Wednesday 30 September 2009

MEDIA KOMUNIKASI

Public Relations sebagai salah satu fungsi manajemen, memang berperan dalam melakukan komunikasi secara interakif atau 2 (dua) arah kepada kedua publiknya baik internal maupun eksternal. Dalam perannya tersebut, PR dapat melakukan komunikasi langsung tatap muka atau menggunakan media.

Media komunikasi yang dapat digunakan PR dalam menyampaikan pesan-pesannya sangat beragam. Selain itu, masing-masing media tersebut pun memiliki keunggulan masing-masing. Kuncinya adalah pada target yang hendak dicapai PR dalam berkomunikasi dengan publiknya. Artinya, setiap sasaran tertentu, membutuhkan media komunikasi dengan kharakteristik tertentu pula sehingga proses komunikasi dapat berlangsung lebih optimal.

Berikut ini adalah beberapa jenis media komunikasi yang umum digunakan PR dalam berkomunikasi, antara lain :
  1. Surat Kabar (eksternal), umumnya memiliki keunggulan dalam hal periodisitasnya yang relatif pendek. Artinya, surat kabar kebanyakan terbit harian, paling lama mingguan dengan format yang sangat beragam dan memuat banyak berita. Karena perioditasnya yang pendek, aktualitas yang ditawarkan surat kabar jauh lebih progresif ketimbang majalah;
  2. Majalah (eksternal & internal), sebaliknya majalah periodeistasnya paling pendek adalah mingguan, dua mingguan, bulanan, tri wulanan, bahkan ada pula yang semesteran atau tahunan. Dengan sifat kemunculannya yang lebuh panjang, tentu aktualitas yang ditawarkan majalah tidak sebaik surat kabar. Namun, majalah memiliki kekuatan dalam menyajikan informasi secara lebih mendalam, detil dan luas;
  3. Bulletin (eksternal & internal), kalau yang ini secara fisik bentuknya seperti majalah namun jumlah halamannya jauh lebih sedikit.
  4. News letter (internal), news letter bukan press release. News letter adalah bentuk media yang menyerupai tabloid dalam jumlah halaman yang lebih sedikit. Biasanya news letter ini dibuat dalam format 4-8 halaman dengan ukuran lebih kecil dari ukuran koran. Di sejumlah institusi, news release terbit secara mingguan atau dua mingguan. Sebagai media dengan format menyerupai surat kabar, kekuatan news letter pun relatif mirip dengan surat kabar yang ringan, ekonomis dan just in time dalam penyajian beritanya.
  5. Papan pengumuman (internal), media yang satu ini jelas tidak memiliki perioditas yang baku, karena papan pengumuman memiliki keuatan yang bersifat insidentil namun berlaku langsung secara masal dengan biaya yang sangat murah.

Nah, dari sejumlah media tersebut di atas tergolong media komunikasi konvensional. Saat ini dengan kemajuan teknologi, maka media konvensional pun tampil dalam bentuk virtual, antara lain :

  1. E-magazine, media jenis ini merupakan media konvensional yang juga dipublikasikan melalui jaringan virtual/internet. Jadi, beberapa perusahaan memberlakukan dua cara sekaligus, yaitu apa yang tercetak di media majalah konvensional, juga dapat diakses secara on line melalui electronic magazine. Namun tidak jarang pula perusahaan yang menerbitkan e-mag-nya sama sekali berbeda dengan majalah konvensionalnya. Dalam hal ini, tentu e-mag tidak lagi berfungsi sebagai penguat atau pelengkap, namun sebagai tersendiri dengan sajian informasi yang juga berbeda;
  2. Website, media ini umumnya tampil jauh lebih komplit dan tidak muncul layaknya media dengan rubrik yang khusus seperti dalam e-mag, tapi jauh lebih komplit hingga informasi penungjang lainnya seperti sejarah organisasi, produk dll. yang tidak ditampilkan dalam media konvensional lain pada umumnya;
  3. Blog, merupakan media virtual yang tampil melulu berupa kumpulan artikel. Dalam penaksesannya, blog jauh lebih sederhana dan memudahkan pembaca dalam mencari sumber informasi yang dibutuhkan;

Yang menarik di antara keuda jenis media tersebut di atas, ternyata hingga saat ini media konvensional tetap masih memiliki kekuatan tertentu dan menjadi acuan bagi para pelaku bisnis. Walaupun ada masanya sejumlah surat kabar internasional mengalami gulung tikar dengan booming perkembangan media on line, namun tetap media konvensional memiliki kekuatan tersendiri dalam menguasai waktu yang tidak dimiliki oleh media on line.

Tuesday 15 September 2009

AUDIT HUMAS

Audit Humas merupakan salah satu dari 4 (empat) macam riset dasar kehumasan. Audit Humas adalah sebuah prosedur penelitian kehumasan yang bertujuan untuk menggambarkan citra organisasi melalui kegiatan tertentu.

Secara sederhana Audit Humas dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Tujuan : deskriptif. Artinya, penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan citra organisasi secara khusus melalui kegiatan yang digelar oleh organisasi. Baik kegiatan humas internal maupun eksternal, keduanya dapat dilakukan audit humas. Contoh kegiatan humas yang dapat diaudit antara lain tea morning briefing. open house, visiting factory, press tour, press conference, training, seminar, dll.
  2. Pendekatan : kuantitatif. Metode Audit Humas merupakan sebuah riset yang relatif sederhana namun hasilnya sangat spesifik dan dapat menjangkau banyak hal dalam pengukuran. Sebagai sebuah penelitian kuantitatif, maka audit humas akan memanfaatkan sistem tabulasi dan penghitungan statistik. Saat ini, kedua hal tersebut tidak lagi menjadi hal merepotkan karena sudah terdapat program yang khusus diperuntukan bagi kebutuhan penelitian semacam itu, yaitu SPSS. Atau, bila masih dalam jumlah yang sedikit masih dapat dilakukan dengan menggunakan program Ms.Excel.
  3. Sampling : random. Salah satu ciri sebuah penelitian kuantitatif adalah pada teknik sampling yang dilakukan secara acak. Secara spesifik bagaimana mengacaknya, tergantung kharakteristik populasinya. Bila populasinya cenderung homogen, maka dapat menggunakan simple random sampling, dengan jumlah yang relatif sedikit. Namun bila populasinya semakin heterogen dalam arti memiliki kharakteristik beragam dan kualifikasi berjenjang maka bisa jadi yang dibutuhkan adalah stratifikasi random sampling, dengan jumlah yang lebih banyak.
  4. Instrument : Closed Question - Quetioner. Penelitian Audit Humas menggunakan instrumen lembar kuesioner yang berisi pertanyaan untuk dinilai oleh responden dalam bentuk pilihan skor 1, 2, 3, dst.
  5. Skala : Semantik (7). Skala penilaian dalam Audit Humas menggunakan skala semantik, yaitu dimulai dari nilai 1 hingga 7, dengan diawali 1 pada posisi paling kanan menuju 7 di sisi paling kiri.
  6. Based Theory : Wimmer & Dominick.

Monday 14 September 2009

HUMAS dalam PRAKTEK

Humas dalam praktek, pada perkembangannya khususnya di Indonesia sungguh menunjukkan fenomena yang menarik. Lebih dari lima belas tahun mempelajari dan menekuni profesi humas, secara profesional saya menilai bahwa profesi humas berkembang relatif tidak menggembirakan.

Pasalnya, selama hampir 2 (dua) dekade profesi humas masih saja dipahami secara tidak seragam secara baik oleh dunia kerja. Artinya, selama ini profesi humas terkesan disepelekan atau dianggap sebagai profesi yang berurusan dengan seremonial belaka.

Humas sebagai salah satu fungsi manajemen nyaris jarang ditemui secara jamak di berbagai perusahaan, organisasi atau instansi. Hal tersebut terlihat dari sejumlah fenomena berikut ini :
  1. Banyaknya lowongan pekerjaan bagi humas yang tidak mengsyaratkan kriteria dengan kualifikasi akademis sesuai dan kompetensi yang sesuai/memadai;

  2. Banyaknya posisi humas baik pada tingkat staf maupun manajerial yang masih menjadi satu dengan berbagai posisi lainnya seperti marketing, personalia atau hukum;

  3. Di berbagai perusahaan yang sangat spesifik, posisi humas justru diisi oleh SDM yang sama sekali tidak memiliki relevansi bidang pekerjaan kehumasan. Sebaliknya, posisi humas diisi oleh SDM dengan latar belakang spesifik sesuai bisnis utama organisasi yang bersangkutan seperti insinyur bahkan dokter di sejumlah rumah sakit;

  4. SKKNI Bidang Kehumasan yang disusun Depkominfo dan diterbitkan oleh pemerintah dalam hal ini Depnakertrans masih memuat banyak kompromi sehubungan dengan profesi kehumasan;
  5. Masih banyak unit kerja humas yang keberadaannya jauh dari pucuk pimpinan sehingga kewenangannya terbatas dan proses pengambilan keputusan pun menjadi lama;

  6. Kiprah organisasi profesi humas masih sayup-sayup dan kalah jauh dibandingkan berbagai organisasi profesi yang lain;

  7. Terbatasnya wawasan manajemen puncak tentang humas menyebabkan humas kesulitan dalam mengoptimalkan kinerja dan produktivitasnya karena keterbatasan kewenangan;

  8. Lemahnya penguasaan riset oleh para profesional humas.

Berbagai fenomena itulah yang menjadikan perkembangan profesi humas di Indonesia selama ini begitu memprihatinkan. Sebagai profesi yang relatif baru bergerak dalam 2 (dua) dasawarsa belakangan ini, maka rasanya profesi humas baru akan mengalami transformasi setelah melalui proses seleksi alam yang alamiah.

Artinya dalam 2 (dua) dekade belakangan ini profesi humas ditekuni oleh para praktisi yang berbekal pengalaman belaka dan tidak memiliki bekal akademis yang sesuai. Hanya saja, mereka memiliki keunggulan sebagai public figure dan kelebihan itulah yang menjadi modal mereka dalam bekerja dan dianggap cukup.

Beralihnya waktu, niscaya masa itu akan berakhir dan tiba saatnya para profesional yang sebenarnya dapat menekuni profesi humas secara lebih ideal dan profesional. Namun tentu akan lebih indah lagi bila reposisi itu dapat dilakukan lebih cepat bukan ? Anda setuju ?

SURVEY KEPUASAN PEGAWAI

Survey kepuasan pegawai, sesungguhnya merupakan salah satu penelitian yang sarat muatan menarik. Pasalnya, begitu jamak kita mendengar pegawai yang tidak merasa betah di perusahaan tempatnya bekerja selama ini. Namun, sedikit sekali perusahaan yang mempunyai kesadaran untuk mencari tahu dan peduli dengan apa yang dirasakan oleh para pegawainya. Dalam hal ini, perusahaan menganggap pegawai lebih sebagai obyek yang dikenai pekerjaan dan bukan sebagai subyek yang merupakan aset penting perusahaan.

Survey kepuasan pegawai itu sendiri pada dasarnya bukanlah sebuah penelitian yang sederhana. Namun, kadang dalam prakteknya perusahaan cenderung ingin mengabaikan prosedur penelitian khususnya yang disyaratkan dalam penelitian survey. Umumnya, orang menganggap sebuah survey identik dengan kuesioner, maka dibuatlah lembar kuesioner. Namun bagaimana reliabilitas dan validitas kuesioner itu, tidak diperhatikan.

Bahwa sebuah sebagai sebuah metode penelitian, maka ada beberapa hal yang harus dipatuhi dalam melakukan sebuah survey, antara lain :
  1. Landasan Teori. Apapun metode penelitian yang dilakukan, tetap membutuhkan landasan teori. Penelitian yang tidak melandaskan pada sebuah teori, tentu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sekalipun sebuah penelitian itu bertujuan untuk merumuskan teori baru, tentu tetap memiliki sebuah teori sebagai acuan;
  2. Populasi, Sampel & Sampling. Pada hakekatnya penelitian survey merupakan proses perolehan data dengan cara keterwakilan populasi ke dalam sejumlah sampel yang disebut responden. Teknik penentuan sampel dari populasi itu sendiri disebut sampling. Bila menghendaki penelitian yang mengenai seluruh populasi maka disebut sensus, bukan lagi survey;
  3. Instrumen penelitian. Survey dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Pada prakteknya, kuesioner dapat diisi secara langsung oleh responden atau kuesioner dibacakan dan diisi oleh interviewer kepada responden. Dalam kasus ini biasanya terjadi pada survey yang mengambil sampel berbeda bahasa atau usia lanjut;
  4. Variabel penelitian. Khususnya survey kepuasan pegawai, dapat berupa penelitian yang hanya menggali kepuasan pegawai pada pekerjaannya itu sendiri, atau dapat pula menghububungkan variabel kepuasan kerja dengan berbagai variabel relevan yang lain seperti motivasi kerja, iklim komunikasi atau budaya organisasi;
  5. Uji instrumen. Bila survey kepuasan pegawai dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel, maka perlu dilakukan uji instrumen terhadap kuesioner. Untuk pengujian tersebut, terdapat rumusan tertentu yang juga menjadi syarat dan wajib dipatuhi sebagai satu rangkaian dalam sebuah prosedur penelitian.

Demikian hal-ihwal mengenai survey kepuasan pegawai. Yang terpenting sebelum melakukan sebuah penelitian, pahami terlebih dulu kebutuhan yang akan dicapai paska dilakukannya sebuah survey. Latar belakang sebuah penelitian akan menentukan landasan teori yang relevan yang akan digunakan dalam penelitian tersebut. Selamat men-survey !

Friday 11 September 2009

TERNYATA "LANJUTKAN"

Alhamduillah, ternyata menyoal "laksanakan" dan "lanjutkan" dalam prosesi upacara detik-detik proklamasi kemerdekaan RI ke-64, 17 Agustus 2009 lalu, telah memiliki regulasi yang sesuai.

Hal itu diatur dalam Buku Peraturan tentang Tata Upacara Militer Tentara Nasional Indonesia yang disahkan dengan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/292/IX/2004 tanggal 6 September 2004. Pada buku tersebut, khususnya BAB XIX, Pasal 114 (Ketentuan Pelaksanaan Upacara Hari Proklamasi dan Upacara 17 Agustus), Point “a. 3) b) (4)”, halaman 189, baris 31 dan 32 tertulis ”Irup memerintahkan: “Lanjutkan”, Danup mengulangi: “Lanjutkan”, kemudian balik kanan dan kembali ke tempat semula dengan langkah biasa” (Baca komentar denmasgirang, 8 September 2009)

Artinya, ya ... sudah jelaslah kalau begitu. Hanya saja, apakah menurut sudut pandang lingusitik atau kebahasaan pemilihan kata "lanjutkan" sudah tepat, relevan dan rasional ? Menarik sekali, sebab manusia seringkali khilaf menetapkan sesuatu yang kurang tepat atau keliru sebagai hal yang berlandaskan hukum. Apalagi, Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki penjelasan cukup lugas yang membedakan di antara kedua kata tersebut, "laksanakan" dan "lanjutkan".

Dan ternyata, selama ini ketentuan tersebut memang menggunakan kata "laksanakan". Rupanya telah terjadi perubahan dalam ketentuan tersebut, setidaknya sejak tahun 2004.

Senangnya belajar .... Terima kasih banyak denmasgirang masukannya ... !

Tuesday 1 September 2009

TRANSFORMASI, REFORMASI dan KOMUNIKASI

Dalam era pasar global saat ini, banyak organisasi atau perusahaan yang melakukan pembenahan atau konsolidasi internal. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu langkah strategis manajemen dalam menyikapi dan mensiasati iklim pasar global yang semakin ketat dan sengit dalam persaingan. Transformasi, maka menjadi sebuah kata yang belakangan ini menjadi begitu akrab di berbagai kalangan, khususnya dunia usaha.

Yang menarik dari wabah transformasi saat ini, yang banyak melakukannya justru perusahaan, institusi, badan-badan pemerintah. Sebut saja, Perum Peruri, BUMN ini tergolong pionir alias pelopor yang mencanangkan transformasi sejak kuartal pertama 2008. Tak lama kemudian & hanya berselang bulan, Pertamina - perusahaan minyak plat merah ini juga melakukan transformasi. Sebagai BUMN besar, transformasi Pertamina jauh lebih terpublikasi media. Berikutnya, adalah POLRI yang juga melakukan transformasi. Pada hari pencanangannnya POLRI melakukan publikasi cukup intens selama beberapa hari.

Berikutnya adalah PT. Angkasa Pura, tampaknya juga melakukan hal serupa. Gebrakan PT. Angkasa Pura dalam bertransformasi juga cukup terprogram dengan baik melalui publikasi media. Namun konon kabarnya, Indosat adalah perusahaan yang jauh lebih dulu melakukan transformasi, saat masih berbentuk BUMN. Transformasi Indosat pun dilakukan sebagai salah satu langkah strategis dalam menghadapi pasar global, khususnya saat Indosat dihadapkan pada kenyataan untuk berbagi SLI dengan operator telekomunikasi lainnya di Indonesia.

Sesungguhnya, apakah yang dimaksud dengan transformasi ? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :

trans·for·ma·si n 1 perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb): Asia Tenggara diliputi suasana transisi dan -- akibat kemenangan mereka; terjemahan puisi yg baik kerap kali menuntut -- secara besar-besaran; 2 Ling perubahan struktur gramatikal menjadi struktur gramatikal lain dng menambah, mengurangi, atau menata kembali unsur-unsurnya; men·trans·for·ma·si·kan v 1 mengubah rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb); mengalihkan: Pemerintah berhasil ~ benteng itu menjadi objek pariwisata; 2 Ling mengubah struktur dasar menjadi struktur lahir dng menerapkan kaidah transformasi

re·for·ma·si /réformasi/ n perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dl suatu masyarakat atau negara; -- ekonomi perubahan secara drastis untuk perbaikan ekonomi dl suatu masyarakat atau negara: perdana menteri yg baru telah menyapu kalangan oposisi dan memberikan serangan telak dng -- ekonomi; -- hukum perubahan secara drastis untuk perbaikan dl bidang hukum dl suatu masyarakat atau negara; -- politik perubahan secara drastis untuk perbaikan dl bidang politik dl suatu masyarakat atau negara

Bila mengamati makna transformasi, maka transformasi mengandung pengertian adanya suatu proses perubahan dalam sebuah organisasi yang bisa jadi meliputi bentuk, sifat, fungsi, dsb. atau bahkan mungkin semuanya. Persoalannya, bagaimana sebuah transformasi dapat berlangsung dan terwujud sebagaimana yang diharapkan ?

Sementara reformasi adalah perubahan yang lebih mengenai suatu perbaikan sistem dalam suatu komuniktas yang lebih besar yaitu masyarakat atau negara. Hal-hal yang dikenai perubahan dalam reformasi pun lebih pada aspek-aspek yang berkaitan dengan kehidupan orang banyak dan ineraksinya.

Membandingkan kedua kata tersebut, maka transformasi dan reformasi sama-sama memiliki makna perubahan, namun keduanya memiliki tujuan atau sasaran yang berbeda.

Berdasarkan obeservasi dan pengalaman, sebuah proses transformasi merupakan sebuah proses besar dan tidak sederhana apalagi mudah. Ada banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan sebuah proses transformasi hingga mencapai hasilnya. Secara sederhana ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses transformasi, antara lain :

  1. Alasan yang kuat. Tentulah sebuah motif yang dapat mendorong sebuah tindakan. Semakin fantastis sebuah motif maka akan semakin besar menimbulkan dorongan dan adrenalin bagi semua pihak yang berkepentingan dengan proses transformasi itu sendiri.
  2. Komitmen top level management. Manajemen puncak adalah pihak yang memiliki otoritas sekaligus tanggung jawab yang dapat menjamin kemungkinan dan peluang berlangsungnya sebuah proses baru yang mengenai seluruh bagian dalam organisasi. Kesungguhan manajemen puncak sangat mempengaruhi secara psikologis bagi kekuatan & semangat setiap lapisan di bawahnya.
  3. Program. Cita-cita memerlukan tujuan dan perencanaan yang matang, jelas, terarah, fokus, sistematis dan terukur. Program yang rasional sangat membantu semua pihak dalam menyelesaikan tanggung jawabnya masing-masing secara obyektif, terukur dan bersinergi.
  4. Keterlibatan. Transformasi adalah sebuah proses besar yang mengenai banyak pihak. Maka semua orang yang ada dalam sebuah organisasi adalah bertindak sebagai pelaku, bukan obyek. Maka, seyogyanya sebuah proses transformasi memberikan peluang secara proporsional bagi semua pihak dalam menentukan masa depannya secara dewasa & rasional.
  5. Sosialisasi. Sebuah proses yang membutuhkan keterlibatan semua pihak tanpa terkecuali tentu membutuhkan sosialisasi yang sesuai. Artinya, setiap pergerakan, tahapan dan perubahan terinformasi dengan baik di antara seluruh pihak. Sosialisasi secara konvensional dengan sosialisasi menggunakan media tentu menimbulkan efek yang tidak sama. Karenanya, sangat penting menentukan pola sosialisasi yang sesusai dengan kebutuhan organisasi untuk memuluskan proses transformasi.
  6. Anggaran. Ketersediaan biaya menjadi unsur yang cukup mempengaruhi kesukesesan sebuah proses transformasi. Biaya, sangat diperlukan sejak awal proses hingga realisasi program transformasi. Tanpa anggaran yang relevan, tentulah sebuah proses transformasi hanya menjadi beban banyak pihak.
  7. Agen Perubahan. Sekelompok agen perubahan dapat bermanfaat dalam melakukan akselerasi dan penyelarasan proses transformasi secara menyeluruh. Namun, keberadaan agen perubahan pun harus dimulai dengan penerimaan yang positif oleh mayoritas populasi. Bila keberadaan agen perubahan diawali dengan proses yang tidak tepat justru akan menimbulkan kontra produktif dengan tujuan dan cita-cita tarnsformasi yang sesungguhnya.
  8. Budaya Organisasi. Kharakter sebuah organisasi menjadi salah satu unsur yang perlu diperhatikan secara ekstra bila organisasi akan melakukan proses transformasi. Inti sebuah proses transfromasi adalah perubahan. Maka perubahan tersebut akan berhadapan dengan budaya organisasi. Artinya, penyesuaian budaya organisasi sesuai dengan tujuan transformasi yang hendak dicapai penting diupayakan sebagai langkah paling awal.

    Transformasi, adalah sebuah proses yang mentargetkan sebuah kondisi akhir dengan adanya perubahan bentuk, sifat, atau fungsi dari sebuah organisasi. Artinya, dalam pandangan ilmu komunikasi maka proses transformasi mensyaratkan komunikasi yang berdampak pada perilaku (behaviour). Persoalannya, perubahan perilaku tidak akan tercapai bila dampak secara kognisi (pengetahuan) dan afeksi (sikap) belum terpenuhi. Kesimpulannya, sebuah proses transformasi mensyaratkan komunikasi yang menyeluruh yang perlu dilakukan secara bertahap dan terencana dengan baik.

    Pada prakteknya, bisa jadi peranan penting komunikasi dalam proses transformasi seringkali terabaikan. Akibatnya, proses transformasi tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan.

    Ironisnya, sebuah proses transformasi yang pada awalnya merupakan sebuah cita-cita yang mulia bagi perbaikan seluruh organisasi bila tidak berhasil berjalan mulus, maka akan menimbulkan resiko yang sangat serius. Proses transformasi yang tidak berjalan mulus sangat rentan terhadap timbulnya banyak hal negatif antara lain :
    1. Munculnya para oportunis, oposan sekaligus para pemain status quo.
    2. Timbul banyak korban, baik para pegawai secara individual, maupun para top level management secara korporat/instituasional, akibat menurunnya tingkat kepercayaan publik.
    3. Kembalinya iklim & budaya organisasi yang lama menjadi cenderung lebih kuat dari sebelumnya, karena faktor pembuktian, keberhasilan proses transformasi yang tidak tercapai.