Monday 28 December 2009

HUMAS INDONESIA

Secara, memikirkan masa depan humas rasanya kok suram sekali ya. Adapun wahana tentang itu pun tidak terlalu "menohok dalam" kiprahnya. Sebagaimana kecenderungan berbagai wahana sejenis, umumnya wahana tersebut tidak lebih dari media show off anggota tertentu ketimbang memberikan sesuatu yang hebat, mencerahkan, inovatif, konstruktif, dan progresif. Sebaliknya, selain sebagai ajang show off wahana seperti itu hanya sebagai sarana komunikasi yang ... sama sekali ga' penting dengan timpalan-timpalan yang remeh temeh serta sikap provokatif yang sensitif, laksana memancing di air keruh yang sesungguhnya tengah diupayakan menjadi jernih ....

Wuiiiih ... berat rasanya. Apa yang bisa saya lakukan untuk memperbaiki semua ini ya ... ? Saya memandang, begitu semakin peliknya kondisi humas Indonesia, saat ini. Dari berbagai permasalahan yang saya temui sebagai praktisi maupun ilmuwan kehumasan, saya melihat sejumlah fenomena memprihatinkan, antara lain ...
  1. Rendahnya kesadaran; Betapa rendahnya kesadaran & pemahaman para pengguna jasa humas tentang keberadaan humas secara ilmiah & profesional. Buktinya ? Betapa banyak perusahaan yang merekrut SDM dengan latar belakang nyaris terserah, untuk posisi humas. Dari yang tingkat SMA sampai S2 bahkan mungkin S3 bisa jadi humas. Itu baru posisinya, belum bicara pekerjaannya. Giliran bicara pekerjaannya, maka dari pendamping karaoke hingga pialang saham pun dibilang itu PR, public relations alias humas. Oh, no !!!!

  2. Persaingan tak sehat; Kelanjutan dari problem pertama di atas, dampaknya kemudian adalah persaingan yang tak sehat. Apa buktinya ? Buktinya, terjadi gap yang sangat tajam antara humas manajerial dengan humas pelaksana. Tak peduli latar belakang akademisnya apa, selagi ijasah yang dimiliki itu made in abroaaaaad getooooh, langsung deh diciduk jadi manager. Even, she is only 25 years old, she'll get the position, as Head of Public Relations ! Perusahaan tak peduli lagi, apakah kriteria yang dimiliki sang kandidat relevan atau tidak. Apakah perusahaan membutuhkan pendekatan corporate PR atau marketing PR, perusahaan tak peduli, yang penting perusahaan punya PR lulusan luar negeri. Oh, my God !!!! Sementara para sarjana lokal, tak laku sebagai apa-apa. Dan pada level pelaksana, yang direkrut dari universitas kelas terdengar dan tak jelas rimbanya. Akibatnya, di antara keduanya, manager & staf ibarat jaka sembung bawa kambing. Ga' nyambung, mbek ... mbek ... Karena gap terlalu tajam. Perusahaan tak tahu, bahwa menjadi PR bukan cuman modal bahasa Inggris, mantan wartawan, tampang cakep doaaaank, tapi harus tahu strategi, konsep, riset, dan banyak lagi. Bagaimana ini ?

  3. Lemahnya komitmen pemerintah; Pemerintah, kontribusinya terhadap kemunduran humas di Indonesia bisa jadi paling besar. Pemerintah tidak memiliki regulasi cukup ketat yang menjamin hak akademisi komunikasi khusunya humas secara ilmiah dan profesional. Saya pun tak ingat lagi, apakah negara ini saat ini masih punya menteri penerangan atau tidak. Itulah bukti, pemerintah saja tidak mengelola informasi secara ilmiah & profesional. Adapun Depkominfo, 5 (lima) tahun terakhir sibuk dengan teknologi, yang nota bene merupakan tool/alat dalam berkomunikasi, bukan pada content komunikasi, yaitu pesan dan strategi yang seharusnya jauh lebih prioritas bagi negara & pemerintah saat ini. SKKNI Bidang Kehumasan yang telah dihasilkan pun ibarat lenyap ditelan bumi. Bahkan mencarinya dalam situs resmi depkominfo pun sulit ditemui ! Aneh tapi nyata !

  4. Ketidakkompakan/disintegrasi; Ini jauh lebih konyol lagi. Sudah situasi tidak mendukung seperti ini, para pelaku humas itu sendiri pun tidak kompak pula dan sibuk mencari posisi & membangun kubu masing-masing. Tak satu pun dari berbagai pihak itu berpikir secara damai dan mencari jalan keluar yang berguna bagi kemajuan bersama. Sangat memprihatinkan. Ibarat sejumlah gajah berperang, maka pelanduk pun mati di tengah-tengah. Begitulah nasib para insan humas kelas menengah di negara ini.

  5. Rendahnya kualitas; Ini dia, rendahnya kualitas semakin menggenapi betapa carut marutnya kondisi humas Indonesia selama ini. Tak tahu lagi saya, apakah ada standar kesamaan kurikulum materi pengajaran ilmu komunikasi khususnya humas di berbagai perguruan tinggi & universitas serta institut di seluruh negeri ini. Namun yang saya tahu, mahasiswa saat ini, menulis nama presidennya saja mereka tidak tahu ! Begitukah kualitas calon sarjana komunikasi, humas Indonesia saat ini, di atas 20 tahun, masih tak tahu pula bagaimana dan siapa presiden negara ini ? Apa yang akan diharapkan dari kualitas sarjana komunikasi seperti itu ?

  6. Obral ijasah akademis; Bila sebelumnya kegiatan jurnalistik telah berubah dan menjelma menjadi industri media yang mengaburkan fungsi jurnalistik sesungguhnya sebagai kontrol sosial dalam memberikan informasi, edukasi dan hiburan menjadi sebagai mesin pencari uang dan alat mencapai kekuasaaan, kini giliran lingkungan akademis yang melakukan hal serupa. Ikuti tren, komunikasi bakal menjadi booming, rekrut sebnyak mungkin, tak perlu saringan, ujian semudah mungkin, tak perlu hadir kuliah, dan surprise .... kamu lulus menjadi sarjana komunikasi dengan IP 3,3 ! Sebaliknya, para dosen ditekan sedemikian kuat untuk memberikan kemudahan semaksimal mungkin kepada siswa, berikan sedikit tugas, tawarkan ujian termudah, dan haram menidakluluskan siswa didik ! Belum lagi, ini dia, belum lagi, sistem pengajaran yang sangat luar biasa, di luar ketentuan lazimnya sistem perkuliahan yang ditentukan pemerintah. Ya ampyun ... apa-apaan ini ????

  7. Zero mind; Maka, jadilah kita semua para pelaku humas di Indonesia melanjutkan masa tidur panjangnya lagi, setelah berpuluh-puluh tahun tak sekali pun juga mengigau apalagi bermimpi kemudian bangun memikirkan dan berusaha membangun mimpinya. Rasanya hal itu benar-benar hanya mimpi itu sendiri. Muskil, absurd ....

Semoga, kondisi ini berakhir ....

Jadi, jangan berpikir apalagi bersikap ideal, maka kematian akan menjemputmu. Namun, sebaik-baiknya manusia yang dapat bertahan dalam kehidupan yang semakin tak normal adalah mereka yang tetap teguh dengan pendirian dan keimanan ....

No comments:

Post a Comment