Thursday 9 June 2011

STRATEGI HUMAS ala STRATEGI PEMASARAN

Senin, 6 Juni 2011, pagi, seantero Jakarta dihebohkan dengan kiriman paket peti mati. Adalah perusahaan Buzz & Co yang telah mengirimkan paket peti mati ke sejumlah kantor media, perusahaan jasa konsultan humas serta sejumlah individu yang terbilang aktif beraktivitas di dunia maya.

Apa yang dilakukan Buzz & Co dengan peti matinya tak pelak membuat perbincangan di banyak kalangan, baik di antara para 'korban' yang telah dikirimi paket peti mati, para praktisi komunikasi maupun para mahasiswa komunikasi. Namun yang paling menggelitik justru, para profesional komunikasi pada salah satu mailistnya cenderung apriori terhadap kasus peti mati Buzz & Co. Padahal, ada banyak hal menarik yang dapat dipetik dari kasus peti mati Buzz & Co. Selain itu, tentu kasus Buzz & Co dengan peti matinya menjadi sebuah kasus yang layak untuk ditelaah secara ilmiah dan obyektif.

KREATIVITAS TAK BERBATAS
Sumardi, CEO Buzz & Co, perusahaan yang bergerak di bidang jasa komunikasi dan periklanan pun tak urung harus berurusan dengan polisi untuk dimintai keterangan perihal kririman paketnya yang kontroversial dan dianggap meresahkan.

Berdasarkan informasi yang berkembang kemudian diketahui, bahwa Sumardi ternyata belum lama mengoperasikan Buzz & Co, yang kantornya menempati salah satu ruang di Senayan Trade Center, Jakarta Selatan. Tidak hanya itu, Sumardi ternyata berniat meluncurkan sebuah buku karangannya yang berjudul "Rest in Peace Advertising : The Word to Mouth Advertising".

Sumardi sang CEO yang jebolan Master Pemasaran Universitas Gajah Mada kiranya tahu betul bahwa ia perlu melakukan sesuatu yang beda, inovatif dan spektakuler untuk membuat bukan hanya perusahaannya Buzz & Co dikenal orang, tapi juga bukunya laris diburu pembeli. Maka, ia pun mencoba berpikir out of box, untuk mewujudkan maksudnya.

Kreativitas memang tak terbatas, namun kreativitas harus cerdas agar tepat sasaran agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Hal inilah yang patut dipahami dan dipelajari dalam mengevaluasi kasus peti mati Buzz & Co.

AIDA vs PETI MATI
Menyoal pengiriman peti mati oleh Buzz & Co ada beberapa hal yang perlu diketahui, antara lain :
  1. Perusahaan Buzz & Co, adalah perusahaan yang baru mulai beroperasi;
  2. Bersamaan dengan dioperawsikannya perusahaan Buzz & Co, Sumardi, berniat meluncurkan buku karnya yang berjudul "Rest in Peace Advertising : The Word to Mouth Advertising"
  3. Sumardi, CEO Buzz & Co menurut tulisan sebuah media on line diketahui memiliki latar belakang akdemisi cukup baik, master pemasaran di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
  4. Sebagai pemilik sebuah perusahaan baru dan penulis buku baru yang akan diluncurkan, ia perlu melakukan strategi untuk memasarkan apa yang hendak ia tawarkan, yaitu jasa konsultasi komunikasi dan periklanan 
Rumus AIDA dalam praktek komunikasi merupakan hal yang sangat populer dan lazim menjadi acuan dalam menyusun strategi komunikasi. Rumus AIDA meliputi 4 (empat) tahap, yaitu Attention (Perhatian), Interest (Menarik), Desire (Hasrat) dan Action (Tindakan). Selain AIDA, dikenal pula apa yang disebut AISAS yang meliputi Attention, Interest, Search, Action, Share. Namun ada pula yang merumuskan sebagai Awareness, Interest, Serachable, dst.

ATTENTION
  1. Mengamati dari kasusnya di awal, diketahui bahwa Sumardi setidaknya mempunyai 3 (tiga) target dengan kegiatan usahanya. Sumardi perlu mempublistaskan dirinya, perusahaannya dan bukunya. Sumardi tampaknya sudah mengupayakan strategi kick-off. Karena selain menerbitkan buku dengan judulnya, "Rest in Peace Advertising : The Word to Mouth Advertising" ia juga telah memiliki web dengan alamat yang sama, http://www.restinpeace.com/ 
  2. Menilik dari judul bukunya, yang bermakna kematian periklanan, maka tak heran bila Sumardi beride soal peti mati. Kenapa ? Karena kematian ya identik dengan peti mati. Peti mati merupakan simbol kematian.
  3. Ingat, Sumardi mengirimkan peti matinya ke sejumlah media massa nasional, sejumlah perusahaan jasa konsultasi komunikasi serta sejumlah individu yang tergolong aktif dan eksis di dunia virtual. Artinya, Sumardi tahu betul kepada siapa ia perlu melemparkan umpannya, agar segera mendapatkan publisitas yang diharapkan sehingga awareness publik pun terbentuk, apapun cara dan nilainya. 

INTEREST
  1. Sesuatu yang tidak menarik seringkali justru sangat menarik. Tidak percaya ? Amati iklan dalam televisi atau radio selama ini. Tak jarang, sebuah iklan yang sangat norak dan kampungan, justru ditayangkan berulang-ulang di bagian ter-noraknya hingga 3 (tiga) kali. Akibatnya, kenorakannya justru tertanam sangat kuat dalam benak penonton bukan ? Memang, dalam hal ini kekuatan repetisi atau pengulangan menjadi faktor yang turut menentukan pesan kenorakan itu tertanam di benak publik. Namun dalam kasus Buzz & Co, pilihan Sumardi mengirim peti mati harus diakui sangat spektakuler dan membuat publik langsung terkesima dalam hitungan detik.
  2. Tengoklah isi peti mati. Sumardi mengirimkan peti mati yang berisi taburan kembang dan setangkai mawar putih, juga disertai selembar kertas bertuliskan http://www.restinpeace.com/ you are number#661. Hahaha ... tentulah siapapun yang membaca itu menjadi ciut hatinya. Menarik ? Tentu ...
DESIRE
  1. Segala hal yang spektakuler selalu menimbulkan rasa penasaran bukan ? Sudah menjadi sifat manusia memang seperti itu, ingin tahu, ingin mencoba sesuatu yang baru. Tapi, lantaran strategi yang nyeleneh apakah selama ini telah terbukti membuat produk yang ditawarkan menjadi tidak laku ? Belum tentu !
  2. Apakah strategi Buzz & Co terhitung menimbulkan desire ? Bisa jadi ! Peluangnya menimbulkan penasaran dengan penolakan atas sikap publik sama besar 50 : 50. Jadi, strategi Buzz & Co sejujurnya merupakan strategi yang terhitung inovatif, walau tetap dengan sejumlah catatan.
ACTION
  1. Tindakan publik yang diharapkan terhadap aktivitas Buzz & Co - hasil akhirnya memang belum semuanya terlihat. Namun coba perhatikan, sebagai perusahaan baru kebutuhan Buzz & Co untuk dikenal baik secara institusional maupun personal CEO-nya telah tercapai dengan strategi inovatif yang diluncurkan Buzz & Co. Artinya, Buzz & Co berhasil membangun kesadaran publik tentang keberadaan perusahaannya yang masih baru, juga memperkenalkan Sumardi sebagai CEO. Publik bahkan telah mengenal web Buzz & Co berkaitan dengan buku yang ditulis oleh Sumardi sang CEO. Terakhir, yang diharapkan CEO adalah publik akan membeli buku yang akan dirilisnya dalam waktu dekat.
  2. Publik diharapkan juga mengunjungi situs http://www.restinpeace.com/ Tak perlu diragukan lagi, dengan maraknya pemberitaan media akibat ulahnya yang sangat spektakuler, maka besar kemungkinannya publik akan sangat penasaran dan langsung mengujungi situs http://www.restinpeace.com/ sementara buku karyanya belum diluncurkan.

EVALUASI
  1. Strategi pemasaran berbeda dengan strategi kehumasan. Melihat kasusnya, sebagai perusahaan baru, Buzz & Co membutuhkan publisitas untuk membangun brand awarenes, kesadaran publik akan keberadaan diri CEO, organisasi dan produk/jasa yang ditawarkan.
  2. Strategi pemasaran dalam kasus ini memang dibutuhkan, namun sebagai perusahaan baru, maka yang dibutuhkan paling awal tentulah strategi kehumasan. Logikanya, mustahil orang melakukan transaksi pembelian bila tidak mengenal produknya, meyakini perusahaannya, dan mempercayai reputasinya.
  3. Pendekatan strategi pemasaran dan strategi kehumasan tentulah berbeda. Strategi pemasaran mungkin saja pendekatannya lebih pada kreatif - ekonomi dengan prinsip-prinsip ekonominya. Sementara strategi kehumasan landasannya adalah human relations, hubungan manusiawi. Artinya, proses kreativitas yang dilakukan pun akan berada dalam koridor nilai-nilai manusiawi.
Bagaimanapun, kreativitas Sumardi dalam merumuskan idenya patut diakui sebagai sebuah ide yang orisinil dan brilliant ! Keberanian Sumardi dalam mewujudkan idenya pun tak kalah mengagumkan ! Namun kasus peti mati oleh Buzz & Co ala Sumardi ini tidak saja menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi praktisi di industri komunikasi tapi juga bagi mereka para ahli di bidang pemasaran, yaitu :
  1. Bahwa pendekatan komunikasi khususnya humas (public relations) sangatlah berbeda dengan pendekatan pemasaran (marketing);
  2. Bahwa untuk memperkenalkan sesuatu atau identitas yang baru, perusahaan perlu mengetahui betul kebutuhannya yang paling relevan;
  3. Bahwa untuk membangun kesadaran publik mengenai keberadaan sesuatu hal yang baru, dibutuhkan strategi komunikasi, khususnya pendekatan humas untuk membangun brand awareness;
  4. Bahwa pendekatan akan jauh lebih mudah dilakukan bila brand awareness telah terbangun;
  5. Semakin kreatif konsep sebuah ide, maka dibutuhkan uji kelayakan yang lebih kaya dan multidimensi agar tidak menimbulkan salah persepsi.

PERKEMBANGAN KASUS PER AGUSTUS 2011
Seorang kawan pada kesempatan mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. Sampul buku itu cukup menarik seperti komik atau novel cerita horor. Setelah diamati, ternyata buku itu adalah buku "Rest in Peace Advertising : The Word to Mouth Advertising". Ternyata ia memperoleh buku karya Sumardi itu rupanya pemberian langsung dari Si Penulis lengkap dengan tanda tangannya.

Semakin dibuka dan dibaca, buku itu sungguh semakin menarik. Disain di setiap halamannya sungguh berbeda dengan buku-buku lain pada umumnya. Buku itu dicetak berwarna di setiap lembar halamannya dengan visualisasi yang luar biasa ! Hebatnya lagi, ternyata Sumardi, sang penulis, melakukannya sendiri tanpa bantuan seorang desainer.

Saat Sumardi diundang untuk memberikan presentasi perihal pemasaran, sembari berkelakar sang kawan meminta Sumardi mengirimkan peti mati ke kantornya. Kala presentasi berlangsung, tanpa ragu Sumardi pun menyampaikan presentasinya sambil berdiri di atas peti mati kirimannya ! Wow ! Dan kini, Sumardi telah dalam proses cetak buku karyanya, revisi ke-3 ! Jadi, siapa bilang bukunya tidak laku ?

Mengamati kronologis 'kasus' peti mati Buzz & Co ala Sumardi ini, sejak awal dapat diketahui bahwa pada setidaknya Sumardi membutuhkan 3 (tiga) hal sebagai target untuk memulai usahanya, yaitu :
  1. Publik mengenal keberadaan perusahaan barunya, "Buzz & Co";
  2. Publik mengenal dirinya, Sumardi, CEO "Buzz & Co";
  3. Publik membeli buku karyanya, "Rest in Peace advertising : The Word to Mouth Advertising", dan publik mengunjungi situsnya, www.restinpeace.com
Setelah sebulan berlalu, bagaimana hasilnya ? Tak diragukan lagi, apa yang ditargetkan Sumardi telah tercapai. Publik telah mengenal keberadaan perusahaannya, "Buzz & Co" hanya dengan hitungan hari sejak pemberitaan itu ramai tersiar di semua media. Publik pun langsung mengenali sosok pemuda putih berperawakan kurus ini sebagai Sumardi, CEO "Buzz & CO" dengan pemberitaannya  yang hilir mudik ke kantor polisi akibat perbuatannya. Itu pun toh tidak membuatnya menjadi bermasalah serius dengan kepolisian bukan ? Karena pada dasarnya apa yang dilakukan Sumardi bukanlah sesuatu yang mungkin memenuhi kelayakan sebagai sebuah kasus hukum. Situsnya ? Pastilah langsung dikunjungi oleh banyak orang lebih-lebih oleh mereka yang sangat menyenangi selancar di dunia virtual. Bukunya, mencetak revisi ke-3 sejak dijual hanya dalam waktu 2 (dua) minggu, itu sudah membuktikan betapa semua strategi pemasaran yang diupayakan Sumardi pada dasarnya telah berhasil dilakukan.

Jadi, sikap appriori itu seharusnya tidak perlu ada. Sikap appriori dari para praktisi komunikasi khususnya profesional humas sesungguhnya mencerminkan betapa tidak terbukanya pola pikir terhadap hal-hal baru. Padahal, hal-hal baru itu bisa jadi sebagai sumber inspirasi untuk mengahsilkan hal-hal lain yang tak kalah besar dan inovatif. Intinya, apa yang dilakukan Sumardi pada dasarnya 100% berhasil. Namun, andai saja Sumardi merumuskannya dengan mempertimbangkan pendekatan strategis komunikasi khususnya humas, tentu strategi Sumardi akan diterima tanpa menimbulkan 'insiden kecil' sebagaimana yang dialaminya.

  1. Re-design 'orginality' ; Penting untuk melakukan kompromi dengan orisinalitas ide yang dimiliki. apalagi bila ide itu benar-benar spektakuler. Sebenarnya dengan mengirimkan peti mati dalam ukuran yang lebih kecil, Sumardi sudah melakukan upaya kompromi itu. Namun, besar kemungkinannya pertimbangannya adalah masalah biaya, bukan pertimbangan ilmiah. Seorang anggota mailist dalam komunitas praktisi humas berkomentar, andai saja peti mati itu dikirim dengan warna yang menarik seperti pink (merah muda) atau warna-warna lainnya, tentu ceritanya menjadi lain.
  2. Timing & totality ; ketimbang mengirmkan peti mati dengan isi setangkai bunga mawar putih dan secarik kertas yang sangat intimidatif, akan lebih efektif bila Sumardi mengirmkan peti mati berisi buku karyanya. Cara ini akan jauh lebih dapat diterima sebagai sebuah konsep "product launching" yang out of the box. Tapi dengan pola yang dilakukannya awal Juni lalu, eksekusi konsep Sumardi menjadi terkesan terlalu kuat untuk sesuatu, dalam hal ini buku, yang ternyata belum beredar di pasaran. Artinya, momentum atau momment yang telah diciptakan Sumardi menjadi antiklimak. Ibarat  balon meletus tanpa sisa. Kondisi itu akan berbeda bila saat Sumardi mengirimkan peti mati, buku karyanya ada di dalamnya. Atau setidaknya, di hari yang sama buku karyanya sudah tersedia di toko-toko buku. Tapi tentu, soal kemasan peti mati perlu dipoles agar lebih reasonable to be accepted as a different good .....
Bagaimana menurut anda ?


Published with Blogger-droid v1.7.4

2 comments:

  1. Wow! Sebuah analisa populer akan sebuah fenomena Marketing-PR yang ciamik!

    Tetap Semangat!


    Tabik!

    -PO-
    http://podaku.blogspot.com/

    ReplyDelete
  2. Dear pir owners ... terima kasih dukungnnya ! Sukses jg utk anda !!!

    ReplyDelete