Tuesday 15 March 2011

SENSE OF BELONGING

Dalam jagad kehumasan, dikenal apa yang disebut dengan "SENSE OF BELONGING" alias rasa memiliki. Tentu, yang dimaksud dengan "rasa memiliki" di sini adalah rasa memiliki publik internal terhadap organisasi, institusi tempat mereka berkarya. Jadi, besarnya kepedulian publik internal, baik itu pegawai, keluarga pegawai, BOD, komisaris maupun para pensiunan terhadap perusahaan itulah yang disebut dengan rasa memiliki. Rasa memiliki publik internal juga diwujudkan dengan rasa kebanggaan pegawai terhadap perusahaannya termasuk fanatismenya, tentu dalam artian yang positif.

Namun rupanya ada hal yang berbeda dalam memanifestasikan, mewujudkan rasa memiliki ini, khususnya antara mereka yang berada di sebuah organisasi swasta dengan mereka yang berada di organisasi atau institusi pemerintah.

Bagi mereka yang berkarya di organisasi atau perusahaan swasta, rasa memiliki ini diwujudkan dengan rasa kebanggaan pada institusi serta keseriusan mereka dalam bekerja sebagai seorang profesional sejati. Sementara bagi mereka yang berkarya di organisasi atau institusi pemerintah, maka wujud kecintaannya termanifestasikan dalam bentuk loyalitas dan kepedulian, kecintaan yang signifikan atas kelangsungan organisasi hingga terbebas dari ancaman dan keterpurukan atau keteraniayaan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap organisasi tersebut sebagai tunggangan untuk keuntungan pribadi dengan cara-cara yang tidak bertanggung jawab.

Fenomena ini sungguh menarik. Artinya, sebuah energi yang sangat besar mengenai satu hal yang sama dapat muncul dalam bentuk yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena situasi dan kondisi masing-masing organisasi tersebut memang berbeda sehingga energi yang ada seolah dengan sendirinya mengarah pada hal-hal tertentu secara otomatis.

Sebuah organisasi atau perusahaan swasta, kepemilikannya sangat jelas, yaitu berujung pada personal yang nyata. Walaupun sebuah organisasi dimiliki secara kolektif atau lebih dari satu orang, namun, orangnya nyata, ada, terlihat.

Namun bandingkan dengan organisasi atau institusi pemerintah yang kepemilikannya imaginer, alias tidak ber-orang melainkan negara atau pemerintah. Artinya, kendalinya sungguh sangat longgar. Dalam arti, kendalinya berpeluang sangat relatif bahkan bisa hilang kapan saja.

Dalam prakteknya, mempertahankan sense of belonging dalam sebuah organisasi yang kepemilikannya imaginer seperti ini tentu sangat sulit. Tidak adanya personal yang memiliki organisasi tersebut secara kasat mata menyebabkan organisasi tersebut seperti tidak ada yang punya dan tak ada yang mempedulikan nasibnya dari kecurangan apapun. Pada situasi inilah, rasa memiliki yang berhasil diwujudkan dalam organisasi ini menjadi begitu kaya akan nilai-nilai spiritual dan emosional yang amat tinggi.

Idealisme, menjadi nilai yang amat mendasar pada 'rasa memiliki' di antara para pegawai yang berada di institusi atau organisasi pemerintah. Dalam dunia empiris, hal ini tentu menjadi muskil. Adalah sebuah realita bahwa tidak ada idealisme dalam dunia empiris. Namun dalam kasus ini, bagi institusi atau organisasi perusahaan miliik pemerintah, maka membangun 'rasa memiliki' tanpa menanamkan nilai-nilai ideallisme justru sebaliknya, menjadi semakin sulit.

Nasionalisme, menjadi nilai lain yang tak kalah kuat dalam benak para insan yang berkarya di organisasi atau isntitusi pemerintah. Namun demikian, kedua hal ini pada kenyataannya hanya menjadi sebuah 'potensi rasa' yang dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan bila energi tersebut tidak terkelola secara baik sehingga menghasilkan sebuah energi yang positif bagi kemajuan dan kelangsungan organisasi.

KENAIFAN GLOBALISASASI PADA ORGANISASI PEMERINTAH
Memaksakan diri pada organisasi pemerintah untuk berpartisipasi dan menganut asas globalisasi dalam pasar bebas dewasa ini, sesungguhnya teramat naif. Organisasi yang dimiliki pemerintah pada dasarnya bukan sekedar aset melainkan lambang kedaulatan sebuah negara.

Sekiranya membiarkan sebuah organisasi pemerintah terprivatisasi alih-alih menjadikannya profesional bisa jadi justru menyebabkan negara kehilangan martabat dan harga dirinya sebagai bangsa yang mandiri dengan aset-aset standar maupun aset-aset strategisnya, yang belum tentu dimiliki oleh setiap bangsa di dunia.

Hal inilah yang kadang tidak diketahui oleh warga negara, bahkan oleh para individu yang berkarya di institusi atau organisasi pemerintah. Akibatnya, mereka tidak memiliki kecintaan, kebanggaan, dan rasa memiliki terhadap organisasinya.

Membangun bangsa dan negara secara ambisius dan progresif silakan saja, tapi tentu jangan mengabaikan keberadaan dan jati diri menjadi semakin tidak berarti. Membangun sesuatu merupakan hal yang multidimensi, bukan hanya hal yang terlihat dan terukur secara kasat mata saja. Artinya, membangun sesuatu berarti pula adalah membangun semangat manusianya, agar apa yag dihasilkannya menjadi hasil karya yang humanis dan penuh makna.

No comments:

Post a Comment