "open house" dengan baik.

Sesuai gejala yang ditemui di lapangan, kegiatan "open house" diselenggarakan dengan cara sebagai berikut :
  1. Susunan acara tidak terencana dengan baik. Artinya, tidak ada susunan acara yang baku, yang standar diterapkan oleh instansi yang bersangkutan dalam proses penerimaan tamu, khususnya dalam penyelenggaraan open house. Umumnya kegiatan open house hanya dibuka tanpa ditutup secara resmi ;

  2. Jumlah petugas pendamping sangat terbatas. Artinya, terdapat toleransi tertentu dalam penerimaan tamu dalam sebuah kegiatan open house secara kolektif. Seorang petugas humas sangat tidak efektif bila menjadi tour guide bagi lebih dari seratus delegasi lokal dan asing, berkeliling menyaksikan berbagai fasilitas perusahaan ;

  3. Tidak ada penjelasan. Artinya, walaupun sudah terdapat petugas humas yang mendampingi, namun sedikit sekali informasi yang disampaikan. Selayaknya dalam kegiatan open house, maka petugas humas memberikan informasi secara aktif dan menarik ;

  4. Tidak ada alat bantu audio. Artinya, mendampingi tamu dalam jumlah cukup banyak, selayaknya petugas humas menggunakan alat bantu audio (pengeras suara) yang portable. Penggunaan pengeras suara portable selain memudahkan para peserta dalam mendengarkan penjelasan, juga memudahkan petugas humas itu sendiri agar tidak merasa lelah karena harus berbicara lebih keras dalam kurun waktu cukup lama. Selain itu, bila alat pengeras suara yang tersedia berupa pengeras suara konvensional, tentu akan sangat merepotkan karena harus menenteng kotak pengeras suara dalam ukura besar dan berat secara berpindah-pindah ;

  5. Tidak ada photo session. Artinya, kegiatan yang melibatkan banyak orang bahkan hingga ratusan orang bagaimana pun merupakan sebuah kegiatan spesial. Tidak setiap waktu, sedemikan banyak orang berkesempatan berkumpul dan berpeluang berkunjung ke institusi-institusi tersebut. Oleh karena itu, pendokmentasian kegiatan secara kolektif melalui photo session merupakan momment yang sangat penting bagi para tamu. Karenanya, selayaknya dalam sebuah open house memberikan atau menyediakan kesempatan pendokumentasian atau pohoto session bagi seluruh tamu atau delegasi secara baik, rapi dan tertib ;

  6. Tidak tersedia fasilitas ibadah yang memenuhi kepantasan. Artinya, dalam sebuah kunjungan open house, biasanya menyita waktu cukup lama, 3-4 jam. Untuk situasi di kota besar, umumnya kegiatan open house dimulai pukul 09.00 wib. Jadi kemungkinan besar proses open house akan melampaui waktu ibadah. Untuk itu, pihak penyelanggara atau tuan rumah selayaknya menyediakan tempat ibadah yang memudahkan dengan segala kelengkapannnya seperti sandal, tempat wudhu yang bersih, tissue, toilet/rest room, dll.

  7. Tidak tersedia brosur. Sebaiknya, dalam sebuah kunjungan pihak penyelenggara membagikan brosur bagi seluruh tamunya, entah itu leaflet, booklet, folder, dsb.

  8. Tidak tersedia cenderamata. Cenderamata, memang bukan suatu keharusan dalam sebuah kunjungan atau kegiatan open house. Namun, bagi kegiatan open house yang mendatangkan tamu asing, apalagi dalam jumlah lebih dari 150 orang, selayaknya institusi menghargai kedatangan para tamu dengan memberikan cenderamata sebagai kenang-kenangan.

Demikianlah kondisi yang ditemui di lapangan dalam proses penyelenggaraan open house. Saya menduga, para person in charge dalam kegiatan tersebut bukan petugas yang memiliki kompetensi baik secara akademis maupun pengalaman cukup dalam hal itu. Sekali lagi, kondisi empiris di lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan humas belum dikuasai secara baik oleh banyak instansi dan SDM kehumasan itu sendiri.

Menyiasati hal seperti ini, tentu yang paling efektif antara lain adalah dengan menempatkan SDM yang memiliki kompetensi kehumasan pada lembaga kehumasan sebuah institusi atau perusahaan. Selanjutnya, SDM yang ada pun harus menyesuaikan diri dengan perkembangan dan tuntutan profesional yang berkembang saat ini. SKKNI Bidang Kehumasan merupakan salah satu panduan yang dapat digunakan oleh para humas profesional dalam meningkatkan kompetensinya sesuai arahan dan regulasi pemerintah.

Friday 15 May 2009

13rd SEAPAVAA CONFERENCE & GENERAL ASSEMBLY

"COLLECTION and ACCESS DEVELOPMENT ; TWO SIDES of THE SAME COIN"
Bandung & Jakarta, 15th-20th May 2009

SEAPAVAA atau South East Asia - Pasific Audio Visual Archive Association adalah sebuah organisasi yang mengurusi hal-ihwal mengenai kearsipan, tingkat regional. Arsip dan pengarsipan bisa jadi merupakan barang dan kegiatan yang paling memusingkan bagi sebagian besar orang. Namun sebaliknya, arsip dan pengarsipan bisa jadi juga merupakan barang dan kegiatan yang paling dibutuhkan oleh banyak orang.

Persoalannya, pekerjaan yang berhubungan dengan pengrasipan ini membutuhkan beberapa kriteria yang tidak sederhana yang sanggup dilakukan oleh banyak orang antara lain :
  1. Kesabaran
  2. Ketelitian
  3. Keteraturan
  4. Pencatatan
  5. Penyimpanan

Yang kesemuanya membutuhkan tingkat keahlian atau kualifikasi yang sangat tinggi.

Data yang dapat diarsipkan dapat digolongkan sebagai berikut :

  1. Catatan tertulis - written documents
  2. Foto- images recording
  3. Film - moving images recording
  4. Suara - sound recording

Pengarsipan sebuah data yang baik, mampu mengungkapkan banyak rahasia sekaligus kebenaran yang selama ini tidak pernah terbukti. Berbagai institusi besar sangat mengandalkan kegiatan pengarsipan dalam operasional organisasinya, seperti UNESCO. Tak heran, secara profesional kegiatan pengarsipan memiliki organisasi yang memberikan ruang dan waktu secara berkala bagi para profesional arsiper, demikian sebuatan bagi profesional pengarsip, sehingga mereka dapat saling berinteraksi dan berbagi pengalaman dalam kegiatan pengarsipan yang semakin penuh tantangan di masa mendatang.

Para profesional humas, tentu menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan oleh kegiatan pengarsipan yang baik. Sebagai profesional di bidangnya, para praktisi humas dituntut bekerja berdasarkan data dan riset, bukan asumsi. Artinya, dalam hal ini, para profesional humas memerlukan data yang dapat dipertanggungjawabakan dan terjaga orisinalitasnya.

Untuk itulah, para profesional humas perlu mengerti dan selayaknya mengikuti perkembangan pengarsipan yang seiring berjalannya waktu akan semakin mengikuti pula perkmebangan teknologi sebagai upaya kegiatan pengelolaan arsip yang semakin baik dan canggih. Mengikutkan diri dalam organisasi semacam ini sangatlah bermanfaat bagi para profesional humas sebagai penunjang kelancaran pekerjaan dan tentu sebagai penambah jaringan dalam dunia kerja.

Wednesday 13 May 2009

PUBLIC RELATIONS & MANAGEMENT

DEFINISI PUBLIC RELATIONS
  1. Public Relations adalah fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan prosedur individual & organisasi yang punya kepentingan publik, serta merencanakan & melaksanakan program aksi dalam rangka mendapatkan pemahaman & penerimaan publik (Public Relations News);
  2. Public Relations adalah fungsi manajemen tertentu yang membantu membangun dan menjaga lini komunikasi, pemahaman bersama, penerimaan mutual & kerja sama antara organisasi & publiknya; PR melibatkan manajemen problem atau manajemen isu; PR membantu manajemen agar tetap responsif dan mendapatkan informasi terkini tentang opini publik; PR mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab manajemen tetap mengikuti perubahan & memanfaatkan perubahan secara efektif, dan PR dalam hal ini adalah sebagai sistem peringatan dini untuk mengantisipasi arah perubahan (trends); dan PR menggunakan riset & kom'si yang sehat dan etis sebagai alt utamanya (Rex F. Harlow);

SEBAGAI FUNGSI MANAJEMEN, PR MENCAKUP :

  1. Memperkirakan, menganalisis dan mengintepretasikan opini & sikap publik dan isu ...;
  2. Memberi saran kepada manajemen di semua level ...;
  3. Meriset, melaksanakan dan mengevaluasi secara rutin program-program aksi & komunikasi untuk mendapatkan pemahaman publik ...;
  4. Merencanakan & mengimplementasikan usaha organisasi untuk mempengaruhi atau mengubah kebijakan publik;
  5. Menentukan tujuan, rencana, anggaran, rekrutmen dan training staf, mengembangkan fasilitas - mengelola SDM (PR Society of America)

UNSUR-UNSUR DALAM DEFINISI PR :

  1. Melakukan program terencana & berkesinambungan sebagai bagian dari manajemen organisasional
  2. Menangani hubungan antara organisasi & publik stakeholdernya
  3. Memonitor kesadaran, opini, sikap & perilaku di dalam & di luar organisasi
  4. Menganalisa dampak dari kebijakan,prosedur dan aksi terhadap publik stakeholder
  5. Mengidentifikasi kebijakan, prosedur dan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan publik & kelangsungan hidup organisasi
  6. Memberi saran kepada manajemendalam pembentukan kebijakan baru, prosedur baru & tindakan baru yang sama-saman bermanfaat bagi organisasi & publik
  7. Membangun & mempertahankan kom'si dua arah antara organisasi dan publiknya
  8. Menciptakan perubahan yang terukur dalam kesadaran, opini, sikap & perilaku di dalam & di luar organisasi
  9. Menghasilkan hubungan yang baru dan/atau tetap antara organisasi dan publiknya

BAGIAN-BAGIAN FUNGSI PR :

  1. Hubungan internal
  2. Publisitas
  3. Advertising
  4. Press Agentry
  5. Public Affairs
  6. Lobbying
  7. Manajemen Isu
  8. Hubungan Investor
  9. Pengembangan

Monday 11 May 2009

IN-HOUSE MAGAZINE

In-house magazine atau majalah internal perusahaan merupakan salah satu medium komunikasi produk kehumasan. Bentuknya dapat berupa majalah dalam jumlah halaman yang relatif banyak 30-50 halaman, namun ada juga yang dalam bentuk bulettin yang hanya terdiri dari beberapa halaman.

Sebagai sebuah media komunikasi, tentulah maajalah internal perusahaan atau organisasi berfungsi untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan tentang perusahaan kepada publik, utamanya publik internal.

Namun pada praktiknya, pengelolaan sebuah majalah internal perusahaan seringkali menemui banyak kendala, antara lain :
  1. Keterbatasan SDM. Artinya pengelolaan majalah dilakukan bukan oleh orang yang memiliki keahlian di bidang komunikasi;
  2. Pengelolaan majalah dikerjakan oleh satu orang, yang tidak mempunyai keilmuan komunikasi dan pemahaman mengenai pengelolaan majalah;
  3. Majalah tidak dikelola secara disiplin, sehingga terbit tidak tepat waktu, unsur faktualitasnya terlampaui;
  4. Pemberian apresiasi tidak dilakukan secara tepat dengan kualifikasi berbeda;
  5. Pembagian dan pemberian nama rubrikasi tidak jelas;
  6. Penentuan topik dalam setiap terbitan tidak mengutamakan hal-hal yang berkaitan dengan perusahaan, namun mengandalkan callender event nasional atau internasional;
  7. Sampul majalah tidak mencerminkan isi majalah, baik secara tulisan maupun visual;
  8. Kelengkapan struktur dan alur kerja inti tidak terpenuhi sehingga kualitas majalah sangat rendah, dll.

Secara sederhana, pengelolaan sebuah manjalah internal perusahaan membutuhkan antara lain :

  1. Struktur organisasi & alur kerja yang jelas;
  2. SDM yang kompeten : reporter/jurnalis, editor, disainer, fotografer, dll.;
  3. Pembagian dan pemberian nama rubrik yang jelas dan menarik;
  4. Komitmen pengelola dalam menentukan topik yang memiliki relevansi dengan aktivitas perusahaan;
  5. Sampul majalah mencerminkan isi majalah baik secara tulisan maupun visual;
  6. Apresiasi yang sesuai dengan kategori jenis tulisan;
  7. Kepatuhan terhadap periodisitas masa terbit, dll.

Demikianlah, dari berbagai kendala yang ditemui di lapangan selama ini, persoalan yang paling mendasar dalam dunia kehumasan selalu saja kembali ke pangkal permasalahanannya. Bahwa dunia kerja kehumasan selama ini banyak terisi oleh SDM yang memang tidak memiliki kualifikasi yang sesuai dengan SKKNI Bidang Kehumasan atau tidak memiliki latar belakang kelimuan komunikasi, khususnya kehumasan.

Kini, semuanya berpulang kepada para calon dan para profesional humas itu sendiri, akan menjadi tuan rumah di nergerinya sendriri, atau lagi-lagi, kembali menjadi tamu di kerajaan dan singgasananya sendiri ?

TIPS MENULIS

Dunia komunikasi khususnya kehumasan dan jurnalistik sangat erat kaitannya dengan masalah menulis. Profesional humas, perlu memiliki kemampuan menulis karena ia akan menyiapkan berbagai media komunikasi yang ditujukan bagi stakeholder-nya untuk tujuan tertentu. Tujuan yang terkandung dalam pesan akan sulit terwujud bila para profesional humas tidak mampu merumuskan pesannya dalam sebuah tulisan yang menarik dan tepat sasaran.

Sementara bagi para pekerja media, keahlian menulis ibarat pedang yang wajib dibawa dalam berperang. 'Dagangan' seorang pekerja media adalah tulisannya, baik media cetak maupun elektronik (audio & audiovisual), tetap membutuhkan konsep tulisan yang baik.

TIPS MEMBUAT TULISAN YANG MENARIK
  1. Judul tidak terlalu panjang;
  2. Judul merupakan statement yang faktual;
  3. Sebaiknya judul tidak diawali dengan angka;
  4. Tulisan yang baik terdiri dari lead (pengantar) yang membuka jalan cerita sebuah tulisan (berita), body atau isi berita dan penutup;
  5. Tulisan memenuhi unsur-unsur 5 W + 1 H;
  6. Tulisan disusun dengan komposisi model piramida terbalik.
  7. Gunakan pilihan kata yang sederhana;
  8. Menguasai Bahasa Indonesai secara baik, tata bahasa, kosakata, struktur, pola kalimat dan seterusnya, khusunya Bahasa Indonesia Jurnalistik.

JUDUL

Seringkali, sebuah tulisan memiliki judul yang panjang sehingga mengurangi ketertarikan pembaca untuk membaca tulisan yang disajikan. Agar sebuah tulisan menarik perhatian calon pembaca maka berilah judul yang singkat namun penuh makna. Salah satu caranya, bila tulisan dibuat berdasarkan hasil wawancara, kutiplah salah satu ucapan nara sumber yang paling penting yang berkaitan dengan topik pemberitaan. Biasaanya, cara ini cukup jitu dalam membangun daya tarik calon pembaca. Bila ucapan nara sumber terlalu panjang, kutip saja sebagian, dan akhiri dengan tiga tanda titik dan seluruh petikan ucapan tersebut diawali serta ditutup dengan tanda kutip.

LEAD

Lead merupakan pengantar sebuah berita. Bila sebuah berita terbentuk karena sebuah kejadian, maka lead akan berisi tentang awal terjadinya peristiwa secara singkat. Sementara bila sebuah berita terbentuk karena kebijakan yang kontroversi, maka lead akan berisi mengenai inti kebijakan tersebut, dan seterusnya. Lead, tidak perlu terlalu panjang, cukup satu paragraf yang memuat 3-4 kalimat saja.

BODY

Inilah isi tulisan yang sebenarnya. Sebuah tulisan yang baik hendaknya memenuhi unsur-unsur 5 W + 1 H, yaitu What (apa), Why (mengapa), When (kapan), Who (siapa), Where (di mana) dan How (bagaimana). Persoalannya, sebuah berita menitikberatkan tentang apa, maka unsur itulah yang perlu dikupas lebih seksama dan cermat.

PENUTUP

Penutup berisi berbagai hal-ihwal yang mendukung kelengkapan berita namun tidak terlalu penting. Bagian penutup dapat 'dibuang' bila tidak diperlukan, bila ruang yang tersedia dalam sebuah media terbatas.

PIRAMIDA TERBALIK

Komposisi piramida terbalik artinya, bahwa hal yang paling penting mendapatkan porsi paling besar atau banyak, sementara hal yang paling tidak penting berangsur-angsur memperoleh porsi yang paling kecil atau sedikit.

Profesional humas yang memiliki keahlian menulis yang baik, akan mampu menghasilkan press release dan advertorial yang siap tayang, menyusun narasi profil audio visual perusahaan, membuat berbagai brosur yang informatif, dll. Artinya, kemampuan ini akan mempengaruhi hubungan sebuah organisasi dengan media massa secara institusional karena para profesional humas telah membantu pekerjaan para pekerja media sesuai standar mereka.

BAHASA INDONESIA JURNALISTIK

Bagi para mahasiswa komunikasi Bahasa Indonesia Jurnalistik akrab disebut BIJ. Umumnya, BIJ akan ditawarkan dalam 2 (dua) tingkatan. BIJ 1 & BIJ 2. BIJ berguna dalam memandu para prpfesional di bidang komunikasi agar dapat menyusun sebuah tulisan yang sederhana namun tetap komunikatif dalam bentuk tulisan. Misalnya penulisan angka 1 sampai dengan 10 yang tetap ditulis secara tulisan bukan angka, mendahulukan kepangkatan diikuti nama orang dalam menyebutkan keberadaan seseorang dalam media cetak atau sebaliknya dalam media elektronik hingga penyebutan satuan rupiah sebagai acuan mata uang dan bukan menggunakan satuan mata uang lain dalam pemberitaan (utamanya bagi materi pemberitaan elektronik).

HAL YANG HARUS DIHINDARI, antara lain :

  1. Judul dan tulisan yang sensasional dan kontroversi;
  2. Gambar yang sadis (manusia maupun makhluk hidup yang lain) , korban seksual atau tersangka;
  3. Menyebutkan nama tersangka, dll.

Sunday 10 May 2009

HASIL PEMILU 2009

Menepati janjinya, Komisi Pemilihan Umum akhirnya mengumumkan hasil penghitungan suara pemilu anggota DPR 2009 sesuai jadwal yang telah ditentukan, Sabtu, 9 Mei 2009 atau tepat 1 (satu) bulan setelah tanggal pelaksanaan hari pemungutan suara, pada hari Kamis, 9 April 2009.

Walaupun penuh dengan berbagai persoalan, bagaimanapun inilah hasil kerja Komisi Pemilian Umum 2009. Berikut, adalah hasil penghitungan suara Pemilu Anggota DPR 2009 :
  1. Jumlah suara sah 104.0999.785 suara;
  2. Jumlah suara tidak sah 17.488.581 suara;
  3. Jumlah golput Alias punya hak pilih namun tidak menggunakan hak pilihnya mencapai 49,6 juta orang atau sebesar 29,01% ;
  4. Jumlah partai yang lolols parliementary threshold sebanyak 9 partai;
  5. Hasil penghitungan suara belum termasuk beberapa daerah lain yang masih melakukan penghitungan ulang seprti di Nias Selatan dan Papua.

Kesembilan partai yang lolos parliementary threshold, yaitu :

  1. Partai Demokrat, 148 kursi, 26,43%
  2. Partai Golkar, 108 kursi, 19,29%
  3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, 93 kursi, 16,61%
  4. Partai Keadilan Sejahtera, 59 kursi, 10,54%
  5. Partai Amanat Nasional, 42 kursi, 7,5%
  6. Partai Persatuan Pembangunan, 39 kursi, 6,96%
  7. Partai Gerindra, 30 kursi, 5,36%
  8. Partai Kebangkitan Bangsa, 26 kursi, 4,64%
  9. Partai Hanura, 15 kursi, 2,68%

Kesembilan partai itulah yang lolos parliementary threshold alias berhak mengirimkan perwakilannya di DPR sesuai persyaratan ambang batas yaitu pencapaian suara sebesar 2,5%.

Kelima kesimpulan tersebut dikutip dari harian Kompas hari ini, Minggu, 10 Mei 2009. Walaupun data tersebut tidak terlalu lengkap, namun setidaknya berdasarkan data yang ada menunjukkan fenomena yang menarik.

  1. Bagaimana kita bisa membaca sebuah data, bila N atau populasinya tidak disebutkan. Artinya, data tersebut tidak dilengkapi dengan mencantumkan berapa besar sesungguhnya jumlah pemilih yang terdaftar. Bila data hanya menyodorkan hasil, tanpa menyertakan N-nya, tentu akan menyulitkan melalukan evaluasi dalam membaca perbandingan secara statistik. Apalagi, tidak semua hasil diberikan data konversinya dalam bentuk persentasi. Mungkin, karena KPU sebagai nara sumber tidak memberikan data yang lengkap kepada media massa. Akibatnya, media massa pun hanya memiliki data yang terbatas untuk disampaikan kepada publik.
  2. 'Kemenangan' golput secara statistik lebih besar atau mencapai 49.677.076 suara atau mencapai 29,01% ketimbang perolehan suara partai demokrat sebagai peraih suara nomor satu yang hanya mencapai 21.703.137 suara yang ternyata mencapai 26,43% (dihitung dari suara pemilih yang 104 juta suara). Jadi, bingung 'kan bacanya ? Bila melihat angkanya, suara golput angkanya 2 kali lebih besar, atau lebih dari 100% dari suara perolehan suara demokrat. Tapi kok, persentasi golput hanya 29,01% sementara demokrat mencapai 26,43%. Padahal jumlah suara golput 2 (dua) kali lipat lebih banyak dari demokrat. Berarti, kemungkinannya keduanya dihitung, dibandingkan dengan acuan angka atau N yang berbeda 'kan ? Masalahnya, semua data tersebut tidak disandingkan dengan data yang lengkap dengan masing-masing acuan yang jelas.

  3. Berdasarkan data tersebut di atas, maka bila point 1 + point 2 + point 3, artinya 3 (tiga) kelompok hasil penghitungan tersebut angkanya dijumlahkan, maka sebagai gambaran akan diperoleh angka 104 + 17 + 49 = 166 juta. Artinya hampir 170 juta orang yang terdaftar sebagai peserta pemilu. Artinya inilah N atau populasi peserta pemilu itu. Hanya saja, karena proses pemilu merupakan proses layaknya sensus, maka tidak ada "n" atau sample dalam hal ini.

Demikian, hal-hal di dunia empiris yang menjadi sumber pembelajaran bagi para praktisi atau profesional humas. Hal-hal seperti ini bukan untuk mendeskriditkan pihak manapun tapi untuk belajar. Bahwa sebuah statistik, sebuah riset menjadi bagian dari tugas seorang petugas humas. Artinya, petugas humas wajib menguasai hal-hal mengenai riset dan statistik dengan baik sehingga saat humas menyampaikan pesan kepada publik, ia akan berbicara nerdasarkan data yang akurat, bukan asumsi.

Jadi, betapa menariknya mempelajari sebuah riset bukan ? Apalagi bila kita dapat mempelajarinya langsung dari kehidupan sehari-hari dengan data yang mudah diakses tanpa prosedur yang berbelit dan gratis. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, jadi maju terus, pantang mundur dan jadilah peneliti sejati !

Friday 8 May 2009

DEMAM FACEBOOK

Pada suatu pagi di akhir pekan sekitar 2 (dua) bulan lalu, saya membuat janji dengan seorang sahabat untuk 'rendevouz' di sebuah mall di Jakarta Selatan. Maksudnya ingin bersilaturahmi. Maklum, sahabat saya ini adalah kawan masa kecil yang sudah terpisah bertahun-tahun. Kami bertemu secara tidak sengaja melalui facebook dan ternyata kami saat ini tinggal di pemukiman yang sama, dan sangat dekat.

Lalu, bertemulah kami, hanya berdua saja, di sana. Menit-menit pertama, tidak jadi soal, semua berjalan seperti biasa. Namun, sesaat kemudian sahabat saya mulai mengabaikan saya karena sibuk dengan gadgetnya, ber-facebook ria. Saya tidak tersinggung dengan situasi itu, karena telepon seluler saya bukan alat komunikasi yang bisa on line dan mampu mengakses internet sepanjang waktu secara otomatis.

Fenomena demam facebook ini sungguh sangat menarik. Bagi saya, kemajuan teknologi komunikasi yang demikin dasyat sungguh telah membuat bergesernya berbagai hal dalam kehidupan manusia. Di satu sisi, kemajuan teknologi membawa banyak manfaat yang luar biasa hebat khususnya efisiensi ruang dan waktu. Namun di sisi yang lain, kemajuan teknologi menyebabkan bergesernya tatanan sosial kehidupan masyarakat secara negatif.

Seorang kawan saya yang lain bercerita, ia berhasil mengumpulkan kembali saudara-saudaranya yang tercecer, yang telah berpisah selama 45 tahun, juga dengan memanfaatkan facebook. Namun pada kesempatan yang lain, saat ia bersama keluarga besarnya mengadakan arisan keluarga, semua yang hadir justeru ramai berceloteh tentang facebook. Sejurus kemudian mereka pun on line dan sibuk berfacebook ria.

Singkat cerita, ia pun akhirnya mengultimatum, mulai bulan depan, tidak perlu lagi diadakan arisan keluarga. Karena apa ? Karena saat mereka diundang arisan keluarga dan telah meluangkan waktu untuk datang, yang mereka lakukan bukan berinteraksi secara langsung dengan sesama anggota kerabat yang hadir, namun justeru sebaliknya sibuk berinteraksi virtual dengan orang-orang lain pada situs facebook melalui peralatan gadgetnya.

Awalnya, saat kemajuan teknologi baru sekedar telepon seluler 'konvensional' saja, orang sudah merasa jengah dengan kebiasaan dan perilaku masyarakat kebanyakan yang sibuk ber-sms tak kenal tempat dan waktu, serta berbicara di telepon gemggam dengan suara keras meskipun berada si area publik. Hingga kini, fenomena ini masih sering terjadi. Masyarakat Indonesia seperti terkena sindrom teknologi.

Sebelum masyarakat dunia mengenal facebook, mungkin mereka mengenal friendster, fasilitas sejenis tapi tidak dilengkapi kemampuan interaksi secara faktual. Akibatnya, situs ini mulai ditinggalkan. Namun hal baiknya, friendster tidak membuat para penggunanya addict, ketagihan seperti pengguna facebook yang nyaris diperbudak gadgetnya dan dipaksa on line sepanjang waktu.

Kini, saat peralatan komunikasi telah semakin canggih, apa boleh buat, selain manfaatnya yang luar biasa, maka dampak yang diakibatkannya pun tak kalah 'membahayakan' bagi kehidupan sosial manusia. Manusia tidak mampu lagi membedakan kapan perlu berkomunikasi normal, dan kapan perlu berkomunikasi virtual.

Demikianlah, dampak yang ditimbulkan akibat kemajuan teknologi komunikasi. Masyarakat mungkin berpikir, bahwa interaksi sosial secara normal dapat disubstitusikan, digantikan dengan ineraksi virtual melalui kemajuan teknologi komunikasi. Padahal, seperti teori maslow, bahwa kebutuhan tertinggi manusia adalah aktualisasi diri, saat ia dihargai. Tapi bukan berarti kebutuhan dasarnya akan makan diabaikan atau bisa disubstitusikan bila kebutuhan yang tertinggi telah terpenuhi. Artinya, sebuah perubahan dan kemajuan memerlukan kematangan dan kesiapan. Dengan begitu, setiap kemajuan dapat dimanfaatkan secara optimal, tepat sasaran.

Thursday 7 May 2009

WAWANCARA BERMUTU

Pekerjaan kehumasan salah satunya adalah berinteraksi dengan media (media relations) melalui berbagai program kegiatan. Salah satu bentuk kegiatan media relations adalah melayani wawancara eksklusif permintaan media massa.

Pada umumnya, media massa mewawancarai orang-orang tertentu saja dari sebuah organisasi atau perusahaan, yaitu top level management (direksi) atau communication corporate-nya. Dalam hal ini, petugas humas berfungsi sebagai fasilitator keduanya. Tugas humas dalam proses wawancara antara lain :
  1. Mengalokasikan dan mematikan ketersedian waktu kedua belah pihak (yang mewawancara & yang diwawancara);
  2. Me-review daftar pertanyaan & topik yang akan dibicarakan;
  3. Menyediakan materi yang dibutuhkan sesuai kebijakan perusahaan;
  4. Mendampingi selama proses wawancara berlangsung;
  5. Melakukan jejak rekam pembicaraan selama wawancara berlangsung.

KUALITAS WAWANCARA

Selama proses wawancara berlangsung, petugas humas dapat mengamati bagaimana kualitas sebuah media dari kinerja para kuli tinta saat mengajukan berbagai pertanyaan. Ketajaman pertanyaan wartawan dalam menggali hal-ihwal mengenai tema yang akan dibicarakan merupakan salah satu indikator kepiawaian dan kualitas seorang jurnalis sekaligus 'kelas' sebuah media.

Seorang jurnalis pemula yang bekerja di sebuah media serius (misalnya harian ekonomi) biasanya hanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan umum dan biasa. Sebaliknya, seorang jurnalis berpengalaman akan mampu buka saja menggali personal profile dan intitusi sosok yang diwawancara, ia pun bahkan mampu menguak berbagai persoalan dan mengklarifikasi berbagai hal yang selama ini menjadi rahasia publik.

MANFAAT WAWANCARA

Terlepas dari kualitas para kuli tinta dalam melaksanakan tugasnya dalam wawancara, bagaimana pun kegiatan wawancara dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak dalam membangun hubungan yang lebih dekat dan personal. Keuntungan inilah yang membawa manfaat sangat besar bagi humas dan perusahaan dalam membangun kepercayaan dan media serta terwujudnya media relations yang efektif.


Wednesday 6 May 2009

CENDERAMATA

Dalam dunia persilatan kehumasan, pembangunan brand awarenes & citra sebuah organisasi salah satunya terwujud melalui penggunaan cenderamata secara efektif. Cenderamata seringkali digunakan sebagai media publisitas untuk memperkenalkan jati diri sebuah organisasi di antara masyarakat luas.

Selain berguna dalam membangun brand awareness dan citra sebuah organisasi atau perusahaan, cenderamata juga mampu meningkatkan sense of belonging dan kebanggaan bagi para penerimanya.

Sebagai hadiah sekaligus kenang-kenangan, sebuah organisasi atau perusahaan membagikan cenderamata pada berbagai kesempatan, antara lain pada kegiatan pameran, kunjungan resmi, kegiatan open house, dll.

Cenderamata secara sederhana, dapat dibedakan dalam berbagai kategori sebagai berikut :
  1. Produk, adalah apa yang dihasilkan oleh sebuah organisasi atau perusahaan, maka produk itulah yang seringkali dijadikan cenderamata.
  2. Corporate flag, merupakan produk yang melambangkan identitas organisasi atau perusahaan, contohnya antara lain vandel, plakat, bendera, tie pin, dll.
  3. Prototipe, merupakan produk miniatur dari alat, produk, atau hal-hal yang spesifik mengenai organisasi atau perusahaan. Misalnya prototipe mesin, pesawat, mobil, dll.
  4. Stationary, merupakan produk yang berkaitan dengan peralatan alat tulis kantor seperti bollpoint, buku kerja, name card holder, block note, kalender, paper bag, dll.
  5. Merchandise, merupakan barang-barang keperluan sehari-hari yang diberi aplikasi identitas organisasi atau perusahaan. Contohnya adalah topi, kaos, jaket, sepatu, tas kerja, tas backpack, key holder, jam tangan, mug (gelas besar), dll.

DISTRIBUSI

Walaupun peruntukan sebuah cenderamata adalah untuk dibagikan secara cuma-cuma, namun distribusi cenderamata perlu dilakukan secara terencana. Maksudnya, dengan berbagai kharakteristik publik atau stakeholder sebuah organisasi atau perusahaan, maka tiap kategori publik memiliki kebutuhan dan tingkat urgensi yang berbeda terhadap sebuah cenderamata. Pembagian name card holder kepada sekelompok anak sekolah tentu tidak terlalu bermanfaat. Mereka lebih memerlukan alat tulis atau gelas sebagai cenderamata. Sebaliknya, seorang pejabat pemerintah lebih sesuai diberikan cenderamata jaket, kaos atau prototipe produk, selain cenderamata corporate flag yang mewakili institusi masing-masing seperti vandel atau plakat.


ANGGARAN

Namun, tingkat keroyalan sebuah organisasi atau perusahaan dalam membagikan cenderamata kepada publiknya tentu tergantung besar-kecilnya organisasi yang bersangkutan, dalam hal ini menyangkut biaya. Sebuah perusahaan oil & gas company tentu tidak akan sungkan-sungkan untuk membagikan cenderamata yang apik dan mahal kepada publiknya, sekalipun mereka hanya anak sekolah. Senbaliknya sebuah perusahaan menengah tentu harus sangat cermat dalam mengalokasi pembagian cenderamata kepada setiap kelompok publiknya.


PENGADAAN

Pengadaan cenderamata pada dasarnya dapat dipersiapkan sesuai kebutuhan. Caranya dengan memperhatikan calender event humas dalam setahun ke depan. Dengan demikian, setidaknya pengadaan cenderamata dapat dipersiapkan tidak berlebihan.



Monday 4 May 2009

KODE ETIK JURNALISTIK

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.


Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran :
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran : Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
e. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.


Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran :
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.


Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran :
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran :
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.


Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran :
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.


Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran :
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran :
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.


Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran :
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.


Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran :
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.


Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran :
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.


Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:
  1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan
  2. Aliansi Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo
  3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis
  4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu
  5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe
  6. Federasi Serikat Pewarta-Masfendi
  7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa’a Hia
  8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S
  9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril
  10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho
  11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)-Boyke M. Nainggolan
  12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk
  13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto
  14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Baru
  15. Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam
  16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin
  17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian
  18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar
  19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro
  20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi
  21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan
  22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparjo Ramli
  23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S.
  24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian-
  25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli
  26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem
  27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun
  28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra
  29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat

Saturday 2 May 2009

M. JAMILUDDIN RITONGA

Bang Jamil, demikian saya memanggil namanya. Beliau adalah dosen saya saat menempuh pendidikan strata 1. Menilik dari namanya, beliau memang seorang batak asli. Namun bila berbicara dengannya, dia jauh lebih santun dari saya yang orang jawa.

Bang Jamil, adalah seorang dosen metodologi. Walaupun dia bukan dosen yang killer, tapi semua siswa sangat jiper saat tengah belajar bersamanya. Beliau benar-benar 'memaksa' kami semua siswanya agar menguasai metodologi secara baik dan pintar-lah pokoknya ! Herannya, walaupun kami semua 'takut' padanya, tapi saya tidak pernah mendengar ada siswa yang membeci beliau. Justeru sebaliknya, banyak siswa yang menaruh hormat kepadanya karena beliau adalah dosen yang sangat, sangat pandai namun sederhana dan bersahaja.

Bagi saya, beliau adalah orang yang teramat istimewa. Dulu, saya pernah berjanji tidak akan datang kembali lagi ke kampus karena sudah teramat pusing dengan semua yang saya pelajari selama ini. Kenyataannya, pret ! Saya selalu saja bolak-balik ke kampus karena saya terus saja mencari beliau. Saya merasa sangat perlu untuk selalu berguru dan belajar kepadanya.

Jadilah, saat saya hendak ujian statistik dan metodologi komunikasi terapan saat kuliah S-2, saya pun datang lagi kepadanya, belajar lagi, lagi, dan lagi. Saat saya hendak menyelesaikan tesis, yang saya lakukan adalah berkantor di kantor beliau, duduk persis di depan mejanya dengan membawa laptop dan setumpuk buku. Selama hampir 2 (dua) minggu saya cuti bekerja dan menggarap tesis saya dengan 'berkantor' bersamanya. Padahal yang saya lakukan hanya apa ? Duduk di kursi saya dan menyelesaikan sendiri tesis saya, sementara beliau pun duduk di kursinya sibuk dengan pekerjaaanya. Saat tangan saya berhenti memencet tuts komputer milik saya, dengan suara datar beliau pun bertanya, "Kenapa kau berhenti bekerja, apa yang kau tidak tahu ?" sementara wajahnya tetap tersembunyi di balik buku yang tengah beliau baca ! Wuakakak ... !

Saya merasa sangat tenang dan nyaman, yakin dan percaya diri menyelesaikan tesis saya, hanya karena duduk di hadapan beliau ! Menurutnya, saya ini manja ! Begitulah, tapi semua daya upaya saya lakukan untuk selalu dapat belajar kepada beliau. Saya uber beliau ke mana pun perginya, sepanjang saya masih mampu, agar saya bisa belajar ! Hingga hari ini, setelah saya bekerja hampir 14 tahun lamanya, saya tidak juga berhenti mengubernya !

Saya sangat hormat padanya. Hingga saat ini, saya masih kerap menemuinya, baik di kantornya di senayan, di kampusnya dekat cawang, dekat rumahnya di depok, kadang menjempunya agar bisa bersama-sama ke depkominfo bersosialisasi dengan banyak orang pintar di sana, atau kadang sekedar hang out bertiga bersama suami, bahkan makan siang bersama kedua orang tua saya, sambil tetap belajar dan berdiskusi.

Bagi saya, Bang Jamil adalah aset. Bukan hanya bagi saya, tapi bagi dunia pendidikan Indonesia, khususnya ilmu komunikasi. Kepadanyalah saya melakukan re-charge, re-fill, memperkuat dan mengisi kembali isi otak saya. Karenanya, saya seringkali merasa sangat khawatir bila beliau tidak dapat saya hubunginya selama berhari-hari. Biasanya, saya hanya akan meninggalkan pesan singkat, semoga beliau dalam keadaaan sibuk dan baik-baik saja dan bukan karena sedang sakit. Biasanya juga, tak lama kemudian, saya pun dapat menghubunginya dan tahu bahwa beliau tengah sakit.

Kadang, Bang Jamil seringkali bersungut-sungut pula pada saya, karena saya kerap menggodanya. Hingga beliau pun berkomentar, "Kau ini kurang ajar, mana ada murid lancang begini sama dosennya ?" sambil tetap tertawa. Sementara saya, akan semakin senang meledeknya lantaran dia tidak lebih batak ketimbang saya yang galak, dan hapal jalan nyaris seluruh jakarta ! Belum lagi kesantunnanya itu, semakin membuat saya suka menggodanya dan menjuluiki karena beliau tidak jelas 'kebatakannya.'

Begitulah, seorang guru bagi saya. Tidak banyak yang bisa saya lakukan bagi beliau selain mendoakannya, agar beliau senantiasa diberi kesehatan dan amalan-amalannya mendapatkan pahala yang berlipat dari Allah SWT serta memperoleh rezeki yang melimpah. Rasanya, masih banyak yang harus saya 'curi' dari beliau, saya ingin tertulari kepandaian dan kebersahajaannya. Semoga Allah mengabulkan doa-doa saya ....

HARDIKNAS 2 MEI

Hari ini, adalah peringatan Hari Pendidikan Nasional. Selama belasan tahun jadi anak sekolah, yang saya tahu, hingga saat ini biaya sekolah masih sangat mahal. Seorang kawan belum lama ini mendaftarkan anaknya di sebuah taman kanak-kanak dan harus merogoh kocek senilai 1 (satu) buah sepeda motor bebek ! Sementara seorang kawan yang lain, harus merogoh kocek jauh lebih dalam lagi saat harus mendaftarkan anaknya kuliah. Kawan saya harus mengeluarkan biaya layaknya orang akan membayar down payment sebuah rumah menengah, hanya untuk mendaftar kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri. Saya sendiri cukup 'berpengalaman' dalam dunia pendidikan karena pernah merasakan drop out kuliah S-2 lantaran tidak punya biaya. Belum lagi harga buku yang semakin mahal sekaligus langka serta biaya sekolah yang semakin tidak masuk akal dengan jam belajar yang tidak jauh berbeda dengan pegawai kantoran, merupakan gambaran betapa sulitnya memperoleh kenyamanan pendidikan !

Seorang dosen yang sangat saya hormati pernah berbagi pada saya. Menurutnya, mengajar dan mendidik itu dua hal yang berbeda. Mengajar adalah berbagi informasi, sementara mendidik adalah berbagi ilmu. Ilmu, bukan berarti pelajaran sekolah melulu, namun membangun pola pikir, pemahaman nilai-nilai, kemandirian dalam berpikir hingga melahirkan anak didik yang mampu berpikir logis, kronologis dan sistematis.
Ternyata, mendidik itu tidak mudah. Apalagi bila yang dididik selama ini hidup dalam lingkungan yang sangat tidak kondusif, penuh dengan berbagai ancaman. Gaya hidup manusia yang saat ini semakin hedonis, perkembangan teknologi yang menyebabkan merasuknya budaya barat ke dalam wilayah Indonesia semakin tidak mungkin terbendung, peredaran obat-obat terlarang yang semakin merajalela, kesibukan orang tua yang semakin membatasi interaksi sebuah keluarga, diperburuk dengan penanaman nilai-nilai agama yang semakin rapuh, membuat para anak didik semakin tidak memiliki landasan kepridaian yang kokoh, yang mampu melakukan seleksi secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang ditemuinya.
Namun, nasib & masa depan bangsa tergantung pada kaum mudanya. Maka menjadi kewajiban kita semua untuk menyiapkan para penerus bangsa agar memperoleh pendidikan yang layak dan sebenarnya. SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL !

Friday 1 May 2009

TING TONG !

Dalam sebuah forum kegiatan Konvensi Humas Nasional di Padang, Sumatera Barat 2003 lalu, terjadi diskusi antara pembicara dengan seluruh peserta forum. Konvensi Humas Nasional ini diikuti oleh lebih dari seratus orang praktisi humas dari berbagai instansi penting dan para akademisi dari berbagai wilayah di Indonesia.

Di tengah-tengah menyampaikan materinya, sang pembicara bertanya siapakah Gubernur DKI Jakarta kepada salah seorang peserta forum. Sang peserta yang ditanya adalah seorang perempuan muda yang cantik, berkulit putih mulus, berperawakan tinggi sedang, rambut lurus sebahu, berpakaian rapi dan bersepatu kasual dengan membawa tas bermerek terkenal. Ternyata dia adalah humas salah satu perusahaan minyak asing di Indonesia. Namun betapa terkejutnya seluruh forum yang hadir, saat perempuan muda itu tidak dapat menyebutkan nama sang gubernur ! Padahal, selama ini perempuan muda ini bekerja di perusahaan minyak asing yang berkantor di Jakarta !

Bisa dibayangkan, betapa gaduhnya forum dengan jawaban sang perempuan muda yang tidak memuaskan. Berbagai celetukan tidak pantas pun terdengar mengomentari kekhilafan sang perempuan muda. 'Hebatnya', kini sang perempuan muda, konon tidak lagi bekerja di perusahaan minyak asing itu lagi, namun karirnya justeru melesat di institusi pemerintah yang memantau kinerja perusahaan-perusahaan minyak asing yang beroperasi di Indonesia. Fantastik bukan ?

Demikianlah, sekali lagi fenomena yang ditemui menyangkut profesionalisme para praktisi humas. Konon kabarnya, sang perempuan muda ini adalah seorang insinyur dari sebuah institusi pendidikan terkenal di jawa barat. Jadi, ternyata ia tidak mempunyai bekal akademisi dalam bidang kehumasan. Selanjutnya, bisa jadi hal itu menyebabkan ia tidak menganggap prestisius, penting, dan berartinya profesi dia sebagai seorang humas. Akibatnya, ia pun tidak ambil pusing tentang hal-hal yang terjadi di sekelilingnya. Sebagai seorang insinyur, ia tidak akan ditanya siapa gubernur jakarta, berapa nomor telepon ajudan menteri itu, dst. Padahal, selain harus memiliki kompetensi, sebagai seorang profesional humas selayaknya ia memiliki wawasan yang luas dan mengikuti perkembangan.

Semoga, hal-hal yang demikian ini dapat menjadi cermin bagi para calon profesional & praktisi humas agar senantiasa menjaga komitmen dan integritas serta menjaga nama baik pribadi dan profesionalnya....