Wednesday 29 December 2010

74,01% PILKADA 2010 BERUJUNG DI MK

Harian Kompas pagi ini, Rabu, 29 Desember 2010 dalam pemberitannya mengungkapkan sebuah fakta yang menarik, bahwa hampir 75% penyelenggaraan pilkada (pemilihan kepala daerah) di Indonesia berakhir di MK (Mahkamah Konstitusi). Angka sebesar itu jelas sangat signifikan dan tidak bisa dianggap remeh. Data MK mencatat bahwa 227 pilkada, 168 di antaranya berujung pada sengketa di MK (74,01%). Hanya 58 di antaranya yang berakhir tanpa masalah.

Perseteruan paska pilkada tak jarang berakhir dengan penyelnggaraan pilkada ulang sebagai solusinya. Hal ini tentu saja menyebabkan pemborosan anggaran. Bila masalah demikian mencapai hampir 75% penyelenggaraan pilkada maka dapat dibayangkan betapa besar biaya yang terbuang secara cuma-cuma.

KEBODOHAN DAN KEMISKINAN
Sebagaimana tertulis dalam Al-Quran, bahwa musuh umat manusia yang paling utama adalah kemiskinan dan kebodohan. Mereka yang miskin akan menjadi bodoh karena tak punya biaya untuk sekolah. Sementara mereka yang bodoh tentu tak bisa kaya karena tak mampu berpikir dan bersaing dalam mencari pekerjaan yang layak dan berpenghasilan besar. Dan, kebodohan mereka disebabkan karena kemiskinan. Begitu siklus itu berputar-putar bak lingkaran setan.

Begitupun dengan fenomena yang dihadapi oleh bangsa ini, tak terkecuali dalam kehidupan politiknya. Bangsa ini bisa jadi sebagian besar rakyatnya adalah bangsa yang tidak berpendidikan dan bodoh pula. Akibatnya, mereka tak mampu berpikir rasional kecuali memikirkan perutnya. Maka aktivitas politik pun menjadi bukan prioritas bagi mereka.

Ironisnya, fakta seperti ini justru menjadi peluang bagi para politisi. Dengan kekayaan dan uangnya yang banyak, para politisi ini melakukan politik uang untuk memenangkan pertarungan. Akibatnya, kegiatan politik Indonesia pun tak lepas dari persaingan mesin uang. Siapa punya uang lebih banyak, ia akan lebih berpeluang untuk memenangkan pertarungan. Caranya, ya itu tadi, membagi-bagikan uang kepada para calon pemilih, rakyat yang bodoh dan miskin itu tadi dengan syarat mereka harus menggunakan hak suaranya untuk memilih politisi yang telah memberi mereka uang, sembako, dll. !

KAYA DAN POPULER
Saat ini begitu banyak politisi muda usia, bodoh, yang tak tahu apa-apa, tapi memang mereka berasal dari keluarga kaya raya. Bayaran menjadi politisi di daerah tingkat II bisa jadi tidak seberapa, tapi dengan menjadi politisi mereka bisa semakin eksis, tidak hanya sekedar eksis sebagai orang kaya, tapi juga sebagai pejabat negara. Apalagi, mereka yang berhasil menjadi politisi di senayan atau pusat, bayarannya sungguh menggiurkan ! Tapi lihat tingkah polah mereka ! Tidur di kala sidang komisi, bertikai kala dengar pendapat, ricuh adu hantam kala paripurna ! Tak salah Gus Dur menyebut mereka taman kanak-kanak.

Sejumlah fenomena mengemuka bahwa menjadi politisi atau pejabat negara, entah sebagai pemimpin daerah maupun sebagai politisi partai kini menjadi sebuah gaya hidup para pesohor negeri ini. Berkarir sebagai politikus kini menjadi sebuah status sosial baru bergengsi yang diperebutkan banyak orang.

Kaya dan populer bila dimanfaatkan dengan baik tentu tak jadi soal. Namun, bila hanya bermodal kaya dan populer tanpa kemampuan, tanpa kompetensi, tanpa integritas, tanpa nasionalis, tanpa kepedulian, maka karir politik pun akhirnya kembali menjadi tunggangan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan rakyat. Sayangnya, politik memanglah demikian.

Memulai sebuah amanah tanpa kejujuran ya ... demikianlah buahnya. Sungguh berat menjadi orang jujur. Kejujuran adalah amanah bagi diri sendiri. Memang betul negara ini masih belajar menjadi dewasa dalam berpolitik. Namun, belajar bukan berarti menghambur-hamburkan kesalahan tanpa melakukan upaya meminimalisir kecurangan sejak awal. Liberalisasi politik pun akhirnya membuat keputusan ada pada 'pasar rakyat'. Tapi saat rakyat sudah dimanipulasi oleh uang, maka ... demikian inilah yang kita dapat ....

Monday 13 December 2010

AGENDA SETTING YOGYA

KONTROVERSINYA SEBUAH IDE
Di penghujung tahun 2010 ini, dunia persilatan politik Indonesia diramaikan oleh gunjang ganjing menyoal keistimewaan Yogyakarta oleh SBY. Singkat cerita, di awal Desember lalu SBY menyoal sistem pemerintahan DIY yang monarki dan dianggap tidak sesuai dengan asas demokrasi yang dianut bangsa ini. Judulnya, SBY menghendaki seyogyanya, Yogyakarta juga melakukan pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur seperti propinsi-propinsi lain di Indonesia.

Pasalnya, 'pemilihan' Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini dilakukan dengan cara penetapan dan bukan pemilihan. Mekanisme ini konon sudah berlangsung sejak lama di mana Sri Sultan dan Pakualam ditetapkan ssebagai kepala dan wakil kepala pemerintahan DIY tanpa pernah sedikitpun menimbulkan persoalan yang bersinggungan dengan pemerintah pusat. Pendek kata, walaupun pemerintahan di DIY dilakukan dengan cara penetapan dan bukan pemilihan tapi DIY selalu mendukung pemerintah pusat sepanjang kemerdekaannya, sejak proklamasi hingga saat ini.

Keruan saja, ide SBY itu menimbulkan banyak reaksi keras dari berbagai kalangan. Para budayawan Yogyakarta pun berkomentar pedas atas ide kontroversi SBY. SBY dianggap sebagai pemimpin bagai kacang yang lupa akan kulitnya, bahkan amnesia dan tidak tahu sejarah. Politisi senayan oposan partai biru pun berteriak lantang. Pada dasarnya kasus DIY tak berbeda dengan apa yang terjadi di DKI Jakarta. Bedanya, Kepala Dati 1 DKI dilakukan secara pemilu, sementara walikota di 5 wilayahnya dilakukan secara penetapan. Bedanya dengan DIY adalah Kepala Dati 1 nya ditetapkan sedangkan Kepala Dati 2 nya melalui pemilu. Jadi, sama saja toh ?

Sontak, niat hati SBY itu membuat suasana politik memanas. BJ. Habibie, Presiden ke-3 RI pun tak ayal ikut angkat bicara, dan menyayangkan ide SBY itu. Bahkan pemimpin adat tertinggi di Papua juga datang secara pribadi menghadap Sri Sultan sebagai raja, mengantarkan surat dukungan masyarakat Papua atas penetapan Sultan dan Pakualam menjadi kepala pemerintahan DIY.

SEJARAH YOGYA
Sejarah mencatat, bahwa pada masa revolusi, pemerintahan RI pernah dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta selama beberapa bulan. Selain itu, ada pula masanya para proklamator negara ini pun pernah dipenjara sehingga tentu mengalami kesulitan dalam menghidupi keluarganya. Pada saat seperti itulah, Keraton Yogyakarta mengambil alih situasi darurat itu, menghidupi para istri dan keluarga para proklamator dan tak terkecuali membiayai perang revolusi. Dalam pemberitaan sebuah surat kabar nasional dilangsir bahwa biaya tersebut mencapai 5 juta gulden setiap bulannya ! Karenanya, para budayawan itu secara sinis mengatakan, bila SBY bersikeras meminta DIY tetap melakukan pilkada untuk memilih gubernur dan wakil gubernurnya yang nota bene selama ini diampuh oleh kedua raja di Yogyakarta, Kasultanan dan Pakualaman, maka sebaiknya pemerintah membayar hutang tersebut berikut bunganya terhitung sejak masa itu hingga hari ini ! Nah loh !

Sri Sultan dan Sri Pakualam Yogyakarta dan rakyatnya, konon merupakan komunitas pertama yang mengakui kemerdekaan RI dan menyatakan dukungannya sebagai bagian dari wilayah NKRI. Atas jasanya pada masa revolusi, Bung Karno, Presiden 1 RI, memberikan status istimewa itu kepada Yogyakarta.

Alm. Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX dulu pun pernah menjabat sebagai Wakil Presiden RI mendampingi Suharto. Pada masa itu, kedudukannya sebagai Gubernur DIY tetap diemban dan tidak ada masalah. Saat Suharto menghendaki beliau untuk kembali menjadi Wapres, Sri Sultan menolak, perbedaan prinsip dan kecintaannya pada masyarakat Yogya menjadi pertimbangan yang paling utama. Namun keputusan itu tidak mengurangi dukungannya pada pemerintah pusat.

Beberapa waktu lalu, Sri Sultan Hamengkubuwono ke-X sempat menyampaikan keinginannya untuk mundur sebagai Gubernur DIY. Keinginannya saat itu ditentang habis oleh masyarakat Yogya yang rela berjemur diri sebagai wujud protes khas mayarakat Jawa kepada rajanya. Hati Sri Sultan pun luluh, beliau membatalkan niatnya. Kini saat beliau sudah rela menjalankan kembali tugasnya yang sempat ingin beliau tinggalkan, tiba-tiba saja, SBY mengabarkan ide kontroversi itu. Yang membuat masyarakat Yogya semakin terluka adalah ide itu digulirkan di tengah-tengah rasa duka yang belum juga pulih yang dialami masyarakat Yogya setalah bencana erupsi Gunung Merapi. Kini, masyarakat Yogya pun siap referendum menantang ide SBY !

Yang menarik, setelah juru bicara presiden sempat melakukan upaya merespon reaksi yang memanas dan ramai di masyarakat, akhirnya SBY pun menyampaikan pidato 'klarifikasi' menyoal idenya itu. Yang mengejutkan, dalam pidatonya tersebut ternyata SBY tetap ngotot akan mengupayakan pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur di Yogayakarta ! Sebagai wujud 'rasa hornat'nya pada masa lalu, SBY mengusulkan kedudukan lebih tinggi bagi Sri Sultan dan Sri Pakualam yang mengurusi budaya Yogyakarta.

Bagi masyarakat awam, ide SBY itu tentu dianggap mengada-ada. Memberikan kedudukan lebih tinggi tanpa kekuasaan pemerintahan jelas melumpuhkan keberadaan Sri Sultan dan Sri Pakualam. Ekskalasi masalah pun semakin memuncak. Adik Sri Sultan pun akhirnya mengundurkan diri dari keanggotaannya dari partai biru besutan SBY diikuti sejumlah anggota yang lain. Alasannya jelas, sebagai keluarga Keraton Yogyakarta, adik Sri Sultan ini merasa tersinggung dengan ide yang digulirkan SBY.

AGENDA PUBLIK, AGENDA MEDIA DAN AGENDA ELIT
Dalam kaca mata teori komunikasi, isu keistimewaan Yogyakarta ini telah memnuhi kriteria terjadinya Teori Agenda Setting. Pertama, adanya isu. Kedua adanya pro dan kontra. Ketiga, adanya tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi opini leader, pembentuk opini. Dan tentu saja, ada media yang berperan memediasi dan menfasilitasi perkembangan isu tersebut.

Berdasarkan teori, saat sebuah isu muncul dan telah menjadi pembicaraan masayarakat, dan opini yang terbentuk melalui opini leader sudah mengarah kepada suatu agenda tertentu, di mana agenda publik tersebut juga telah menjadi agenda media, maka secara normatif, seharusnya agenda elit dan eksekutif adalah mengacu pada kedua agenda yang sudah ada sebelumnya, yaitu agenda publik dan agenda media.

Artinya, para eksekutif yang berkaitan dengan isu tersebut dalam pengambilan keputusannya akan mendasarkan diri pada kecenderungan yang muncul pada agenda publik dan agenda media. Karena apa yang muncul dalam agenda publik dan yang yang menjadi agenda media merupakan apa yang dibutuhkan oleh publik.

Dengan kata lain, bila melihat kecendrungan pemberitaan media masa saat ini, baik pada media cetak maupun media elektronik, secara kasar terlihat kecenderungan itu, bahwa masyarakat Yogyakarta menghendaki penetapan kepala pemerintahannya, yaitu Sri Sultan dan Sri Pakualam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

Bila, eksekutif tidak membuat keputusan sesuai apa yang dikehendaki masyarakat, maka bisa jadi para eksekutif itulah yang tidak demokratis dan tidak ememiliki hati nurani. Keinginan masyarakat awam bisa jadi salah dan beresiko, tapi para tokoh masyarakat dan media massay merupakan kontrol. Artinya, keinginanan dan agenda publik telah disaring oleh mereka yang memilkiki obyektivitas sehingga dalam tahap ini, agenda publik terligitimasi oleh pendapat para opini leader dan media massa.

Nah, kalau secara ilmiah sudah terang benderang begini, bila para elit tetap tidak menetapkan agenda sesuai agenda publik dan agenda media, maka fakta itu akan menjadi sangat menarik bukan ?

'YURISPRUDENSI' AGENDA SETTING
Pada kasus pelecehan, penghinaan yang dilakukan Bupati Kampar kepada seorang guru Teladan Air Tiris, Riau, teori Agenda Setting membuktikan hal itu. Menteri Dalam Negeri akhirnya memutuskan untuk menonaktifkan Bupati Kampar, karena agenda publik dan agenda media menunjukkan kecenderungan ke arah itu. Lumpuhnya seluruh operasional kegiatan pemerintahan dan layanan publik se-Kabupaten Kampar selama lebih dari seminggu saat itu menunjukkan kuatnya agenda publik.

Masyarakat Yogya sebagai orang jawa yang terkenal halus, tentu punya cara tersendiri dalam menyampaikan aspirasinya. Salah satunya, dengan melakukan pengerekan bendera setengah tiang sebagai wujud kekecewaannya terhadap pemerintah pusat.

Namun sesungguhnya pada kasus seperti inilah masyarakat dapat menilai pemerintahannya.Sebagaimana modus operandi yang dilakukannya selama ini. Bila sebuah kasus tengah mengerucut panas, tiba-tiba masyarakat dialihkan dengan sebuah kasus yang lain. Seperti halnya semua kasus korupsi yang nyaris berakhir dengan klimaks yang sama, ditemukannya gembong teroris di mana pun tempatnya, secara tiba-tiba dan waktu yang kebetulan pas. Akibatnya, masyarakat pun lupa, teralihkan perhatiannya kepada masalah yang lain. Jadi, kita lihat saja akhir dari kisah ini, penetapan, pemilihankah atau jangan-jangan nanti ada gembong teroris tertangkap lagi, atau mungkin video panas lagi ? Selamat menanti !

Wednesday 24 November 2010

KEPUTUSAN MENAKERTRANS CEGAH PELECEHAN SEKSUAL

Menakertrans akan menerbitkan keputusan sebagai rujukan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja. Keputusan ini menjadi pedoman kepada perusahaan, pengusaha dan serikat pekerja dalam berinteraksi agar hal-hal mendasar yang menjadi ancaman pelecehan seksual tidak terjadi.

Menakertrans Muhaimin Iskandar, saat membuka "Seminar Pelecehan Seksual di Tempat Kerja" pada hari Senin, 22 November 2010 mengatakan bahwa pelecehan seksual di tempat kerja dapat menurunkan kinerja para pekerja dengan tingginya ketidakhadiran bahkan bisa berakhir dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sementara bagi pengusaha, pelecehan seksual dapat mengakibatkan menurunnya tingkat produksitivitas, berkurangnya jumlah tenaga kerja dan memburuknya citra serta reputasi perusahaan.

Pelecehan seksual dapat berupa deskriminasi maupun pelecehan secara fisik. Deskriminasi seringkali menimpa pekerja perempuan dalam hal perolehan upah, fasilitas hingga pendelegasian pekerjaan dan kesempatan promosi membangun karir. Sementara mencubit, menpuk, mengerling, melirik, isyarat, tulisan, gambar dan tindakan lain yang tidak pada tempatnya merupakan bentuk-bentuk pelecehan secara fisik.

Walaupun data secara aktual pelecehan seksual yang terjadi tidak dimiliki oleh Depankertrans, bukan berarti pelecehan itu tidak terjadi. Banyak hal yang menyebabkan pekerja perempuan enggan melaporkan tindakan pelecehan yang menimpanya. Rasa takut, rasa malu, rasa khawatir dianggap sok suci, takut kehilangan pekerjaan juga kesempatan kenaikan pangkat menjadi pertimbangan para pekerja perempuan tidak mengadukan permasalahannya.

Sebagai gambaran, Direktur ILO (International Labour Organization), Peter van Rooij memamparkan bahwa di AS saja angka pelecehan seksual di kalangan pekerja perempuan meningkat 100% dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun mencapai 12 ribu pengaduan ! Sementara di kawasan Asia Pasifik, angka pelecehan mencapai 30 - 40 %.

Well, pekerja perempuan, selamat menikmati masa depan yang lebih cerah. Tak perlu ragu untuk berteriak dan meminta apa yang menjadi hak kita. Sebaliknya, wahai kaum pria hentikan kebiasaan burukmu mengelitikan jari dalam gengggaman saat berjabat tangan, menyentuh pundak, merangkul pinggang dan semua tindakan yang menunjukkan rendahnya harga dirimu sebagai kaum pria. Dan wahai para pengambil keputusan di seluruh perusahaan di Indonesia ini, tidak malukan anda bila masih membedakan apa yang kalian berikan kepada kaum perempuan dari kaum pria, sementara kinerja mereka tidak lebih buruk dari dari pria ? Semoga keputusan ini menjadi hadiah peringatan hari ibu bagi seluruh perempuan pekerja di Indonesia !

Saturday 20 November 2010

STOP PENGIRIMAN TKI KE LUAR NEGERI, MUNGKINKAH ?

Lelah sekali rasanya mengetahui pemberitaan mengenai nasib TKI selama ini. Berpuluh tahun lamanya, kisah pilu mengenai nasib TKI di negeri seberang terus terjadi. TKI, yang didominasi para perempuan asal desa ini rela merantau ke negeri tetangga hinga nun jauh di Arab sana, hanya untuk menjadi seorang pembantu rumah tangga ! Mereka rela menjalani profesi berat itu di negeri orang karena berpeluang dibayar jauh lebih tinggi ketimbang di negerinya sendiri.

Alih-alih menghilangkan kesan 'rendahnya' pekerjaan para TKI wanita ini, pada jaman pemerintahan orde baru, Mien Sugandhi, sampai-sampai Menteri UPW (Urusan Peranan Wanita) saat itu menyebutnya sebagai NAKERWA (Tenaga Kerja Wanita). Tapi in this case, apalah artinya sebuah nama bila nasib mereka tetap sama saja ? Para pekerja wanita ini kerap mengalami penyiksaan dan perlakukan buruk baik secara mental maupun fisik oleh para majikannya. Kisah ini tentu tidak semua mengalami, namun setiap kali terjadi pemberitaan mengenai korban penyiksaan TKI di luar negeri, mereka umumnya telah mengalami penyiksaan yang sangat brutal dan tidak manusiawi.

Dihujami dengan hinaan dan tidak menerima bayaran selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bisa jadi itu adalah penyiksaan yang paling ringan. Namun yang lebih menyedihkan lagi, begitu banyak kisah para TKI ini yang mengalami pemukulan hingga cacat permanen, tidak diberi makan, disiram air panas, disuruh meminum air kencingnya sendiri, makan makanan basi, dikurung, diperkosa hingga dibunuh adalah kisah-kisah nyata lain yang sangat memilukan yang dialami oleh mereka. Tak jarang para TKI pun bunuh diri akibat tak mampu lagi menahan derita itu atau mati berkalang tanah, akibat mempertahankan harga dirinya dan memilih loncat dari ketinggian apartemen para majikannya ....

Nirmala Bonet, seorang mantan TKI dari Nusa Tenggara Timur beberapa tahun lalu ditemukan babak belur setelah berusaha melarikan diri dari rumah majikannya akibat tak tahan mengalami penyiksaan berkepanjangan. Sekujur tubuhnya lebam, wajahnya berantakan, rambutnya gundul, punggungnya penuh luka bakar bekas setrikaan ! Astaghfirullahalazim ! Seorang manusia mampu memperlakukan sesama manusia yang lain seburuk itu ! Entah sudah berapa banyak nama TKI yang pulang tinggal jasad terbujur kaku. Sementara banyak pula mereka yang sudah lagi tak bernyawa, masih pula tak ditemukan di mana jasadnya !

Kisah sedih terbaru saat ini adalah, seorang TKI pulang dalam keadaan buta setelah dipukul matanya oleh sang majikan di arab saudi. Ada lagi Sumiati, TKW asal Dompu, yang disiksa hingga digunting bibir atasnya oleh sang majikan ! Sementara Kimkim, seorang TKI yang lain asal Cianjur meninggal dunia. Di daerah pedesaan lainnya di Indonesia seorang ibu menanti kepulangan anak perempuannya yang telah hilang dan tak ada kabarnya sejak tahun 2007 silam !

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu, selayaknya tentu memilki data tentang keberadaan para TKI ini di setiap periodenya. Adakah evaluasi mengenai hal itu secara ilmiah dan obyektif selama ini ? Berapa jumlah TKI pada setiap periode tertentu di masing-masing negara tujuan ? Berapa banyak yang mengalami perlakuan buruk, berapa banyak yang mati dan berapa banyak yang berhasil ?

Menyediakan lapangan kerja bagi setiap warga negara seharusnya menjadi kewajiban bagi negara dna pemerintahnya. Para calon TKI itu pada dasanya, di lubuk hatinya yang terdalam tentu mereka sangat menyadari bahwa kepergiannya mengadu nasib keluar negeri ibarat membeli kucing dalam karung. Peluang berhasil dan tidak berhasil sama besar, atau bahkan mereka sudah tahu, jauh lebih besar peluang buruknya. Tapi merek tak punya pilihan sehingga mereka tetap memutuskan mengadu nasib ke luar negeri.

POTRET KEBIJAKAN ALA INDONESIA
Mengamati kebijakan yang dipilih oleh pemerintah dalam menyikapi berbagai kasus yang dihadapi sungguh sangat menarik. Mengapa, karena kadang atau bahkan seringkali pemerintah membuat kebijakan yang menyederhanakan atau bahkan sama sekali tidak bermutu dan mencerminkan kemalasan mereka untuk berpikir keras sehingga menghasilkan jalan keluar yang terbaik bagi bangsanya ! Coba kita ingat lagi berbagai kasus yang pernah ada di Indonesia dan ingatlah bagaimana pemerintah menanggapinya.
  1. KASUS TKI. Menanggapi kasus TKI, kini sang presiden pun 'turun' tangan. Beliau beride untuk membekali para TKI ini dengan telepon seluler ! Tujuannya, tentu agar mereka dapat berkomunikasi dengan keluarga, agen, KBRI terdekat, kepolisian setempat dan berbagai nomor penting lainnya bilamana mereka mengalami perlakukan yang tidak semestinya. Dalam kasus TKI ini, yang dibutuhkan oleh mereka adalah telepon seluler, jaminan kemanan, atau pekerjaan ? Diberi telepon seluler pun  apakah itu akan menjamin keseriusan para petugas di lapangan dalam merespon setiap insiden ? Kita tahu, aparat kita, dari pejabat pembuat KTP hingga sertfikat tanah semuanya tak jelas, "berapa rupiah maunya ?" Apalagi hal yang seperti ini ? Kalau para TKI ini tak pernah dibayarkan gajinya, bagaimana mereka akan telepon ? Kalau majikannya menyita telepon mereka, bagaimana mereka akan telepon ?
  2. KEMACETAN IBUKOTA. Lihat saja cara pemerintah menangani kemacetan ibukota. Pemerintah sibuk memberlakukan 3 in 1 yang juga tak kalah sibuk ditelikungi oleh para pengendara, penikmat jalan protokol yang jauh lebih cerdik daripada pemerintah. Akibatnya, muncul persoalan baru yang lain, yaitu keberadaan para joki 3 in 1. Tak berhasil menuntaskan kemacetan, pemerintah pun berencana menaikkan harga parkir hingga Rp. 10.000,- di jam pertama dan bila dikalikan 20 hari kerja maka penduduk Jakarta dipaksa menganggarkan biaya parkir hingga Rp. 2 jt per bulan sementara alternatif transportasi publik tidak memadai ! Oh la laaaaaaa !
  3. BANTUAN TUNAI LANGSUNG. Masih ingat kebijakan pemerintah memberikan pengalihan dana subsidi bbm secara langsung kepada masyarakat ? Pemerintah memilih memberikan rupiah yang nilainya tak seberapa kepada masyarakat miskin per kwartal atau periode tertentu. Secara teknis, caranya lebih tak masuk akal lagi, mereka dibiarkan mengantri, berdesak-desakan, pingsan, mungkin bahkan hingga mati ! Mereka tak boleh diwakilkan, harus dengan tanda pengenal, berapa pun usianya, tetap harus antri ! Memberikan bantuan dalam bentuk uang tunai saja sudah aneh, masih ditambah pula dengan prosedur yang tidak manusiawi, sungguh kebijakan pemerintah itu sangat menggelikan dan tak bisa dipercaya ! Pada prakteknya di lapangan uang-uang itupun masih disunat oleh "pejabat" setempat di lapangan, sehingga jumlahnya tak utuh lagi ! Begitu halnya juga dengan raskin !
  4. PENEGAKAN HUKUM. Sementara kiprah pemerintah dalam dunia peradilan lebih menggelikan lagi. Begitu banyak contoh yang secara gamblang mempertontonkan betapa tidak pasnya aparat hukum dalam menyelesaikan berbagai kasus, karena mereka adalah tokoh sentral di dalamnya ! Sebutlah soal KPK, Century hingga Gayus semuanya ibarat opera sabun. Setiap kali proses kasus ini memanas dan bergulir cepat di media, setiap kali itu juga penangkapan gembong teroris terjadi di mana-mana dan disiarkan secara langsung selama berjam-jam. Maka rakyat pun "hilang ingatan" akan masalah besar sebelumnya.
  5. PRIVATISASI BUMN. Belum lagi penjualan aset-aset strategis negara dengan judul privatisasi ! Benar-benar pengelolaan negara ala makelar yang telah dianut oleh bangsa ini. Satu demi satu kekayaaan bangsa Indonesia tergadaikan. Kemiskinan dan hutang yang membelit menyebabkan negara ini memilih jalan pintas,menjual satu demi satu asetnya untuk bertahan hidup. Terakhir, pemerintah melakukan IPO saham PT. KS. Walau telah dikritisi banyak pihak, pemerintah tetap melenggang dan bersikeras dengan alasan pembatalan IPO akan beresiko pada pengenaan denda yang besar. Padahal bila PT. KS dikuasai sahamnya oleh asing dan nasib suply bahan baku strategis Indonesia di masa datang Indonesia menjadi tak jelas, berapa pula nilai kerugian yang dihadapi ? Sebuah keputusan atas pilihan yang sangat aneh !  
  6. PENGALIHAN PELANGGAN PENGGUNAAN BBM SUBSIDI. Saat pemerintah bermanuver dengan pengalihan bbm bersubsidi kepada bbm non subsidi terhadap para pelanggan dengan cara yang buruk, lihatlah hasilnya kini. Para pelanggan itu bukan beralih kepada bbm non subsidi milik pemerintah, namun justru beralih kepada bbm pesaing yang kualitasnya lebih jauh dengan harga yang jauh lebih mahal ! Sebulan kemudian, sang kompetitor pun ringan menaikkan harga bbmnya tanpa demo, tanpa clash action. Kini, 3 (tiga) bulan kemudian, bbm sang kompetitor kembali menaikkan harga jualnya untuk yang kedua kalinya, juga nyaris tanpa masalah dan tentu saja bahkan tanpa biaya kehumasan ! Tanpa biaya pemasaran, mereka hanya menuai keuntungan dari buruknya manajemen yang dilakukan oleh pihak lain, dalam hal ini pemerintah dalam upayanya mengalihkan penggunaan bbm subsidi kepada bbm non subsidi di antara para pelanggannya. Cerdas bukan ?
  7. KASUS LAPINDO. Kasus ini sungguh menarik. "Musibah" ini akhirnya tampak menjadi sebuah "musibah" yang sengaja dipelihara. Pasalnya, keuntungan yang diraih di balik musibah ini sungguh sangat besar, uatamanya bagi kepentingan pihak tertentu. Dan masih banyak contoh hal yang lain.

MANAGEMENT CRISIS ALA INDONESIA
Tapi benarkah selalu cara-cara seperti itu yang mampu dilakukan bangsa sebesar ini terhadap setiap persoalan serius yang dihadapinya ? Termasuk dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi para TKI warga negaranya yang konon adalah pahlawan devisa selama berpuluh tahun ? Dalam hal ini pemerintah tak ubahnya sebagai makelar yang memperjualbelikan bangsanya untuk mendapatkan keuntungan besar dengan modal dan resiko yang harus para pekerja itu tanggung sendiri !

Memang, untuk kasus kemacetan ibukota mungkin lebih banyak menjadi porsi pemda DKI Jakarta. Tapi bila pemerintah pusat merespon permasalahan TKI yang sangat pelik ini pun ternyata dengan solusi memberikan telepon seluler maka itu merupakan cermin betapa identiknya pola pikir para pemimpin negeri ini di setiap levelnya !

Lihatlah, betapa dangkalnya pola pikir para pemimpin kita ? Mengapa pemerintah tidak memilih untuk melakukan atau memutuskan hal-hal yang lebih mendasar dalam menyelsaiakn masalah yang dihadapi ? Sebut saja, pendidikan adalah investasi ! Negeri jiran itu, yang dulu belajar dari Indonesia, kini mereka jauh melampaui Indonesia karena kebijakan pemerintahnya untuk berinvestasi pada SDM yaitu pendidikan !

Tapi yang dilakukan Indonesia justru sebaliknya, memberlakukan institusi pendidikan sebagai BHMN sehingga mereka harus mencari dana sendiri dan akibatnya institusi pendidikan favorit pun membuka kran sebesar-besarnya sehingga SDM yang berkesmpatan belajar di sana bukan lagi SDM pilihan yang berkualitas, tapi mereka yang kaya namun bukan mereka yang terbaik yang layak berada di sana. Mereka tak lagi punya idealisme, tapi sibuk mencari uang untuk bertahan hidup dan bukan lagi mendidik !

Dalam kasus TKI ini, tak mungkin rasanya pemerintah berani menghentikan pengiriman TKI sementara angkatan kerja berpendidikan di dalam negeri saja sudah demikian tinggi dan tidak terakomodasi. Menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan tentu bukan hanya meneyediakan lapangan pekerjaan semata. Pemerintah dapat mengupayakan memberikan pelatihan dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan.

Artinya, sudah selayaknyalah bila pemerintah berpikir lebih rasional, dengan sudut pandang yang jauh lebih terbuka dan visioner dalam segala hal. Sebaliknya tidak selayaknya pemerintah menyelesaikan segala persoalan secara ringan saja, tanpa menyentuh persoalan yang mendasar. Bisa jadi, mengucurkan kredit usaha kecil secara mudah tanpa berbelit rasanya menjadi jauh lebih rasional ketimbang mengucurkan dana kepada penjahat kerah putih sang koruptor.

Mungkin bila pemerintah melakukan reaksi jemput bola, memonitor keberadaan TKI di setiap tempat bekerjanya, jauh lebih rasional bagi kebutuhan mereka, walaupun pasti jauh lebih repot ! Tapi memang cara seperti itulah yang dilakukan di banyak negara maju dalam melakukan monitor terhadap permasalah yang menyangkut nasib dan nyawa manusia. Contohnya memonitor keberadaan anak di bawah umur yang menjadi anak angkat sebuah keluarga. Dalam hal ini, petugas sosial akan mengawasi secara periodik keberadaan mereka dan melakukan wawncara secara mendalam.

Prinsipnya, pemecahan masalah apapun sebaiknya menyentuh akar permasalahannya dan bukan hanya menyelesaikannya secara sementara. Tidak cepatnya pemerintah dalam merespon kasus TKI ini membuat posisi tawar (bargaining position) tersendiri bagi negara pengguna TKI. Apalagi begitu seringnya kasus serupa terjadi dan pemerintah Indonesia masih saja mengirimkan TKI nya ke luar negeri membuat para negara kaya ini semakin yakin, bahwa hal ini dapat mereka lampaui secara mudah.

Well, kita semua tahu, persoalan TKI dan berbagai masalah lainnya yang dihadapi bangsa ini bukan perkara mudah. Itulah sebabnya penyelesaiannya pun jangan dianggap mudah dan memilih cara-cara yang tidak efektif menyelesaikan akar permasalahan yang sebenarnya. Kalau pemerintah pusing karena terlalu banyak pekerjaan, umumkan saja, mintalah bantuan kepada bangsanya. Di tengah-tengah negara yang carut marut ini, saya percaya masih ada segelintir atau bisa jadi masih banyak pemuda bangsa ini yang rela menyumbangkan pemikirannya tanpa pamrih !

Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum bila kaum itu sendiri tidak berupaya keras untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Tidak ada tentara kalah perang, tidak ada anak buah yang bodoh, yang ada hanyalah para pemimpin yang tidak amanah yang menyebabkan kehnacuran di muka bumi. Maka pilihlah pemimpin yang amanah, maka serahkanlah segala seuatu persoalan kepada ahlinya, maka jadilah makmum yang baik, pengikut yang mematuhi pimpinannya dan mengingatkannya secara bijak bila mereka salah, maka jadilah bangsa yang mencintai tanah airnya ....

Wednesday 13 October 2010

BLACK MARKETING, PR dan GLOBALISASI

Dua hari belakangan ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan penarikan produk mie instan buatan Indonesia yang dijual di Taiwan oleh pemerintah setempat. Alasannya, menurut pemerintah Taiwan produk mie instan buatan Indonesia itu mengandung bahan pengawet yang melampaui batas ketentuan standar internasional. Akibat penarikan produk mie instan itu, PT. Indofood Sukses Makmur (ISM) selaku produsen sejumlah mie instan itu dengan brand-nya Indomie, Sarimie, dll. mengalami kerugian berupa penurunan nilai saham dalam bursa hinga 3,5% lebih !

Berdasarkan respon di lapangan, terlihat hal-hal sebagai berikut :
  1. INTERNAL, Pemerintah dan PT. ISM langsung melakukan koordinasi dan klarifikasi mengenai standar pemakaian bahan pengawet yang terkandung dalam kecap tersebut. Di Indonesia, masyarakat relatif tidak terganggu dengan pemberitaan tersebut seperti hasil wawncara langsung sejumlah siara radio swasta Selasa pagi kemarin;
  2. EKSTERNAL, Tidak terlalui diketahui secara pasti apakah pemerintah maupun PT. ISM langsung merespon atas pemberitaan maupun penarikan produk mie instan tersebut kepada pemerintah dan masyarakat Taiwan. Hal ini menjadi prioritas tak kalah penting, karena publik kelompok inilah yang rentan dari perubahan sikap yang 'favorable' dengan perusahaan.

BLACK MARKETING
Sejak bergulirnya kasus tersebut pada akhir minggu lalu hingga hari ini, pihak Indonesia menduga bahwa penarikan tersebut lebih dilatarbelakangi oleh strategi pemasaran yang dilancarkan pemerintah Taiwan. Mengguritanya produk mie instan asal Indonesia dengan kualitas yang baik dan harga terjangkau membuat produk ini mendominasi pasar lokal. Akibatnya, mie instan buatan Taiwan sendiri kalah bersaing dengan produk mie instan asal Indonesia.

Bisa jadi, pemerintah Taiwan melakukan upaya 'black marketing' ini untuk mengantisipasi dampak arus globalisasi khususnya pembatasan produk asing untuk melindungi produk lokal. Maka digulirkanlah isu bahan pengawet pada produk basah antara lain kecap yang kebetulan dalam standar internasional menerapkan 2 (dua) prosedur yang berbeda. Jadi celah inilah yang menjadi peluang bagi pemerintah Taiwan untuk melancarkan strategi black marekting-nya untuk membatasi dominasi produk asing.

Kabarnya 'pembatasan' ala pemerintah Taiwan ini dilakukan karena mereka akan memajukan produk mie instan dalam negeri dengan proses produksinya yang jauh lebih maju dibandingkan teknologi yang dimiliki produsen mie instan asal Indonesia. 

INDOMIE vs PERTAMINA
Kasus yang dialami oleh Indomie bisa jadi sedikit menyerupai dengan kebijakan yang dipilih oleh Pertamina dalam pengalihan pasar terhadap produk bahan bakar premium kepada pertamax. Tak kalah 'nyeleneh' Pertamina diduga melakukan penurunan, perubahan atau apa pun namanya yang mengakibatkan kualitas bahan bakar premium menjadi berbeda dari biasanya. Akibatnya, jutaan pemilik kendaraan di Indonesia yang notabene merupakan pelanggan setia Pertamina mengalami kerugian yang tidak sedikit akibat rusaknya fuel pump. Strategi ala Pertamina bertujuan agar para pelanggan beralih dari bahan bakar premium yang merupakan produk bersubsidi ke produk pertamax yang tanpa subsidi.

Berhasilkah Pertamina dalam hal ini ? Belum tentu. Karena tak sedikit pelanggan justru beralih ke produk kompetitor yang harganya hanya terpaut sedikit lebih mahal namun kualitasnya jauh lebih baik. Jadi belum tentu pelanggan beralih dari premium ke pertamax seperti yang diharapkan Pertamina. Dua minggu lalu, produk kompetitor itu justru menaikkan harga jualnya dengan tenang tanpa reaksi apapun dari pelangganya. Mereka tetap membeli seperti biasanya.

Dari kedua kasus ini terlihat ;
  1. Pemerintah Taiwan sangat peduli dengan produk lokalnya dan melakukan upaya yang relatif nyata bagi bangsanya. Apapun alasannya itu toh sah-sah saja, yang terpenting mereka menjaga perekonomian negaranya tetap terjaga. Bagaimana dengan negara kita ?
  2. Sebaliknya, kebijakan yang diambil oleh Indonesia dalam kasus bahan bakar premium tersebut justru telah ,menimbulkan banyak kerugian bagi pelanggannya. Akibatnya, perusahaan justru ditinggalkan oleh ratusan juta pelanggannya. Lebih buruknya lagi, kebijakan dan strategi yang tidak etis ini justru membuat pihak kompetitor yang menikmati keuntungan tanpa melakukan upaya marketing yang berarti. 
Menyimak 2 (dua) kasus tersebut betapa terlihat kecerdasan dalam pengambilan keputusan dan menentukan strategi bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele. Selain itu, perlu kecerdasan intelegensia tersendiri dalam proses ini agar dampaknya tidak menjadi bumerang yang justeru akan merebut peluang yang seharusnya dapat kita miliki. Tetap semangat Indonesia !

Wednesday 6 October 2010

PRESIDEN BUTUH JUBIR ATAU AHLI STRATEGI KOMUNIKASI ?

Beberapa hari lalu sebuah media massa nasional memberitakan tentang pengakuan pemerintahan kerajaan Belanda atas kemerdekaan RI. Pertanyaannya, pengakuan atas kemerdekaan yang mana ? Bukankah Indonesia sudah merdeka 65 tahun yang lalu dan telah diakui kedaulatannya oleh seluruh negara di dunia ?

Bingung belum juga usai, kemarin, Selasa, 5 Oktober 2010 seluruh bangsa ini dibuat semakin surprise dengan berita pembatalan keberangkatan Presiden SBY ke negeri kincir angin itu, hanya berselang beberapa menit menjelang pesawat tinggal landas. Seluruh rombongan yang sudah berada di kabin pesawat kepresidenan dan bahkan telah menikmati seluruh layanan awak kabin hanya tinggal menungu Presiden SBY beserta ibu naik ke pesawat yang ternyata dibatalkan.

Rupanya, SBY batal terbang lantaran di saat yang bersamaan dengan kunjungan tersebut, pengadilan Belanda menggelar sidang dugaan kasus pelanggaran HAM oleh pemerintah RI di Maluku dan Papua. Tidak hanya itu, tuntutan yang diajukan oleh Republik Maluku Selatan itu mentargetkan penangkapan SBY saat melakukan kunjungan kenegaraan tersebut ke Belanda.

Hal-hal itulah yang menjadi pertimbangan sehingga SBY membatalkan kunjungannya untuk 'memenuhi undangan Ratu Belanda' yang notabene adalah pemimpin tertinggi kerajaan yang dulu menjajah Indonesia selama lebih dari 350 tahun, alias 3,5 abad ! SBY beralasan, ia tidak bisa menerima manakala ia datang berkunjung untuk memenuhi undangan tuan rumah namun di saat yang bersamaan ia justru terancam ditangkap oleh pengadilan Belanda.

Sebuah  stasiun televisi swasta pun menggelar dialog yang disiarkan secara langsung dari bundaran HI semalam. Seorang politisi senayan asal partai kepala kerbau dan seorang mantan menteri dari partai biru pengusung SBY pun bersilang pendapat. Si politisi partai kepala kerbau berdebat apa yang dikhawatirkan, sementara sang mantan menteri menyoal itu menyangkut harga diri bangsa. Menarik !

Dalam pemberitaan Kompas pagi ini, Presiden dijadwalkan ke Belanda untuk sejumlah agenda, antara lain pertemuan dengan Ratu Belanda, kesepakatan kerja sama, serta bertemu dengan pengusaha dan mahasiswa Indonesia di Belanda. Namun utamanya tentu berkaitan dengan pengakuan kemerdekaan itu tadi !

Well, harga diri bangsa. Bukankah bila kerajaan Belanda selama ini tidak mengakui kemerdekaan RI dan baru kini akan mengakui kedaultan RI merupakan sebuah pelecehan yang sungguh nyata ? Lalu di mana harga diri kita ? Padahal seluruh negara  di dunia sudah mengakui kedaulatan RI dan keberaadaan kita.

Setelah mengakuinya baru sekarang, kita pula yang menghampiri mereka untuk mendapatkan katankanlah selembar kertas pengakuan kemerdekaan itu ? Oh la la ... ke mana pula harga diri bangsa kita ? Bukankah kita menjadi bersikap layaknya pengemis kepada kaum yang sudah menjajah, menyengsarakan kita dan kini mereka menjadi negara yang amat kaya sejahtera dengan sumber daya alam kita ? Bagaimana pula perhitungannya ini ?

Pemerintah Belanda sendiri memang sudah memberikan jaminan keamana penuh atas kunjungan SBY sebagaimana yang direncanakan. Bila SBY memilih membatalkan, bukankah ini berarti sebuah pengakuan atas keberadaan RMS ? Dengan kata lain, SBY pun terkesan gentar dengan keberadaan RMS dan tokoh ekstreem Geert Wilders, walaupun Wim Sopacua, jubir RMS mengakui belum ada putusan tentang tuntutannya terhadap penangkapan SBY itu !

Sesungguhnya yang dibutuhkan seorang presiden itu seorang juru bicara atau seorang ahli strategi komunikasi yang handal ? Tapi tampaknya yang telah direkrut negara ini bagi presidennya justru seorang ahli pencitraan yang lazim menjadi konsutan kepribadian para CEO atau artis yang tengah meledak lantaran menjulang secara instan akibat program reality show !

Sebaliknya, hai, hai ... ke mana sembunyinya gerangan para ahli komunikasi kita ? Para pakar komunikasi, ilmuwan komunikasi yang sudah melanglang dunia dan mendapatkan beasiswa dari negara yang sungguh elok dan murah hati ini ? Mengapa tidak ada rekomendasi nyata dari para pakar komunikasi ini untuk membantu negara yang semakin semrawut ini ? Sampai-sampai, seorang presiden pun latah mengurusi soal mikrofon wartawan yang tidak berada di tempatnya seperti biasanya ! Presiden memilih membalikkan badan dan meminta mikrofon para wartawan itu berada di atas meja podium sebelum memulai konferensi persnya. Saat konferensi berlangsung, meja podium pun memang terlihat 'penuh' mikrofon walau letaknya berantakaaaaaaaaaaaaaaaannnnn !!!

Seperti syair lagu wajib nasional yang sangat termasyur itu, "Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati. Air matanya berlinang, mas intannya kau kenang. Hutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaan. Kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa ..."

Belajar itu penting, belajar itu perlu, belajar itu harus, walau hingga menuju liang kubur. Tapi pembelajaran yang seperti ini sungguh sangat mahal. Kapan seharusnya bersikap tegas, dan kepada siapa seharusnya bersikap tegas sudah dilakukan secara terbalik-balik ... !

Wednesday 8 September 2010

8 ISU NASIONAL SBY, PIDATO TANPA MOMENTUM

Pidato SBY, Rabu, 8 September 2010, Istana Merdeka. Agendanya buka puasa bersama para pimpinan media massa, shalat maghrib, dilanjutkan dengan jumpa pers. Maka kesimpulannya, pendek kata, SBY menggelar press gathering-lah memanfaatkan moment bulan puasa ini untuk bersilaturahmi. 'Uniknya' di dalam kegiatan yang hakekatnya bernuansa informal itu, 'tiba-tiba' SBY menggelindingkan '8 ISU NASIONAL' yang relatif serius dan strategis sekali !

Aha ! Tampaknya, SBY mendapat banyak respon akibat insiden pidato 1 September-nya yang lalu. Pidato SBY pada 1 September 2010 lalu sesungguhnya memang merupakan upaya counter atas insiden 13 Agustus 2010. Tapi ternyata, pidato itu tak ayal akhirnya justru menjadi insiden baru tersendiri yang tak kalah pelik ! Pidato tersebut menuai banyak komentar negatif nan pedas, kritikan tajam nan menghujam, bahkan ejekan yang luar biasa sinis ! Kesimpulannya, insiden pidato SBY 1 September 2010 lalu itu dinilai oleh banyak kalangan gagal total dan mengecewakan !

Respon atas insiden pidato SBY 1 September 2010 lalu itu pun menggelitik seorang Adji Suradji, yang tentara aktif yang konon berpangkat kol angkatan udara RI. Tulisannya di rubrik opini Kompas, bertajuk "Pemimpin, Keberanian & Perubahan" pada Selasa, 7 September 2010 itulah rupanya yang membuat sang presiden merasa tidak nyaman hati dan tidak bisa tidur ....

Akhirnya, atas tulisan itu pulalah tampaknya yang mendorong SBY merasa perlu memanfaatkan press gathering untuk melempengkan perasaannya yang carut marut lantaran kritikan terpublikasi itu. Walaupun, secara tersirat SBY tegas-tegas menyatakan 'saya tidak mengurusi hal itu, karena itu bukan domain saya', kurang lebih begitu. Namun apabila memang bukan untuk merespon tulisan kritikan itu, untuk apa seorang presiden ngurusin tulisan seorang kolonel, secara just in time dan personal seperti itu ya ? Hitungan logis untuk mengingkari realita itu pun jadi sulit dan terlalu dipaksakan toh ?

Walaupun cara SBY relatif tidak straight forward atau to the point merespon itu, tapi tetap saja caranya menyikapi tulisan itu melalui gelaran press gathering ala buka puasa terasa menjadi sangat basi dan nyata sekali maksudnya. Jadi walaupun beliau berkata "Itu bukan domain saya" namun tetap saja beliau menyebut nama Adji Suradji dengan lengkap, menyebut siapa yang harus menanganinya secara institusional juga tak kalah lengkap, bahkan apa kesalahannya pun disebutkan dengan lugas seperti "pelanggaran kedisiplinan" dll. Jadi walaupun isu Asji Suradji ditempatkan sebagai isu kedua, namun tetap saja isu tersebut nyata sekali menjadi isu yang tidak memiliki relevansi, keterkaitan dengan 7 (tujuh) isu lainnya bahkan terlepas dari keragka satuan isu serba 8 yang sudah menjadi trade mark-nya.

Intinya, 8 ISU NASIONAL meliputi :
  1. Penggantian Panglima TNI;
  2. Kasus Adji Suradji;
  3. Rencana penggantian Kapolri & Jaksa Agung;
  4. Langkah-langkah penguatan Kompolnas & Komisi Kejaksaan;
  5. Pemilihan pimpinan KPK yang sudah saya ajukan ke DPR;
  6. Stabilisasi harga bahan pokok;
  7. Bencana Gunung Sinabung;
  8. Kemacetan Kota Jakarta dan rencana pemindahan pusat pemerintahan.
Dalam diskusi "Apa Kabar Indonesia Malam" di TV One, pakar Komunikasi Politik, Universitas Indonesia, Effendi Gazali pun tajam berujar, bahwa pidato SBY malam tidak bermanfaat sama sekali. Pengagendaan Kasus Adji Suradji sebagai salah satu isu nasional pun menjadi sesuatu yang tak jelas peruntukkannya, untuk apa disampaikan;

Apalagi ditambah dengan penjelasan sang presiden dengan perbandingan-perbandingan pelanggaran yang menurut beliau serupa dan pernah terjadi negara-negara lain seperti AS dsb. Effendi Gazali juga menegaskan bahwa membandingkan kasus tulisan Adji Suradji dengan berbagai kasus di sejumlah negara adalah beda level, tidak aple to aple, alias tidak setara. Padahal menurut pengamatannya, pada dasarnya SBY & AS sesungguhnya mempunya target yang sama ke depan, yaitu perubahan yang lebih strategis.

Hanya saja, AS dengan gamblang memaparkan bahwa seorang pemimpin yang berani adalah pemimpin yang berhasil melakukan perubahan. Untuk itu, AS pun mengidentifikasi kelima presiden terdahulu dengan keberhasilan dalam perubahan selama kepemimpinan mereka karena keberaniannya. Sementara pada presiden keenam RI yang telah menampuk dalam periodenya yang kedua, perubahan tersebut seakan tak kunjung terwujud karena tak adanya keberanian pada diri sang pemimpin. Itulah duri yang melatarbelakangi jumpa pers buka puasa SBY di istana ....

Dalam kaca mata ilmu humas, menanggapi pidato SBY malam ini sederhana saja ;
  1. Salah WAKTU (TIMING). Kegiatan humas eksternal, khususnya media relations, dalam hal ini press gathering, jelas bernuansa informal. Tujuannya jelas untuk membangun hubungan antara insitusi, organisasi, perusahaan atau individu dengan komunitas media agar lebih akrab & kondusif. Walaupun kegiatan press gathering merupakan kegiatan media relations yang bernuansa informal, namun kegiatan ini dapat dimanfaatkan untuk agenda formal. Dalam arti, pemanfaatannya lebih kepada untuk menginformalkan sesuatu yang formal. Atau, menurunkan intensitas sebuah isu yang begitu kuat agar menjadi tidak terlalu powerful lagi atau berkurang 'suhu'nya. Jadi bukan sebaliknya, sebagaimana yang disampaikan SBY menyangkut kasus Adji Suradji dalam 8 ISU NASIONAL yang sebagian besar, 7 (tujuh) diantaranya merupakan isu yang serius semua;
  2. Tak punya ALASAN. Sekali lagi, format press gathering adalah informal. Maka Presiden sama sekali tak punya alasan yang kuat untuk menyampaikan kedelapan isu tersebut saat ini, dengan kemasan ini. Karena kedelapan isu tersebut relatif sudah melewati masa 'peak-season'-nya. Artinya, tak ada sesuatu yang urgent, yang mendesak untuk menyampaikan kedelapan isu nasional itu malam ini. Apalagi sebagian besar isu tersebut sudah direspon sebelumnya oleh sang presiden atau pejabat lain yang terkait dengan interaksi langsung sebelumnya;
  3. KEJUJURAN GESTURE. Ingat, berkomunikasi itu bukan hanya bahasa dan suara tapi juga ada gesture, bahasa tubuh, mimik, gerak-gerik. Simak saja betapa seriusnya air muka sang presiden dalam kegiatan yang sesungghunya non formal itu. Bicara di atas podium dengan raut muka yang tak bisa dibilang santai atau relax. Bahasa tubuh tak bisa berbohong, maka yang terjadi apa yang disampaikan dengan apa yang tersirat oleh tubuh pu mejadi berbeda.
Mengamati apa yang terjadi dalam hal ini, dalam kaca mata ilmu komunikasi khususnya ilmu humas, rasanya semakin terang benderang saja betapa pentignya presiden memiliki ahli strategi komunikasi. Pasalnya, hari demi hari, kasus demi kasus semakinnyata saja respon-respon sang presiden yang keliru, tidak tepat,bahkan tidak efisien sehingga justeru memperburuk kepemimpinan sang presiden dalam berkomunikasi.

Berkomunikasi bukanlah sesuatu yang sederhana. Komunikasi butuh strategi dan perhitungan yang matang. Salah satu teori komunikasi yang sangat terkenal, Model Komunikasi Matematis ala Laswell yang menggambarkan secara sederhana, "Siapa menyampaikan apa kepada siapa dengan saluran (media) apa kepada siapa dengan efek yang bagaimana ?" (Who - says what - to whom - in which channel - with what effect?) bisa menjadi acuan bagi para pemimpin dalam menguasai strategi komunikasi dengan stakeholdernya.

Yang tak kalah menarik, tulisan Adji Suradji tak bisa dipungkiri menjadi masalah lantaran sang kolonel dianggap melawan garis komando. Sebagai anggota tentara, seharusnya sang kolonel sadar betul bahwa tentara menganut paham 'tak ada ruang untuk mengkritik atasan ... semua atasan, karena bertentangan dengan sumpah prajurit dan undang-undang, khususnya kode etik perwira' demikian yang disampaikan SBY. Maka apa yang dilakukan Adji Suradji dengan tulisan dan pemikirannya yang dimuat Kompas pun menjadi produk sekaligus bukti pelanggaran itu.

Romo Magnis Suseno, pemuka agama Katolik yang hadir dalam diskusi pun berdiam sejenak dan berguman itu pertanyaan sulit, manakala kepadanya ditanyakan kesalahan yang dituduhkan kepada Adji Suradji dengan tulisan kritiknya. Menurutnya, secara substantif tidak salah, namun secara etika bila komunitas di mana Adji Suradji menjadi bagiana di antaranya menjadikan itu sebuah larangan, maka pa boleh buat, maka kesimpulannya menjadi berbeda. Dalam hal ini, sangat manusiawi bila Adji Suradi tanpa disadari terjebak dalam conflict of interest antara sebagai militer dan sebagai warga negara biasa.

Well, tak boleh mengkritik atasan. Itu sungguh sangat menarik sekaligus absurd. tak adakah di antara 240 juta rakyat Indonesia yang mampu melurukan itu ? Aturan memang dibuat untuk dipatuhi (atau dilanggar ?). Namun harusnya hanya Sang Khalik saja yang pantas untuk tidak dikritik karena Ia Maha Sempurna, Maha Pencipta. Namun bila UUD 1945 yang nota bene menjadi dasar negara saja direvisi, apa hebatnya sebuah doktrin militer sehingga menjadikan peluang di mana hal yang tidak konstruktif terus dipertahankan ?

Bagi para ilmuwan, cendekiawan dan profesional komunikasi khususnya humas, kasus ini sesungguhnya merupakan peluang bagi profesi ini untuk menunjukkan porsinya dan mengambil peran, serta menaikkan posisi tawar agar lebih dilibatkan dalam perencanaan & pembangunan strategis bangsa ini. Seiring dalam orises pembangunan adalah proses pembelajaran. dari padanya ada banyak kesalahan yang sesungguhnya merupakan ilmu & pengalaman yang sesungguhnya. Jangan patah semangat, terus berjuang cendekiawan & ilmuwan komunikasi Indonesia demi kemajuan bangsa ! 

Thursday 2 September 2010

PIDATO POLITIK PAK SUSI

Lagi-lagi, negara tetangga malingsia berulah, rakyat pun marah. Untuk kesekian kalinya, hubungan bilateral Indonesia - malingsia bermasalah. Seperti telah dirasakan oleh seluruh Bangsa Indonesia, malingsia seringkali bersikap yang membuat Rakyat Indonesia merasa sangat tidak nyaman, terusik harga dirinya sebagai bangsa yang besar dan merdeka. Hubungan Indonesia - malingsia tidak pernah benar-benar tulus, mesra, itu sudah bukan rahasia lagi. Sejak puluhan tahun lalu, malingsia memang sudah menjadi negara tetangga yang membuat Presiden Soekarno pun menyatakan "Ganyang Malaysia !" merespon sikap negara sombong yang tak mengenal etika itu.

Kali ini, malingsia berulah dengan menangkap 3 (tiga) orang petugas Departemen Kelautan & Perikanan RI lantaran ketiganya menangkap 8 (delapan) orang nelayan malingsia yang memasuki batas wilayah maritim Indonesia. Ironisnya, insiden ini terjadi pada 13 Agustus 2010 atau hanya selang beberapa hari menjelang Peringatan Kemerdekaan RI yang ke-65 !

Insiden ini semakin bertambah buruk lantaran pemerintah dinilai oleh banyak kalangan terlalu lamban dan tidak responsif menyikapi masalah ini. Padahal seperti diketahui bersama, selama ini malingsia sudah terlalu sering menyinggung harga diri Bangsa Indonesia dengan berbagai sikap curangnya. Sebut saja pendudukan Pulau Sipadan - Ligitan, pengakuan lagu Rasa Sayange dalam profil video wisata malingsia yang ditayangkan di televisi, hingga Reog Ponorogo, tari Pendet - Bali, Batik, bahkan Rendang Padang pun diklaim sebagai produk budaya malingsia. Belum lagi tragedi yang dialami para TKI yang bekerja di malingsia dan mengalami perilaku buruk. Para pahlawan devisa itu pulang dalam keadaan cacat, sakit, bahkan tinggal nama, karena perlakuan bangsa malingsia yang tidak patut ....

Menyikapi semua permasalahan ini, selama bertahun-tahun, pemerintah sungguh terkesan tidak serius dan sungguh-sungguh. Hasilnya, hingga kini Lagu Rasa Sayange masih berkumandang dalam public address sebuah kantor perusahan migas milik negara jiran tersebut di bilangan Sudirman, Jakarta. Nasib Sipadan Ligitan pun lebih mengenaskan, dicaplok dengan sukses oleh negeri melayu itu. Sementara nasib TKI, setiap waktu, selalu saja ada kisah sedih yang dialami para TKI itu, entah disiksa, diperkosa, difitnah, dipenjara hingga dihukum pancung yang bisa jadi mati sia-sia tanpa pernah terbukti kesalahannya. Kasus-kasus lainnya, pemerintah baru bersikap manakala rakyat sudah terlebih dulu bereaksi keras. Olala ... pemerintah semakin hari semakin aneh, lebih takut rakyat ketimbang musuh sesungguhnya.

Dan Rabu, 1 September 2010 malam, setelah bergulir lebih dari 2 (dua) minggu, barulah Pak Susi memunculkan batang hidungnya. Semalam beliau menyampaikan pidato resmi kenegaraan menanggapi konfllik bilateral Indonesia - malingsia itu. Berikut evaluasi pidato resmi kenegaraan Pak Susi terkait masalah konflik bilateral Indonesia - malingsia ;
  1. PERSONAL - WHO. Pak Susi seperti biasa tampil percaya diri, tapi kali ini ia berpakaian resmi warna merah menyala, merah darah, bersanding Bendera Sang Saka Merah Putih yang berdiri garang di sisi kanannya, berlatar belakang dinding putih bersih. Sementara Pak Susi mengenakan kemeja merah darah, Bu Ani tampak mengenakan busana muslimah berkerudung (sangat jarang beliau kenakan) warna putih ! Good !;
  2. GESTURE- HOW. Tanpa kaca mata, memasang air muka cukup serius dan ... ini dia menarik, dengan gesture yang sangat jauh dari biasanya. Ya, semalam Pak Susi sangat jarang menggerak-gerakan tangannya sebagaimana biasanya beliau biasa berpidato bak deklamasi. Semalam, manuver tangannya sungguh sangat sedikit bergerak-gerak. Hal ini sesungguhnya bisa jadi menunjukkan Pak Susi berkomunikasi lebih serius dari biasanya;
  3. TEMPAT - WHERE. Tidak seperti biasanya, semalam Pak Susi menyampaikan pidato resminya itu di Cilangkap, yang tidak lain merupakan markas besar Angkatan Bersenjatan Tentara Nasional Indonesia. Pasti, apapun alasannya pemilihan tempat yang berbeda dan bukan di istana akan menimbulkan efek psikologis dan kesan yang berbeda. Walaupun, staf kepresidenan menginformasikan hal itu kebetulan semata karena semalam Pak Susi memenuhi undangan buka puasa bersama di Cilangkap. Kabarnya pula, acara berbuka puasa di Cilangkap konon merupakan jadwal tetap tahunan setiap Ramadhan. Anda percaya ?;
  4. PENGUASAAN DATA - HOW. Sebagai seorang yang sangat intelektual, beliau berpidato secara langsung tanpa teks, menyodorkan berbagai data berupa angka-angka yang beliau hafal di luar kepala. Baik angka-angka yang berkaitan dengan kerjasama ekonomi hingga jumla TKI disampaikan Pak Susi secara lisan, tanpa membuka catatan sedikitpun. Walau tidak menutup kemungkinan angka-angka itu disajikan secara tertulis dalam ukuran besar oleh kru tv oleh sehingga beliau dapat mengutipnya secara wajar tanpa terkesan tengah membaca;
  5. WAKTU - WHEN. Pak Susi kehilangan moment. Ingat, manajemen krisis dalam PR yang terpenting antara lain adalah tenggat waktu ! Maka bila insiden terjadi 14 Agustus 2010 dan baru direspon secara resmi 16 hari kemudian, tentu hal itu menjadi sngat terlambat. Apalagi, dalam kurun waktu itu ada moment penting di mana, pihak kita, Indonesia tengah memperingati Hari Kemerdekaan yang ke-65. Seharusnya hari-hari menjelang 17 Agustus saat itu menjadi moment yang pas untuk menunjukkan kebesaran Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat dan diakui di seluruh dunia. Faktanya, Pak Susi baru merespon nyaris 3 (tiga) minggu setelah kasus bergulir, ketiga petugas telah dikembalikan, namun ekskalasi emosi rakyat justru sudah semakin panas. Artinya, tingkat kerumitan masalah sudah semakin kompleks. Sebaliknya, malingsia serasa memegang kendali atas kasus ini dengan kembali menggertak kedaulatan RI seiring dengan peringatan hari 'jadi' negara mereka. Bayangkan, 9 nota protes Indonesia diabaikan begitu saja oleh negara sombong itu ! Di sini, Pak Susi yang notabene menjadi orang nomor satu Bangsa Indonesiabenar-benar sudah ketinggalan moment dan menjadikan seluruh rakyat semakin tergadai harga dirinya lantaran insiden ini;
  6. PESAN - WHAT. Mengamati isi pidatonya, tampaknya sasaran yang ingin dicapai Pak Susi adalah meredam emosi masyarakat luas yang tengah merespon konflik dengan ekskalasi semakin panas. Pak Susi terlihat sangat serius menjaga obyektivitas dalam upaya penyelesaian konflik. Sebaliknya Pak Susi sangat sedikit menyampaikan sinyal-sinyal ketidaknyamanan yang dirasakan seluruh elemen bangsa secara lebih lugas dan tegas;
  7. SASARAN - WHO. Logikanya, pidato Pak Susi terjadi diawali oleh insiden 13 Agustus 2010. Namun, bila mengamati uraian pesan dalam pidatonya Rabu malam, maka publik pun menjadi bingung dan gamang. Ekskalasi yang terjadi di masyarakat membutuhkan respon yang segera dengan pesan dan makna, intensitas serta kekuatan tertentu yang selayakanya 'terbaca' oleh Pak Susi, at least oleh staf ahli kepresidenan yang menyiapkan pidato beliau;
  8. PENDEKATAN- HOW. Pak Susi memilih melakukan penyelesaian dengan cara diplomasi dengan pendekatan legal, bukan perang. Fine, itu jelas lebih baik dan rasional. Namun, pendekatan legal dalam diplomasi sungguh sangat konservatif bila tidak didukung dengan strategi komunikasi politik yang brilian ! Alhasil, pidato Pak Susi pun terasa sekali hambar, tanpa greget, tanpa muatan psywar dan propaganda yang mampu menggentarkan lawan. Pilihan kata-kata yang normatif tanpa muatan dan spirit, yang menyiratkan makna kekuatan Indonesia sebagai bangsa yang besar. Bandingkan dengan pidato Soekarno yang memilih kata-kata begitu lugas "Ganyang Malaysia !" 
  9. SIKAP - WHAT. Pidato Pak Susi pun tidak menyampaikan sikap dan keputusan strategis yang menunjukkan sikap kekecewaan bangsa Indonesia. Belajar dari kasus terdahulu, Soekarno berani membuka posko pendaftaran calon relawan tentara perang melawan malingsia untuk dilatih dan dididik sebagai tentara yang berani. Tidak hanya itu, Soekarno pun langsung menggalang dana di antara masyarakat Indonesia untuk membeli persenjataan perang. Sementara Pak Harto pernah dengan tegas menarik pulang para duta besarnya di Australia dan malingisa kembali ke Indonesia sebagai wujud kekecewaannya atas sikap negara-negara sahabat. Sementara dalam kasus ini, Pak Susi tidak menunjukkan sikap apa-apa yang pantas diputuskan oleh seorang kepala negara. Menurut seorang pengamat militer yang menanggapi pidato Pak Susi malam itu, kurang beraninya sikap beliau tercermin antara lain dalam pilihan kata-kata yang sangat minim kaitannya dengan kekuatan militer dan politik kenegaraan; 
  10. TARGET - WHAT. Pak Susi menyampaikan agenda penyelesaian berupa perundingan di antara kedua negara mengenai batas wilayah dalam tenggat waktu yang telah ditentukan, yaitu 6 September 2010. Seperti yang dijelaskan oleh pakar komunikasi politik UI, Effendi Gazali, maka target itu berpeluang akan dijadikan buying time oleh malingsia untuk mempermainkan Indonesia; 
  11. ALASAN LAIN - WHY. Dari hasil diskusi 3 (tiga) orang pakar yang ditayangkan TV One sebagai stasiun swasta yang menayangkan secara langsung pidato Pak Susi, terkesan bahwa ada kemungkinan Pak Susi justru berpidato karena merespon isu hak interpelasi yang ramai diwacanakan oleh DPR ketimbang merespon konflik atas dasar kesadaran dan kebutuhan akan pentingnya penyelesaian konflik ini sesegera mungkin. 
Kalau sudah begini, tidak bisa dihindari lagi bahwasannya Pak Susi membutuhkan tim PR yang mumpuni yang dapat merekomendasikan strategi komunikasi politik yang efektif, tepat sasaran. Hasil interview semalam dengan pakar komunikasi politik, pengamat militer dan pakar hubungan internasional, staf ahli presiden, anggota DPR dari fraksi Golkar dan fraksi Demokrat, terkesan bahwa penanganan atas kasus ini miskin dimensi. Artinya, karena hanya mengedapankan diplomasi dengan pendekatan legal serta lebih banyak mempertimbangkan sisi ekonomi tanpa didukung oleh strategi komunikasi politik. Akibatnya, pidato Pak Susi pun menuai banyak kritik tajam nan pedas. Tidak itu saja, pidato Pak Susi pun semakin melukai hati seluruh elemen bangsa !

Ironisnya, pidato Pak Susi pun menjadi antiklimaks dalam penanganannya insiden 13 Agustus ini. Pesannya sangat miskin sentuhan strategis dalam banyak dimensi, khususnya kekuatan manuver dalam penyelesaian kasus ini. Betapa besar pelajaran yang dapat dipetik dari kasus ini. Hingga kapan para ilmuwan komunikasi Indonesia berdiam diri menyikapi hal ini ? Tak tergerakah seorang pun pakar di antara mereka untuk memberikan rekomendasi dan memberikan kontribusi nyata bagi bangsa ini yang tengah teromabng-ambing dalam pusaran ketidakmenentuan ... ?

Wednesday 4 August 2010

SPBU Hijau

Di sepanjang Jl. Prof. Dr. Satrio, Bintaro Sektor VII hingga Sektor IX setidaknya ada 3 (tiga) SPBU berbeda yang beroperasi. SPBU paling awal berdiri adalah milik Pertamina yang lokasinya berada di kawasan menjelang sektor IX. Kharakter SPBU ini adalah, kadang-kadang buka sebelum pukul 6 (enam) pagi, tapi kadang-kadang lewat jam 6 juga belum buka. Menjelang pukul 22.00 wib seringkali SPBU ini juga kadang sudah tutup. Di SPBU ini terdapat beberapa gerai ATM dan sebuah toko P&D yang pernah buka juga tutup serta berganti barang dagangan.

Berikutnya adalah SPBU milik negara tetangga, negeri jiran yang ngaku serumpun tapi sesungguhnya tak pernah ramah dan menjadi musuh dalam selimut bagi Indonesia selama ini. SPBU yang identitik dengan warna hijau ini dibuka kurang lebih setahun lalu. Letak SPBU Hijau berada di jalan yang sama dengan SPBU Pertamina, hanya berbeda jalur. Jadi keduanya berseberangan, masing-masing merupakan jalur satu arah dan jarak di antara keduanya sekitar 50 (lima puluh) meter saja.

Terakhir, berdiri lagi sebuah SPBU, kali ini milik negara yang pernah menjajah Indonesia. SPBU yang identik dengan warna kuning menyala ini adanya persis di bundaran Bintaro Sektor VII. Seperti kedua SPBU sebelumnya, SPBU ini juga dilengkapi dengan toko P&D, namun terdapat fasilitas pengisian air bersih dan angin.

Apa yang menarik dari kisah ketiga SPBU ini ? Banyak, terutama menyoroti perjalanan usaha SPBU Hijau. Pertama, sejak pertama kali beroperasi, SPBU Hijau nyaris tidak pernah dikunjungi pembeli. Jadi setiap harinya, petugas SPBU hanya duduk di bawah mesin penyalur bbm, sejak pagi hingga malam, begitu setiap hari. Padahal, SPBU ini memiliki lebih banyak terminal box penyalur ketimbang milik pertamina yang cuma tersedia 3 atau 4 saja, sementara SPBU hijau ada sekitar 6 (enam).

Selain itu, SPBU hijau dilengkapi dengan toko P&D yang buka 24 jam. Belum lagi, halaman SPBU Hijau ini jauh lebih luas dan nyaman dibandingkan dengan SPBU Pertamina. Bukan itu saja, untuk menarik pembeli, SPBU Hijau juga memberikan potongan harga yang sangat menarik, bisa membayar dengan kartu kredit hingga hadiah minuman. Suatu masa, SPBU HIjau ini bahkan pernah menjual bahan bakarnya dengan harga nyaris mendekati harga premium Pertamina !
Tapi anehnya, semua upaya itu tidak juga membuat ratusan mobil yang melewati kawasan itu mau mampir dan mengisi bahan bakarnya di sana. Keanehan yang sungguh luar biasa ! Fasilitas lebih oke, harga bersaing, promosi gencar, tapi tak juga mendatangkan pembeli.

Tak lama berselang, SPBU Kuning meulai beroperasi. Berbeda dengan SPBU Hijau, SPBU Kuning, perlahan namun pasti mulai dikunjungi pembeli. Awalnya adalah mobil-mobil mewah berCC besar yang parkir di sana. Tapi kemudian, motor pun mulai mengisi bbm-nya disana. Kini, SPBU Kuning ini kunjungan pembelinya relatif normal seperti SPBU pada umumnya, meskipun pelayanan mereka tergolong lamban karena prosedur pembayaran yang terkomputerisasi dan melayani pembayaran menggunakan kartu kredit. Tapi tampaknya itu tidak terlalu dianggap mengganggu oleh para pembeli, apalagi soal harga. Kualitas ok, harga mahal tentu wajar.

Yang menarik, padahal harga bbm SPBU Kuning ini lebih mahal daripada SPBU Hijau ! Coba, bayangkan, dengan harga lebih mahal tapi kok lebih diminati pembeli ya ? Di awal beroperasinya SPBU Kuning ini, mereka memang meberikan hadiah minuman ringan dalam kaleng setiap pembelanjaan senilai Rp. 50.000,- yang artinya merupakan pembelanjaan tidak lebih dari 9 liter. Namun itu pun, hanya berlaku beberapa waktu saja.

Keuntungan lainnya, SPBU Kuning menawarkan cara pembayaran dengan kartu kredit. Selain itu, setiap pembeli yang tengah mengisi bbm ditawarkan untuk dibersihkan kaca depannya. Selebihnya, fasilitas standar sebagaimana SPBU Pertamina sebagian besar sudah menyediakan, seperti isi air dan angin gratis.

Melihat fenomena ini sungguh menarik ya ? Bisa jadi, ini hanya dugaan, bagaimana pun bangsa Indonesia masih mempunyai sentimen sangat besar menyoal urusan negara tetangga. Maka, mereka tetap ga' mau banget beli bbm dari negara tetangga, jiran, yang sombong terhadap bangsa kita itu. Asal dipikir, lokasi sama, harga lebih mahal tentu wajar karena kualitas bisa jadi lebih baik, fasilitas mantap. Pokoknya semua jurus pemasaran sudah dilakukan, tapi tetap tidak mampu menghasilkan keuntungan. Kalau sudah begini maka semua teori pemasaran pun jadi rontok. Menarik ya ?

Akhirnya, kurang lebih setelah 6 (enam) bulan beroperasi tanpa pembeli dan bbm dalam bak penyimpanannya bisa jadi sudah menguap, SPBU Hijau pun ditutup. Sempat ada penjual jus membuka lapak persis di pintu keluar SPBU, tapi itu pun tetap tak ada yang membeli.

Kasus ini bisa menjadi salah satu contoh betapa ampuhnya rasa memiliki (sense of belonging) dalam 'menggerakan' publik. Dalam skala nasional, pada kehidupan bernegara, wujudnya ya nasionalisme, rasa cinta tanah air. Hal ini bukan membuktikan gagalnya sebuah teori pemasaran dalam penerapannya di dunia empiris. Kasus seperti ini jelas anomali. Artinya, sense of belonging yang kuat itu dapat menghasilkan efek bukan saja pada tingkat kognisi, tapi hingga afeksi dan behavioral. Publik bukan saja tahu, tapi memiliki sikap dan perilaku yang sebagaimana seharusnya. Nah, bagaimana menurut Anda ?

Monday 26 July 2010

KONVENSI PERHUMAS 2010

Perhumas Indonesia menggelar Konvensi Nasional Humas (KNH) 2010 pada Rabu - Kamis, 21 - 22 Juli 2010, di Hotel Sultan, Semanggi, Jakarta. Mengusung topik "Powering Public Relation Excellence" konvensi diikuti lebih dari 200 peserta dari berbagai kalangan, mulai dari praktisi profesional swasta maupun pemerintahan, akademisi berbagai universitas terkemuka, mahasiswa, hingga para pendiri Perhumas senior yang walaupun sudah pensiun bahkan beranjak tua, masih tetap semangat dan cinta akan profesinya, humas Indonesia.


Perhelatan akbar ini dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Boediono pada hari Rabu pagi, bertempat di Istana Wakil Presiden, Kebon Sirih, Jakarta dihadiri oleh Menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring dan Ketua Mahkamah Konstituasi, Mahfud MD serta sejumlah pejabat tinggi lainnya. Sejumlah pembicara luar biasa hadir menyampaikan pandangannya tentang dunia kehumasan di era global saat ini. Sebagai keynote speaker, Menteri BUMN, Mustafa Abubakar menyampaikan presentasinya membahas "Kompetensi dan Kompetisi Global".

KNH 2010 menggelar 3 (tiga) kegiatan besar meliputi :
  1. Seminar
  2. Lomba Ing Griya
  3. Anugerah Perhumas
SEMINAR
KNH 2010 menghadirkan sejumlah pembicara besar, antara lain Mantan Wapres dan Ketua PMI, Jusuf Kalla dengan rumusannya tentang humas sebagai "Rumah Mode"; mantan Presiden Direktur di berbagai perusahaan pertambangan selama bertahun-tahun, kini sebagai Presiden Direktur Kiroyan Partner, Noke Kiroyan, Chairman Noke Institute; Elizabeth Gunawan Ananto, Presiden IPRA 2010; Pengamat ekonomi, Faisal Basri dan sejumlah CEO perusahaan multi nasional dari dalam dan luar negeri hingga praktisi media dihadirkan untuk berbagi pandangan mengenai masa depan humas Indonesia.


Topik KNH 2010 "Powering Public Relations Excellence" sangat banyak mengupas tentang kompetensi bagi praktisi humas Indonesia, khususnya berdasarkan SKKNI Bidang Kehumasan yang telah digulirkan oleh pemerintah melalui Kep Menarkertrans No. 039/Menakertrans/II/2008. Minimnya sosialisasi mengenai asal-usul penyusunan SKKNI Bidang Kehumasan ini hingga proses penetapan dan sertifikasinya membuat keberadaan SKKNI Bidang Kehumasan ini nyaris purba sejak kelahirannya lebih dari 2 (dua) tahun lalu di antara para pelakunya sendiri.


Salah satu indikator nyata adalah betapa sulitnya mengakses keberadaan Kep Men tersebut berikut penjelasan SKKNI Bidang Kehumasan memalui berbagai media on line atau virtual. Bahkan web Depkominfo sebagai ketua tim penyusun dan Depnakertrans sebagai regulator yang menetapkan SKKNI itu pun tidak menyediakan data tersebut.


Salah seorang pembicara justru mendapatkan informasi seputar SKKNI Bidang Kehumasan melalui blog-blog pribadi. Bahkan untuk penjelasan rinciannya, ia mendapatkan dari situs internasional ! Betapa menyedihkannya ? Tak hanya itu, salah seorang peserta dari kalangan akademis pun bahkan belum pernah mendengarnya sama sekali tentang SKKNI Kehumasan ini ....


LOMBA ING GRIYA
Kompetisi menyoal media komunikasi konvensional dan on-line - virtual ini merupakan mata acara wajib yang selalu digelar dalam banyak perhelatan KNH di manapun penyelenggaraannya. Tahun ini, sebuah mata lomba tidak dapat memilih pemenang karena jumlah peserta hanya 2 (dua). Bisa jadi, sedikitnya jumlah peserta kembali lagi karena tidak eksisnya peran humas di berbagai organisasi atau isntitusi. Akibatnya, mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti kompetisi.


ANUGERAH PERHUMAS
Pemberian anugerah Perhumas ditujukan kepada sejumlah insan yang memiliki komitmen, integritas dan kontribusi nyata terhadap kemajuan profesi dan keberadaan humas Indonesia. Sejumlah akademisi, profesional maupun praktisi senior terpilih mendapatkan Anugerah Perhumas 2010. Di antaranya adalah August Parengkuan, PR Society dan Elizabeth Goenawan Ananto (EGA), Presiden IPRA 2010. Ibu Ega terpilih tentu karena perjuangannya yang tak kenal lelah sehingga menjadikannya orang Indonesia pertama, khususnya perempuan humas Indonesia pertama, yang berhasil menduduki jabatan bergengsi, Presiden Internasional Public Relations Association (IPRA) yang berpusat di Inggris.


Secara keseluruhan, KNH 2010 sungguh merupakan kesempatan yang sangat baik selain sebagai wahana pencerahan dan berbagi pengalaman, juga membangun jaringan bagi semua pihak di dunia kehumasan. Menilik dari kehadiran para pembicaranya, Muslim Basya, Ketua Perhumas terhitung sukses menghantarkan KNH 2010 dibuka secara langsung oleh Wapres Boediono dengan sejumlah pembicara yang sangat kompeten dan mumpuni !

Bagaimanapun, KNH 2010 telah berhasil menjadi media sosialisasi yang efektif bagi pengenalan Kep Men no. 039/Menakertrans/II/2008 tentanng SKKNI Bidang Kehumasan di antara para pelakunya. Selain itu, KNH 2010 memberikan peluang bagi bergulirnya proses sertifikasi SKKNI Bidang Kehumasan bagi para praktisi menuju profesional. Tidak hanya itu, KNH 2010 pun menjadi titik awal penyempurnaan SKKNI Kehumasan selanjutnya, di masa yang akan datang sesuai tuntutan jaman.

Beberapa hal sebagai evaluasi dalam penyelenggaraan KNH 2010 ini antara lain adalah :
  1. REKOMENDASI. Seyogyanya, pertemuan besar yang mampu mengumpulkan banyak kalangan humas dari seluruh Indonesia ini dapat menghasilkan sebuah rekomendasi dalam setiap gelaran konvensinya yang dapat ditujukan kepada berbagai pihak yang berkompeten dan berwenang. Berikutnya, tentu saja agar rekomendasi tersebut dapat menjadi program kerja Perhumas selanjutnya;
  2. LIPUTAN. Seyogyanya pula, ajang KNH ini menjadi sebuah pembuktian keberhasilan para praktisi humas dalam membangun kerja sama khususnya dengan teman-teman media. Artinya, selayaknya perhumas dalam setiap perhelatan KNH-nya mendapat ekspos media yang dasyat dari media secara intensif menjelang, selama dan paska kegiatan. Tidak mudah ? Pasti ! Seharusnya, ajang sekelas ini menjadi pembukatian sekaligus kick-off yang efektif bagi para pelaku humas bila hendak menggaungkan program secara mantap. Tapi apa boleh buat, humas tanpa media apa jadinya ? Perhelatan profesional humas tanpa ekspos media secara meluas, tentu ironis sekali ....
  3. ANUGERAH ORANG MUDA. Prestasi tentu tidak berbanding lurus dengan senioritas. Bisa jadi banyak akademisi muda, profesional muda, praktisi muda yang juga berprestasi dalam ukurannya dan layak mendapatkan apresiasi. Bila Perhumas menghendaki perubahan nyata, maka inilah saatnya membuat terobosan ! 
  4. MATERI BERIMBANG. Menyampaikan masalah secara berimbang tentu akan lebih menarik dan lebih nyata. Selama ini pembicara lebih banyak menghadirkan top level management yang nota bene seringkali terbatas pemahamannya mengenai peran humas itu sendiri. Maka tak ada salahnya bila KNH pun berani menggelar seminar yang menghadirkan bedah kasus kehumasan dari kaca mata para pelaksana dengan segala problema yang telah menjadi penyakit chronis dan menahun di kehidupan humas Indonesia selama ini;
  5. AUDIT HUMAS. Sebuah prosedur standarlah bila para insan humas berani melakukan audit bagi kesuksesan perhelatannya sendiri ....
Besarnya jumlah peserta adalah kesuksesan, keragaman kalangan yang hadir adalah kesuksesan, kelas pembicara yang berkenan hadir adalah kesuksesan, pemimpin negara berkenan membuka resmi perhelatan adalah kesuksesan, dan ... kekompakan kerjasama seluruh tim adalah bukti nyata kesuksesan ! Pemimpin yang handal berpadu dengan tim yang solid, itulah kuncinya ! Maju terus Perhumas Indonesia !

Monday 7 June 2010

SOCIAL MEDIA

Saat ini manusia sedang diasyikan dengan kegiatan yang serba on-line. Internet, banyak memberikan kemudahan dan fasilitas secara gratis yang membuat manusia semakin 'eksis', siapapun dia.

Sebut saja sejak era friendster yang kurang interaktif hingga blog, tweeter dan facebook yang super interaktif bak kompor tersiran tumpahan minyak yang bisa langsung menyambar dan membakar apa saja. Demikianlah kemampuan media sosial itu dalam merespon sebuah isu atau informasi yang muncul, secara langsung dan cepat menyebar ke seantero dunia.

Menariknya, beragam fasilitas yang tersedia di jaringan virtual ini dapat dimanfaatkan secara individual maupun institusional. Kini, kecenderungan dalam dunia usaha bahkan sangat fenomenal. Banyak perusahaan memanfaatkan hampir semua jenis media sosial yang ditawarkan oleh internet yang notabene tak jarang disediakan secara gratis. Selain itu, kini mereka justeru memanfaatkan para penggiat media sosial sebagai gatekeeper dalam berinteraksi dengan seluruh stakeholdernya.

Sebagai contoh, belum lama ini dalam tayangan televisi sebuah produsen kendaraan roda dua melakukan Press Tour di Bali untuk memperkanlkan produk andalanny yang terbaru. Kegiatan press tour-nya sih tidak ada yang luar biasa, karena press tour memang ditujukan untuk memperkenalkan produk perusahaan kepada kalangan media. Namun yang menarik, dalam kelompok media tersebut terdapat sejumlah blogger dan penggiat tweeter sebagai peserta bersama jurnalis media konvensional.

Hal ini menujukkan bahwa keberadaan penggiat media sosial dan media sosial-nya itu sendiri telah menjadi alternatif media komunikasi yang menarik bagi sebuah organisasi dalam berinteraksi dengan stakeholdernya dengan cara yang berbeda.

Sementara dalam pertemuan PR Week 2010 yang berlangsung pada 19-20 Mei 2010 lalu pun sejumlah perusahaan membawa bukti yang tak kalah menarik dalam presentasinya. Sebuah perusahaan farmasi terbuka terbesar di Indonesia terang-terangan mengatakan bahwa perusahaannya memanfaatkan hampir semua jenis media sosial yang tersedia di dunia maya. Setidaknya, perusahaan ini memiliki web perusahaan, web produk, blog dan facebook yang semuanya dikelola secara aktif ! Luar biasa dan cerdik bukan?

Implementasinya pun sungguh mencengangkan k! Perusahaan sama sekali tidak merasa khawatir sedikit pun dengan adanya komentar negatif yang bakal muncul dalam komentar atau status di berbagai media sosial tersebut. Padahal, 'kecepatan' media sosial dalam menyebarluaskan sebuah isu sangatlah cepat dan nyaris tidak terkendali. Tapi, perusahaan tetap berpendirian bahwa biarkan publik yang menentukan. Karena sifat sebuah media sosial adalah interaktif dan terjadi diskusi pro dan kontra sehingga setiap hal negatif akan tertangani dengan sendirinya oleh publik itu sendiri.

Sebuah keputusan yang sangat berani. Namun, hal itu tidak mungkin dilakukan bila ... perusahaan yang bersangkutan tidak mempunyai 'bargaining' yang jauh lebih tinggi. Dalam arti, perusahaan ini tentu merasa yakin bahwa produknya baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Karenanya perusahaan tidak merasa khawatir sedikitpun terhadap tanggapan negatif yang mungkin muncul dalam media sosial yang mereka miliki.

Nah, bagaimana dengan kegiatan media sosial di lingkungan Anda, apakah sudah terimplementasi secara optimal dan menguntungkan ? Semoga catatan ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk melakukan perbaikan dan kemajuan di masa yang akan datang, khususnya dalam memnafaatkan kemajuan teknologi secara cerdas dan tepat guna ....

Wednesday 26 May 2010

BEING PROFESSIONAL

One day, at the professional meeting of public relations in Jakarta, titled "PR Week", 19-20 May 2010, one of the speaker declare a very inspiring statement. He said that "If you want to be a professional, you have to work at a professional company !"

Damn ! It's so clear and really true ! No doubt about it ! It's so natural & logic ! Nothing more but make a sense !

So, it's not about take it or leave it ! It's also not about re-motivation. Both of employee and company have the same obligation. They do have to be professional as the business situation require it. If the company is not able to be a professional company, it can not compete to others.

Unfortunatley, many people ignore the fact. They said, if you don't like the company so just move on ! They also think that employee needs to be re-motivated so that they are able working harder. What's a miss understanding thing !

Monday 12 April 2010

BHMN DIBATALKAN

Pemerintah akhirnya memutuskan membatalkan regulasi BHMN bagi keberadaan universitas atau institusi pendidikan tinggi di seluruh Indonesia. Terobosan yang sangat berani dan patut diapresiasi secara positif.

Keputusan pemerintah ini diharapkan tentu saja dapat mengembalikan kualitas pendidikan tinggi Indonesia secara obyektif. Bila sebelumnya dalam kurun waktu saat regulasi BHMN masih berlaku berbagai institusi pendidikan di Indonesia bisa memberikan peluang nyaris bolong kepada semua calon peserta didik tanpa saringan yang ketat, kini kondisi tersebut harusnya tidak mungkin terjadi lagi.

Sebagai gambaran saja, dulu saat regulasi tersebut masih berlaku setiap institusi merasa harus membiayai sendiri kegiatan operasionalnya. Karenanya, institusi pendidikan tinggi negeri tersebut membuka "jalur khusus" dengan tarif yang super fantastis sehingga mampu meloloskan siapapun (yang kemampuan intelektualitasnya di bawah standar) dapat menuntut ilmu di perguruan tinggi negeri favorit dengan ijazah setara alias tak ada beda dengan mereka yang lolos melalui ujian sipenmaru yang sangat ketat persaingannya.

Hikmahnya, rejeki memang tidak salah sambung. Sudah menjadi rejeki mereka yang kemarin berkesempatan menikmati regulasi menyenangkan kemarin. Karena mereka banyak duit, berapapun bayarannya mereka semua mampu membayarnya dan berbondong-bondong masuk PTN. Bayangkan saja, rata-rata harga yang mereka harus bayar di atas Rp. 50 juta ! Berapa banyak siswa yang bisa menikmati fasilitas itu bila setiap fakultas menyediakan 1 (satu) kelas saja berkapasitas 50 orang. Sementara satu universitas memiliki sedikitnya 15 fakultas, dan seandainya di Indonesia ada 30 PTN yang melakukan cara itu. Bukankah itu jumlah yang sangat besar ? Artinya, betapa besar pula resiko yang harus dihadapi oleh bangsa ini bila PTNnya menerima calon siswa didik yang tidak memenuhi kualitas selayaknya namun memiliki ijazah yang mumpuni dengan brandnya yang dasyat ? Namun kini yang terpenting kondisi itu tidak terjadi lagi.

Walaupun, mereka yang tidak lolos ujian saringan masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN, SIPENMARU, dll. yang sejenisnya) bukan berarti mereka bodoh, tapi setidaknya cara ini jauh lebih obyektif dalam menjaring SDM yang berkualitas melalui proses belajar di institusi pendidikan nasional ketimbang memberikan kewenangan kepada institusi negeri itu untuk mencari dana operasionalnya sendiri. Kenapa ? Karena kebijakan tersebut dapat memberikan akibat yang sangat negatif bagi generasi muda bangsa ini di kemudian hari. Sekali lagi bravo untuk pemerintah atas pembatalan regulasi BHMN !