Wednesday 19 March 2014

TUJUAN DAN FILOSOFI METODE PENELITIAN KUALITATIF

Para peneliti muda seringkali ipusingkan oleh pertanyaan yang sama manakala akan memulai sebuah penelitian. Metode peneliitian apa yang harus dipilih, metode kualitatif-kah atau kuantitatif ? Berikutnya, tak jarang para peneliti muda pun terburu-buru dalam menentukan metode penelitian yang akan dilakkukannya, tanpa memperhatikan obyek penelitian yang akan dilakukan.

Padahal, belum tentu obyek penelitian yang dilakukan cocok menggunakan metode penelitian yang dipilih. Alih-alih menganggap satu metode penelitian lebih mudah dilakukan dibandingkan metode yang lain, namun faktanya kebanyakan di antara peneliti mengalami kerancuan dalam hal ini lebih disebabkan karena kurang memahami tujuan dan filosofi penelitian ayang akan dilakukannya.

Maka sangatlah penting bagi para peneliti untuk selalu belajar dan mengetahui tujuan dan filosofi metode penelitian yang ada sehingga dapat menentukan metode penelitian secara layak, sesuai kebutuhan.


FILOSOFI KUALITATIF

Menurut Potter (1996), tidak ada definisi yang secara umum dapat diterima perihal kualitatif. Kata 'kualitatif' telah mulai digunakan untuk mengacu pada hal-hal berikut :

1. Filosofi lebih luas dan pendekatan pada riset;
2. Sebuah metodologi riset;
3. Teknik riset khusus

Menurut Nueman (1997) dan Blaikie (1993), ada 3 (tiga) pendekatan berbeda pada penelitian social. Ketiganya mewakili sebuah model atau paradigm dalam penelitian, serangkaian teori yang dapat diterima, prosedur dan asumsi tentang bagaimana para peneliti melihat dunia. Paradigma berdasarkan aksioma atau pernyataan yang secara universal diterima sebagai kebenaran. Pradigma menjadi penting karena berkaitan  dengan seleksi atau pemilihan dalam metode penelitian.

1. POSITIVISTIK (OBYEKTIVISME)

Adalah paradigma tertua dan masih digunakan secara luas dalam riset media massa. Diperoleh dari tulisan-tulisan filsuf seperti Comte & Mill, positivistic adalah paradigm yang paling sering digunakan dalam ilmu alam. Saat ilmu social dikembangnkan, para peneliti memodifikasikan teknik ini untuk kepentingan mereka. Paradigma positivistic meliputi konsep sebagai kuantifikasi, hipotesis dan mengukur obyek.


2. INTERPRETATIF (INTERPRETIF)

Penafsiran ilmu social diawali oleh Max Weber & Wilhelm Dilthey. Tujuan dari paradigma ini untuk mengetahui bagaimana perilaku alamiah keseharian manusia dalam memaknai dan mengintepretasikan setiap kejadian di lingkungan mereka.

Paradigma ini begitu popular pada riset media massa selama decade 1970-an dan 1980-an kemudian memperoleh kemajuan pesat pada 1990-an.


3. KRITIS

Paradigma kritis menggambarkan penggunaan model analisis pada kehidupan manusia. Para peneliti kritis tertarik pada konsep distribusi kekuatan (kekuasaan) dalam masyarakat dan ideology politik.


Paradigma Positivistik berbeda dari Paradigma Interpretatif pada 3 (tiga) dimensi :

1. Dua metode memiliki realitas filososfi yang berbeda. Bagi peneliti positivistic, realitas adalah obyektif; keberadaannya terpisah dari para peneliti dan dapat dilihat oleh semua orang yang lain. Dengan kata lain, hal itu berada di luar.

Sementara bagi peneliti interpretative, tidak ada realitas tunggal. Masing-masing pengamat (observer) menciptakan realitas sebagai bagian dari proses penelitian. Realita adalah subyektif dan keberadaannya hanya dalam referensi bagi observer.

Menurut peneliti interpretative, keberadaan realitas hanya bagi observer. Sebaliknya peneliti posistivistik meyakini bahwa realita dapat dibagi dalam komponen bagian-bagian, dan pengetahun mengenai ini semua diperoleh dengan mengamati masing-masing bagian tersebut.

Sementara peneliti interpretative menguji seluruh proses, meyakini bahwa realita adalah holistik, meneyeluruh dan tidak dapat dibagi-bagi.


2. Kedua metode memiliki sudut pandang berbeda dari setiap individu. Peneliti positivistik meyakini semua manusia pada dasarnya mirip dan melihat kategori-kategori umum untuk menyimpulkan perilaku atau perasaan mereka. Sementara peneliti interpretative meyakini bahwa manusia pada dasarnya berbeda dan tidak dapat dikotak-kotakan.

3. Peneliti positivistik bertujuan untuk menjeneralisasikan hukum umum perilaku dan menjelaskan banyak hak hal pada banyak dimensi. Sebaliknya, peneliti interpretative berusaha untuk menghasilkan penjelasan khusus tentang situasi atau individu tertentu. Jadi, bila peneliti positivistik berkonsentrasi pada area yang lebih luas, maka peneliti interpretative berkonsentrasi pada area yang lebih mendalam.



5 PERBEDAAN PENDEKATAN POSITIVISTIK vs INTERPRETATIF

Perbedaan praktis di antara ketiga pendekatan yang mungkin paling sering ditemui dalam proses penelitian. Kelima area penelitian besar berikut memperlihatkan perbedaan nyata antara pendekatan positivistik dan interpretative.

1. Peran peneliti

Positivistik mengupayakan obyektivitas dan dibedakan dalam data. Sementara interpretative adalah bagian integral dari data, kenyataannya tanpa partisipasi aktif peneliti, tidak ada data yang tersedia.

2. Disain

Bagi positivistik, disain dari sebuah studi dibatasi sebelum dimulai. Pada riset interpretative, disain meningkat selama proses penelitian; hal ini bias disesuaikan atau diubah sebagai progress penelitian.

3. Setting

Peneliti positivistik mencoba membatasi pencemaran dan kekacauan variable-variable dengan melakukan penyelidikan dalam kendali tertentu. Peneliti interpretative melakukan studi lapangan, kondisi lingkungan alam sekitar, mencoba memotret pergerakan normal dari setiap kejadian tanpa mengendalikan variable-variable tambahan.  

4. Alat ukur

Pada penelitian positivistik, keberadaan alat-alat ukur terpisah dari peneliti; pihak lainlah yang menggunakan data dalam penelitian. Pada penelitian interpretative, peneliti adalah alat; tidak ada individu yang dapat menggantikan. 

5. Kerangka teori

Bila peneliti posistivistik menggunakan penelitian untuk menguji, mendukung, atau menolak sebuah teori, Peneliti Interpretatif mengembangkan teori sebagai bagian dari proses penelitian - teori adalah data yang diarahkan dan digabungkan sebagai bagian dari proses penelitian, meningkat, bekembang dari data yang mereka kumpulkan.



DEFINISI RISET KUALITATIF

Bila penelitian kualitatif menggunakan sample dalam jumlah sedikit sehingga membatasi kemampuan peneliti dalam memberlakukan secara umum hasil penelitian dari seluruh populasi, kenyataannya adalah hal yang mudah untuk menambah jumlah sampel untuk menghindari masalah ini.

Bila jumlah sampel yang digunakan besar, maka perbedaan antara riset kualitatif dan kuantitaif harus berkaitan dengan hal-hal lainnya. Jadi penting untuk mengetahui perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif :

A. Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan melalui pertanyaan-pertanyaan yang fleksibel. Walaupun dasar rangkaian pertanyaan didisain untuk memulai proyek penelitian, namun peneliti dapat mengubah pertanyaan-pertanyaan tersebut atau menanyakan pertanyaan yang bersifat penyelesaian masalah kapan pun.

B. Penelitian Kuantitatif

Penelitian kuantitaif menggunakan pertanyaan-pertanyaan statis/tertutup atau standart Seluruh responden disodori pertanyaan yang sama. Wwalaupun pertanyaan yang bersifat penyelesaian masalah dapat didisain ke dalam daftar pertanyaan atau kuesioner, namun harus termasuk dalam daftar pertanyaan atau alat ukur sebelum proyek penelitian dimulai.


Walaupun penelitian kualitatif bisa jadi merupakan sebuah cara yang luar biasa dalam mengumpulkan dan menganalisa data, namun peneliti harus ingat bahwa hasil dari sejumlah studi memiliki keterbatasan interpretasi. Jadi, peneliti yang tertarik untuk menyimpulkan hasil secara umum harus menggunakan data yang besar atau mempertimbangkan metode yang lain.

Pada banyak kasus, penelitian kualitatif menggunakan sedikit sample - responden atau unit penelitian yang berarti tidak mewakili seluruh populasi di mana sampel tersebut diambil.

Penelitian kualitatif adalah sebuah alat penelitian media massa yang sangat bermanfaat bila batasannya diketahui.

Nah, seringkali peneliti terlalu terburu-buru menentukan pendekatan penelitian yang akan digunakan tanpa memperhatikan kebutuhan dan kondisi yang ada. Pada dasarnya sebuah penelitian dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kemampuan peneliti tanpa mengurangi kelayakan yang disyaratkan dalam penelitian itu sendiri. Perkaranya kini, kepada peneliti untuk mau mempelajari dan mengenali dengan seksama hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitiannya.

Sekali lagi, jangan takut dengan sebuah penelitian. Penelitian selalu menyenangkan dan menantang. Penelitian melatih kedisiplinan, ketekunan, keseriusan dan kesensitivitasan manusia dengan lingkungan yang ada. Selamat bekerja !

No comments:

Post a Comment